Audrey dan Regulus kembali ke Prancis.
Tepatnya ke rumah masa kecil Audrey tinggal. Mata Regulus menelusuri bangunan tua di depannya. Lokasinya lumayan jauh dari rumah yang mereka tempati sekarang. Rumah masa kecil Audrey berada di pinggiran negara. Luas tanahnya lebih besar daripada bangunannya.
Pintu terbuka perlahan. Fleamont tetap membayar orang untuk mengurusi rumah tersebut—dan bukanlah penyihir. Hari ini mereka diliburkan agar Audrey lebih leluasa untuk mencari informasi.
"Tidak terlalu besar—" Audrey masuk ke dalam diikuti Regulus. "Mengingat kami hanya berdua." Gumamnya.
Mereka menaiki tangga untuk lihat ke lantai atas. Kebetulan ruang kerja river berada disana dan juga kamar Audrey—ia rindu kamarnya. "Is this your room?" Tanya Regulus.
"It is." Mereka masuk ke dalamnya. Regulus mengambil bingkai foto yang berada di nakas sebelah tempat tidur. Ia terkekeh pelan. Audrey kecil tampak marah, ekspresinya tidak beda jauh dengan yang sekarang. "Jangan ketawa." Ucap Audrey jutek.
"Barty akan menyukai ini." Goda pria tersebut.
Audrey menatapnya tajam. "Don't even think about it."
Regulus meletakkan bingkai foto itu kembali pada tempatnya. Ia menyelipkan surai gelap tunagannya ke belakang telinganya. "Sorry, sweet girl." Seraya mendaratkan beberapa kecupan.
"C'mon." Mereka melanjutkan perjalanan ke ruangan River. Saat di depan ruangan Audrey memasukkan nomor pin untuk kunci ruangan.
"Kita harus pasang itu di rumah." Ucap Regulus.
Audrey tersenyum. "Yeah. Aku lelah dengan Sirius yang mengintrupsi kegiatan kita." Ucap Audrey seraya mengedipkan sebelah matanya yang membuat pipi Regulus memerah.
Keduanya masuk ke dalam ruangan River. Ada beberapa ruangan dalam rumah ini yang tidak tersentuh setelah Audrey pindah ke Inggris karena banyak barang privasi di dalamnya. Ruangan River salah satunya.
Tak jauh berbeda dengan ruangan Fleamont di rumahnya. Audrey menyalakan lilin dengan mudah tanpa tongkatnya. Lalu ia berjalan ke meja kerja dan duduk di bangku yang biasa River duduki setiap harinya. "Rasanya seperti Ayah masih ada di sini." Gumam Audrey pelan.
Regulus mendekat. Ia juga merasakan hal yang sama ketika memasuki ruangan Ayahnya—Orion ketika ia telah wafat. "Apa yang akan kita cari?"
"Aku dan ayahku—kami tidak pernah membahas tentang Ibu. Aku pernah bertanya sekali tapi ia menjawabnya dengan singkat. Lalu aku simpulkan ia tak menyukai topik tersebut. Jadi aku tak pernah membahas topik tersebut." Audrey mencoba membuka laci meja tapi terkunci. Ia berdiri jalan ke arah rak buku. "Sejujurnya, aku ragu akan menemukan sesuatu disini. Ruangan ini terlalu kecil untuk menyimpan rahasia besar." Audrey mengambil asal buku yang menarik perhatiannya. "Aku selalu penasaran mengapa Ayah menyimpan buku besar ini." Ia membawa buku tersebut ke meja.
Buku tersebut terbuka tepat ditengahnya. Regulus mendekat untuk melihat isinya. Di halaman tersebut terdapat gambar analog besar. Tangan pucat Regulus mengikuti arah jarum jam tersebut. Tepat di angka 8. Jam 8. Sontak Regulus menatap tembok sekitarnya. Matanya berhenti ketika jam analog besar terdapat di dekat pintu. "What is it?" Tanya Audrey.
"Arah angka jam 8. Kau lihat, jam analog di sana." Regulus menunjuk jam tersebut. "Itu arah angka jam 12 berada, maka arah angka jam 8 ada di—" Ucapannya terhenti ketika hanya ada tembok kosong di arah jam 8. "Just a wall."
Audrey mendengus. "Yea—" Ia mengernyit mengingat ucapan bibinya. "The wall?" Audrey menatap tembok kosong tersebut. Segera ia mendekati tembok tersebut yang diikuti oleh Regulus. Mata Audrey memperhatikan tembok kosong itu dengan teliti.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Last Great Pure-blood Dynasty | Regulus Black
Fanfiction"There goes the last great pure-blood dynasty. The maddest woman this world has ever seen." - in which regulus black intrigued with the maddest woman at wizarding world. or - in which regulus has a weird feeling for a potter.