[ 6 ]: Terror

1K 157 4
                                    

"Do you think there really is a Chamber of Secrets?"

Di pagi hari semua keadaan normal kembali. Mereka dalam perjalanan menuju Great Hall untuk makan siang. Tak jauh dari kedua gadis Slytherin, ada Barty, Evan, dan Regulus.

Audrey hanya mengangkat bahunya tak tau. Ia sebenarnya malas membicarakan tentang itu. "Slughorn's worried. All the teachers are." Sahut Evan dari belakang.

Langkah mereka sekarang sama. "Tapi jika benar ada Chamber of Secrets dan sudah dibuka, itu artinya—"

"The Heir of Slytherin has returned to Hogwarts. The question is, who is it?"

Mereka terdiam. Audrey sedikit memelankan langkahnya sebab tak mau mendengar atau pun membahas tentang masalah ini. Cukup tidurnya saja yang terganggu akan suara-suara itu.

"Kau baik?" Sebuah suara dengan intonasi dingin yang sangat Audrey kenali bertanya. Gadis itu hanya mengangguk tanpa menatapnya. Mereka berdua posisinya dibelakang teman-teman mereka yang masih berdiskusi tentang The Heir of Slytherin dan Chamber of Secrets.

Sebelum masuk ke Great Hall Audrey merasakan kantong jubahnya memberat. Ia berhenti sejenak dan merogohnya. Cokelat. Ia menatap Regulus yang masih berjalan tanpa menengok ke arahnya. Audrey yakin sekali bahwa lelaki itu yang memberi. Ia pun melanjutkan langkah dan duduk di sebelah Regulus. Tangannya mengambil beberapa makanan untuk mengisi perut.

Seperti yang dapat membaca pikirannya Regulus mengoper makanan yang ia pegang pada Audrey. "Thank you." Yang dibalas anggukan oleh lelaki itu.

Mereka makan dengan lahap. Setelah selesai Audrey mengambil cokelat di kantongnya. Ia mematahkan beberapa keping dan melahapnya sebagai makanan penutup. "Kalian mau?" Tawarnya pada teman-teman. Aleida dan Evan mengambil masing-masing satu dan bergumam terima kasih, sedangkan Barty menolaknya halus. Audrey menyodorkan cokelat itu pada Regulus. Regulus menatapnya beberapa saat dan akhirnya mengambil, ia langsung melahap tanpa mengucapkan terima kasih.

"Aku tidak tau kau menyetok cokelat." Celetuk Aleida.

Audrey menggeleng, "Aku tidak. Seekor kucing hitam memberikannya padaku."

Tanpa disadari Regulus tersenyum tipis dan pipinya mengeluarkan semburat merah. Kucing hitam. Apakah gadis itu baru saja mendeskripsikan dirinya sebagai kucing hitam?

Waktu menunjukkan pukul 11 malam dan Audrey masih belum bisa tidur. Ia akhirnya bangun mengambil jubahnya dan keluar dari kamar menuju Hospital Wing. Dirinya yakin Madam Pomfrey mempunyai ramuan ampuh agar ia bisa tidur dan berhenti memikirkan suara-suara itu. Ia segera keluar dari asrama. Malam begitu sunyi, ia menyesal tidak mengajak seseorang.

"Mengapa keluar malam-malam begini?"

Sontak gadis itu berhenti dan menatap Regulus yang memperhatikannya. "Kau harus berhenti melakukan itu. Tidak semua mempunyai jantung yang kuat. Kalau mereka gagal jantung bagaimana?!" Omel Audrey. Ia kembali jalan yang diikuti oleh Regulus.

"Don't know, meninggal mungkin?" Regulus mensejajarkan langkah mereka. "Kau belum menjawab pertanyaanku."

"Hospital Wing. Madam Pomfrey. Tidak bisa tidur." Singkat Audrey.

"Mengapa?"

Audrey menambah kecepatan jalannya. "Berhenti mengikutiku, Black."

Tapi lelaki itu malam menambah kecepatannya pula, "Kalau kau lupa aku Prefek."

Gadis itu mendengus kesal, "Sombong." Gumamnya. Seketika Audrey berhenti melangkah. Ia mendengar desisan lagi.

"Blood. I smell blood."

The Last Great Pure-blood Dynasty | Regulus BlackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang