LIMA

177 18 0
                                    

🌷🌷🌷

Jangan lupa tekan tombol bintang di pojok kiri, okeeii?

Ramaikan komentar juga jangan lupa! ^^


Happy Reading🌷

Jika bukan karena kondisi kakinya yang terkilir, mungkin saja saat ini Acel berada di sekolahan dan bertemu teman-temannya. Sayangnya, Riri memaksa Acel untuk istirahat terlebih dahulu sebelum berangkat sekolah.

Acel sebenarnya bukanlah seorang Extrovert, melainkan hanya butuh hiburan. Kejenuhan menemani gadis yang rambutnya dibiarkan terurai itu, ingin berdiri pula susah, kaki kanannya masih sakit jika dibuat menapak.

Kotak musik yang diatasnya terdapat gadis yang sedang memegang boneka beruang, itu masih mengalunkan bunyi menenangkan. Meski usianya sudah lama, tetapi kotak musik ini terus Acel rawat dengan baik karena benda ini adalah satu-satunya pemberian ibunya yang tersisa.

Senyum tipis terlukis di bibir Acella. Dia menutup kembali kotak musik tersebut, menaruhnya diatas nakas. Riri sedang pergi belanja saat ini, Acel juga tidak mau diam saja diatas ranjang. Gadis itu memutuskan untuk mencoba berjalan ke balkon kamarnya, meskipun sedikit susah.

Dengan langkah yang terus dipaksakan, tangan Acel sampai di gagang besi pembatas balkonnya. Detik jam menunjukkan pukul sebelas siang, bertepatan dengan hari Jumat, pasti teman-temannya sudah pulang.

Komplek rumahnya terlihat mulai ramai orang yang berdatangan ke masjid yang jalannya melewati blok rumah Acel. Sementara Acella, hanya duduk di sofa kecil dengan menatap manusia-manusia dengan segala kepentingan mereka yang berlalu-lalang dibawah.

Tetapi pandangan mata Acel berhenti pada suatu objek. Orang yang kemarin tanpa sengaja dirinya dorong sampai jatuh bersujud membelakanginya, Hael, yang sekarang masih menjadi Alta.

Tidak ada angin ataupun hujan, Acel mengambil ponselnya yang tergeletak di meja kecil didepannya. Dia membuka kamera, lalu menangkap gambar lewat sela-sela pembatas itu. Namun, target yang diintai Acel juga peka. Althario yang saat ini sudah berganti pakaian menjadi koko, dan berjalan bersama Arka sadar jika dirinya di paparazi.

Sepersekian detik kemudian, Acel tersadar akan hal yang dilakukannya. Bodoh sekali dia, apa yang baru saja dirinya lakukan? Paparazi? Hael? Selain kakinya yang sakit, apakah otaknya juga begitu?

Di sisi lainnya, Alta yang sadar jika dirinya di paparazi ditempat seperti ini, hanya bersikap tenang dan tidak menunjukkan ekspresi apapun selain datar. Dirinya memang sedang berada di komplek rumah Arka, dan sekalian melaksanakan sholat Jumat disini. Alta sendiri memang sering mengunjungi Arka, maka baju-baju Alta juga banyak yang ditinggal, yang mungkin digunakan untuk menginap.

Memang rumah Arka tidak semewah rumahnya. Tapi setidaknya, rumah Arka punya hal yang memang seharusnya ada dalam kata 'rumah', dan bukan hanya bangunan yang didalamnya sangat amat datar.

Orangtua Arka juga menganggap Alta, ataupun Hael sedemikian anaknya. Tetapi orang tua Arka tidak tahu tentang siapa itu Althario, dan mungkin sebaiknya tidak diberitahu.

"Ka, rumah tingkat minimalis yang dicat putih pink itu, rumahnya siapa?" tanya Alta pada sahabatnya.

"Maksud lo yang didepannya ada banyak bunga, sama ayunan putih itu?" Arka bertanya balik. "Itu rumah Tante Riri, alias tantenya Acella yang jual risol yang kemaren lo beli."

Semesta untuk Hael [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang