25. Meninggalkan Juga?

572 64 26
                                    

Kejutan~

— RUMAH TANPA ATAP —

"Mustahil, Lena tidak mungkin melakukan hal sekeji itu."

Bianca mengaduk sayur yang akan menjadi menu makan sore ini. Meski hidupnya terus berjalan, tapi dia tetap belum melupakan tentang keadilan atas kepergian Katarina dan Selena.

Juan Abraham harus dihukum mati!

Dan kasus kematian Selena harus diungkap. Yakin, Selena tidak mungkin melalukan hal sekeji itu. Selena punya akal, dia anak yang pintar, tidak mungkin dia menyelesaikan hidupnya begitu saja. Mustahil.

Bianca menoleh ke arah kotak garam, rupanya garam sudah habis. Sedang dia harus memasak beberapa menu lainnya. Jika begini, dia harus pergi beli terlebih dahulu.

"Nirin, Teteh titip sayur di dapur, ya? Belum matang, masih direbus. Teteh mau beli garam dulu, habis soalnya."

"Okay, Teh."

Bianca mengerucutkan bibirnya. "Kamu tidak mau membelikan apa? Biar Teteh beresin masakannya."

Nirina menggelengkan kepalanya, sementara itu Wilona terlihat sibuk menggigit jemarinya sendiri. Bianca menghela napas pendek, dia menghampiri Wilona dan memegangi lengannya.

"Siapa suruh gigit jari begitu?" tanya Bianca. "Memang bagus seperti itu, Wilo?"

"Maaf, maaf, maaf," ucap Wilona berulang. "Wilo minta maaf, Wilo minta maaf, Wilo bersalah, maaf."

"Antar Teteh, yuk!" ajak Bianca. "Nanti beli es krim, deh."

Wilona menggelengkan kepalanya. "Wilo mau di sini saja, Wilo mau sama Nirin!"

"Teteh!" protes Nirina.

"Nirin!" yakin Wilona. "Nirin itu tidak pakai Teteh, Nirin ya Nirin! Kan, Nirin adiknya Wilo!"

"Ish, Teh Aca~" rengek Nirina. "Lihat Wilo, dia tidak menghargai Nirin sebagai Teteh."

"Ampun, deh." Bianca hanya bisa geleng-geleng kepala. "Kalian berdua ini, ya."

"Nirin ngambek!"

"Wilo juga!"

"Eh?"

Bianca bingung pastinya. Dia berada di antara kedua adiknya yang sedang berdebat kecil. Setelah tidak bersama Katarina dan Selena, suasana rumah masih belum berubah. Sebab ada Wilona dan Nirina yang akan mengisi kekosongan. Mereka memang ditakdirkan untuk menemani Bianca, menguatkan Bianca agar tetap hidup.

"Berantem, nih?" tanya Bianca. "Teteh tinggal, ya?"

Nirina mengangkat kedua bahunya masa bodoh, sedangkan Wilona beralih menggigit jemarinya lagi. Kalau Bianca tidak menyadari hal itu, sudah habis jemarinya digigit.

"Teteh beli garam dulu," kata Bianca. "Kalian berdua baik-baik di rumah, harus baikan sampai Teteh pulang."

"Tidak mau!" tolak Nirina.

"Ya sudah, nanti Teteh pulang tanpa beli camilan."

"Ih!!!" pekik Nirina. "Ya sudah, iya nanti bakalan maaf-maafan. Tapi janji pulang bawa camilan, ya, Teh? Selain ingin makan, Nirin juga mau camilan."

"Iya Nirin, Teteh belikan," ucap Bianca tanpa keberatan. "Tenang saja, Teteh bisa beli apapun sekarang. Teteh bisa kasih apapun yang kalian mau."

"Wilo mau es krim," cicit Wilona. "Tapi Wilo takut~"

Bianca mengulurkan tangannya, ia mengusap pucuk kepala Wilona dan mengakhirinya dengan sebuah kecupan lamat.

"Teteh yang beli, es krimnya bakalan buat Wilo ingat masa-masa saat Ayah sama Ibu masih ada," tutur Bianca. "Wilo akan suka es krim lagi, kan?"

Rumah Tanpa AtapTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang