07. Takut

587 82 46
                                    

- RUMAH TANPA ATAP -

"Assalamualaikum dan selamat pagi!!!"

"Halo sobat-sobat radio, kembali lagi bersama saya, Rendi Pradipta, hoho~"

"Bagaimana kabar sobat-sobat sekalian? Semoga baik-baik saja, karena saya di sini akan mengajak kalian bernostalgia dengan beberapa lagu zaman 90-an, yey~"

Katarina duduk dengan tenang di depan meja belajar Selena, ia melipat kedua tangan di atas sana dan menjadikannya sebagai bantalan. Di hadapannya, ada radio kecil yang dibelikan Teh Aca sebagai hadiah ulang tahun, tahun kemarin. Katarina ini memang sedikit kuno anaknya, tapi baginya mendengar suara radio jauh lebih menyenangkan ketimbang menonton siaran televisi.

"Sobat-sobat, seperti biasa, sebelum saya memutar lagu pertama, saya akan menunggu panggilan dari kalian."

Katarina mengangkat kepalanya dengan segera, jemarinya bergerak cekatan mengambil ponselnya dan segera menghubungi MC radio tersebut. Paginya selalu disambut oleh sapaan hangat Rendi Pradipta, MC yang baru di kontrak sekitar beberapa bulan belakangan ini.

"Baik, kita telah terhubung sekarang. Selamat pagi~"

Katarina terpaku membisu dibuatnya, panggilan terhubung sekarang. Setelah melewati hari-hari yang panjang, akhirnya terhubung juga.

"Halo?"

"I-iya, halo!" sahut Katarina reflek dengan nada yang semangat. "Halo~"

"Hai Sobat, boleh saya tahu nama kamu?"

"H-halo, nama saya Katarina."

"Halo Katarina~"

"Sobat-sobat sekalian mau mendengar curahan hati kamu, nih. Barangkali ada yang ingin kamu bicarakan di sini? Sebelumnya, saya ingatkan kembali bahwa nanti lagu-lagu yang akan diputar bertajuk tahun 90-an."

Dan Katarina menghabiskan waktu pagi sepinya dengan berbincang ria bersama pemuda di seberang sana. Bahkan, Katarina setia di sana sampai MC Rendi Pradipta menyelesaikan tugasnya.

Begini jadinya kalau tidak punya kegiatan apa-apa, beruntung punya radio lucu yang dibelikan oleh Teh Aca.

"Heh, Cacat!"

Pekikan itu membuat Katarina terperanjat kaget, ia menoleh dan melihat Bibi Nana berdiri di depan jendela yang terbuka.

"Buka pintunya, ambilkan uang buat saya, sekarang!"

"Bibi kerja, dong," ucap Katarina. "Di sini yang kerja cuma Teh Aca, Bibi ngga kasihan apa? Nanti, kalau sudah punya uang, kami pasti bayar hutang-hutangnya, kok."

"Alah, mustahil!" protesnya. "Saya tidak percaya! Cepat berikan saya uang sekarang juga!"

Katarina menghembuskan napas kasar, lalu ia mendorong kursi rodanya ke arah Bibi Nana. Dengan gerakan tak terduga, Katarina menarik jendela dan menutup kordennya. Maka saat itu juga, Bibi Nana teriak-teriak seperti orang tidak waras lagi. Entahlah, Katarina juga bingung, inginnya segera melunasi semua hutang alm. Ayah padanya, tapi uang belum ada. Ingin segera jauh-jauh dari Bibi Nana, terlalu berisik soalnya.

- RUMAH TANPA ATAP -

Sepasang mata Bianca memicing, ia tersenyum penuh kemenangan melihat dua pemuda nakal itu lagi. Mereka tak lepas dari pengawasan Bianca sekarang, baru setelah dirasa cukup ia berjalan ke arah mereka dan menepuk bahu keduanya.

"Brengsek!!!"

Keduanya mengumpat dengan kompak, lalu saat berbalik dibuat terkejut oleh keberadaan Bianca yang masih memegangi bahu mereka. Dengan perlahan Bianca menurunkan tangannya, ia menepuk kedua telapak tangan tersebut seolah beres menghadapi kenakalan mereka.

Rumah Tanpa AtapTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang