-Tak Setinggi Langit-
*Tangga Ke-Dua Puluh*Nabas dalam waktu tiga puluh menit saja mendaratkan motornya ke rumah Pelangi. Ia melepaskan helm, lalu membenarkan jaket yang mulai melenceng. Dengan langkah cepat, Nabas akhirnya berhasil mencapai dua tangga masuk rumah Pelangi, lalu diketuklah pintu cokelat itu. Arga membuka pintu rumahnya, tersenyum ramah dan sedikit canggung dengan calon menantunya itu.
"Mbak Cantik sudah siap, Om?" tanya Nabas dengan sopan.
"Em, Pelangi sudah pergi sama golongannya Sammy tadi, Nak ... hehe," jawab Arga dengan agak panik. Terlihat dari bola matanya yang tak bisa fokus pada satu objek. Untungnya Nabas belum mempelajari ilmu itu di kampusnya, sehingga percaya saja dengan ucapan Arga.
Nabas mengembuskan napasnya, lalu tersenyum tipis untuk memberikan sinyal pada Arga bahwa ia 'baik-baik saja' dengan pernyataan Arga tadi. Lalu ia pamit dan menyalami Arga dan pulang dengan perasaan kecewa. Saat Nabas sudah jauh, Pelangi keluar rumah.
"Huh, makasih, ya, Pa," ucap Pelangi.
Arga tak menjawab dan hanya menggulung lengan bajunya dan meninggalkan Pelangi. "Berangkat saja sendiri, Papa ga ada waktu untuk mengantarkan pembohong," sindir Arga.
"Papa, anterin, dong!" Pelangi menutup pintu rumahnya dan mengejar ayahnya dengan langkah seperti anak balita.
"Kenapa harus bohong? Nabas jauh-jauh dari rumahnya ke sini, loh!" omel Arga.
"Ih, Pelangi lagi males ketemu Nabas, Pa. Biarin aja dia, biar tau rasa," ketus Pelangi lalu membuka pintu mobil Arga.
"Papa ga pernah ajarin Pelangi boong maupun ga mikirin perasaan orang, loh. Kenapa coba anak Papa sekarang jadi kayak gini." Arga memakaikan Pelangi sabuk pengaman lalu menyalakan AC untuk menyegarkan putrinya itu.
"Ih, Pelangi itu lagi males banget ketemu Nabas dan males banget ngomong ama Nabas, Pa!" rengek Pelangi lalu memajukan bibirnya.
Arga tersenyum miring, lalu menyalakan mobilnya, "Ati-ati aja, kalau sampai Nabas juga males ketemu, males ngomong ataupun lebih parahnya males berjuang buat Pelangi. Hati-hati, cowo sabar marahnya serem, loh!" tutur Arga seolah menakuti putrinya.
"Ga takut! Lagian kenapa Papa belain Nabas, sih?" tanya Pelangi kesal.
"Papa mah belain yang jujur, hehe," sindir Arga lagi, lalu melajukan mobilnya sebab khawatir Pelangi dan dirinya terlambat. Sementara Pelangi semakin jengkel dengan Arga yang tak memikirkan perasaannya yang dibuat emosi oleh kelakuan kekasihnya itu.
***
Nabas masuk ke kelas yang seperti biasa, sepagi ini pasti hanya ketiga kawannya saja yang sudah datang. Lalu duduk dan diletakan pula tas selempang hitamnya."Loh, Sam ... Mbak Cantik mana?" tanya Nabas heran.
"Lah, lu nanya gua--gua nanya siapa? Pacar-pacar lu juga," jawab Sammy.
"Kata Om Arga kamu yang anterin Mbak Cantik, piye toh?" Nabas lalu mengambil ponselnya, seolah memeriksa apakah Pelangi baik-baik saja.
"Aelah, kalau gua barengin Pelangi ... pasti gua bakalan konfrimasi ke elu, anjir! Beneran Om Arga bilangnya gitu?" tanya Sammy dan hanya dibalas dengan alis yang mengangkat cepat oleh Nabas. Sammy lalu menutup laptopnya yang dari tadi dibuat untuk mengerjakan tugas untuk lusa.
"Ga mungkin Om Arga boong. Pasti Pelangi yang minta. Bener-bener tuh anak, ya ... mana gua dibawa-bawa lagi, anjir," gumam Sammy lalu meliukan badannya ke kanan--kiri untuk bersiap mengomel dan meroasting Pelangi lebih panjang. Gina yang ikut kesal meskipun tak tahu apa-apa juga memijat bahunya.

YOU ARE READING
Tak Setinggi Langit
RomanceBumi akan tetap jadi bumi walaupun memanjat dengan cara apapun. Begitupula yang harus menjadi takdir Nabastala yang tidak akan bisa menjadi seperti yang diharapkan Pelangi.