15. Siapa Orang Itu?

487 66 44
                                    

Maafin guys, di part sebelumnya ngga sempat balas komen, sibuk banget saya nya, update ini juga nyempetin di waktu mepet, mwehehe.

— RUMAH TANPA ATAP —

Wilona memegangi lengan Bianca dengan erat, hal itu membuat Bianca cukup bingung karena jarang sekali adiknya bersikap seperti ini ketika bertemu dengan Pak Theo. Kalau Bianca bilang akan bertemu dengan Pak Theo, Wilona pasti sudah beralasan agar tidak menemaninya ke tempat ini.

"Wilo tidak mau ikut."

Theo tersenyum tipis. "Mengapa? Bukannya Wilo suka dengan suasana pantai, ya?"

Wilona menggelengkan kepalanya kuat, ia makin erat menggenggam tangan Bianca sampai-sampai Bianca makin kebingungan.

"Kamu tidak mau berlibur dengan Yuna?"

"Yuna?" sahut Wilona yang spontan saja membuat genggamannya pada Bianca lepas. "Yuna, Yuna, Yuna."

Theo mengangguk. "Yuna yang minta ke saya untuk mengajak kamu, Wilo."

Wilona mengangkat pandangannya, ia menatap Pak Theo sekilas sebelum pada akhirnya tatapan matanya terus bergerak ke mana pun sebab tidak fokus. Jangan tersinggung apabila berbincang dengannya, dia memang tidak punya titik fokus tertentu. Pak Theo sendiri sudah memakluminya.

"Mau, Wilo mau kalau begitu," ucapnya. "Wilo ikut."

Bianca mengusap punggung Wilona dengan penuh kasih sayang. Dia mempercayai sepenuhnya Pak Theo yang akan memberikan perhatian sebagai seorang ayah untuk Wilona. Hal itu disebabkan oleh kebaikan Pak Theo yang telah memberi Wilona peluang belajar di sekolahnya. Menyekolahkan anak berkebutuhan khusus itu perlu biaya tambahan, dan Pak Theo berhasil meringankannya.

"Besok saya jemput kamu," ucap Pak Theo. "Usahakan Wilo bangun pagi-pagi, ya? Yuna tidak suka menunggu."

"Ya!" seru Wilona, jemarinya bertaut satu sama lain. "Ya, Wilo akan pergi, Wilo akan bangun pagi, Wilo akan main sama Yuna."

Bianca makin tersenyum. Jika bukan dengan Pak Theo, entah kapan Wilona pergi liburannya. Bianca ini hidupnya berporos pada pekerjaan untuk memenuhi seluruh kebutuhan adik-adiknya. Bianca ini hanyalah gadis berkebutuhan khusus yang sedang memperjuangkan hidup keluarga kecilnya.

"Pak Theo, terima kasih."

Theo mengangguk. "Tidak masalah, Yuna senang dengan Wilo."

"Kalau boleh tahu, memerlukan berapa hari?"

"Belum tahu, mungkin satu pekan, tidak apa?"

Bianca mengangguk setuju, kemudian ia merangkul bahu Wilona seraya mengusapnya dengan penuh kasih sayang. Wilona pasti akan senang nanti, dia bisa liburan ke pantai bersama dengan keluarga kecil Pak Theo. Kalau Bianca tidak salah, Wilona cukup dekat dengan putri tunggalnya Pak Theo yang bernama Yuna, Wilona juga menjadi dapat perhatian dari istrinya Pak Theo. Jadi, bagaimana Bianca tidak mempercayainya?

Setelah selesai makan, akhirnya Bianca dan Wilona harus memisahkan diri mereka dengan Pak Theo. Beruntunglah mereka diajak makan malam di resto dekat rumah, hingga mereka bisa pulang dengan jalan kaki saja.

Bianca beberapa kali menoleh ke belakang karena merasa diikuti. Namun, matanya tak kunjung menangkap satu pun hal mencurigakan di belakang.

— RUMAH TANPA ATAP

"Teh Aca."

"Lena."

"Wilo."

"Nirin."

Rumah Tanpa AtapTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang