DUA PULUH LIMA

63 9 1
                                    

🌷🌷🌷

vote dulu gaiss

komennya jangan lupa yaa!

Happy Reading🌷

"Lo kenapa? Murung aja daritadi, gak suka gue deketin?" Javier bertanya ketika hampir sampai didepan kelas. Acel paham, mungkin maksud tingkah Javier tadi untuk membuat panas Alta, ataupun Hael.

Tetapi jujur, Acel tidak sama sekali merasa nyaman, pasti ada sesuatu yang terselip dibalik tingkah Javier, sudah dapat dipastikan.

"Lo masih bisa ngomong kaya gitu, setelah lo bunuh tante gue?" Acel berujar pelan, sangat pelan karena kondisi sekitar sedang ramai.

Tidak berminat dengan laki-laki itu, Acella langsung masuk kedalam kelasnya, dengan perasaan yang kurang bersemangat. Entah apa alasannya, Acel sedang tidak ingin melakukan apapun saat ini.

Satu orang melihat interaksi mereka, laki-laki yang berdiri dibelakang kedua pasangan itu mendengar sedikit percakapan mereka. Kemudian berlalu, tidak jadi berbicara dengan Acel.

Baru saja menjejakkan kaki didepan kelas, sudah disambut dengan Annia duduk di bangkunya, sedang membaca buku. Dia tersenyum menatap kedatangan Acel, "Abis dianterin mas pacar sampe depan kelas, nih. Dasar bulol."

Acel duduk dengan malas. "Najis, ah. Gak sudi sebenernya gue deket-deket dia."

"Kalo gak sudi, ngapain pacaran?" tanya sahabatnya itu dengan senyum tengil.

"Takdir."

"Mboh, Cel, karepmu."

_💫_

"Sebentar lagi bel masuk, nanti kamu saya antar ke kelas, ya, Tanula. Sementara kamu boleh mengisi beberapa formulir kosong ini." Kepala sekolah berujar dengan ramah.

Tanula, pun mengisi satu per-satu formulir yang berada di meja. Tadi, saat keributan, untungnya Kepala Sekolah langsung mendengar dan melerai keributan yang terjadi.

"Saya tinggal sebentar, ya. Ada urusan." Tanula mengangguk tanpa mengalihkan pandangan.

Gadis itu melihat ke sekitaran ruangan kepala sekolah, cukup luas dan semua benda tertata rapi.

"Kira-kira kelasku dimana, ya?" monolog Tanula pada dirinya sendiri.

"Semoga gak bareng Acel, deh, nanti aku bisa muntah tiap detik kalo liat muka dia."

Tak berselang lama, bel sekolah berbunyi, menandakan jam masuk. Derap kaki pula terdengar, kepala sekolah masuk dan menaruh ponselnya kedalam saku.

"Tanula Aletta, sudah selesai isi formulirnya?" tanya Kepala sekolah.

"Sudah."

"Oke, bolpoinnya taruh disitu saja, sekarang saya antar kamu ke kelas."

Tanula mengangguk dan berdiri, Kepala sekolah berjalan dan diikuti oleh Tanula dibelakangnya. Selama perjalanan menuju kelas barunya, pemandangan bangunan sekolah yang terbilang mewah ini, dapat disaksikan Tanula.

Gadis itu mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru koridor yang kosong, karena semua siswa telah masuk ke kelasnya masing-masing.

Mata Tanula sempat menatap seseorang yang ditargetkannya, Haelgan. Dirinya berharap masuk ke kelas itu, tetapi Kepala sekolah justru berhenti, didepan kelas XI IPS 3.

Tanula sedikit melenguh kesal, tetapi mau bagaimana lagi? Kepala sekolah ini bukanlah ibu panti yang bisa dirinya tawar keputusannya.

Kepala sekolah masuk mendahului Tanula, kemudian berhenti didepan kelas. Nula mengekor saja dibelakang kepala sekolah.

"Perhatian semuanya, ini teman baru kalian, tolong berteman dengan baik dan akrab, ya. Tanula, silahkan perkenalkan diri kamu," ujar kepala sekolah.

"Hai semuanya, saya Tanula Aletta, murid baru yang sekarang pindah ke sini."

"Oke, yang lain, ada pertanyaan?" tanya pak kepala sekolah.

"Pindahan dari mana, kalo boleh tau?" tanya salah satu siswa.

"Ah, itu ... privasi." Tanula tersenyum kikuk saja didepan kelas. Bingung harus menjawab apa.

"Jangan-jangan pindahan dari panti, tuh. Hahaha!" Siswa lain menimpali.

"Dijaga ucapannya, Gia. Tidak baik berbicara seperti itu, terlebih Tanula baru bergabung disini." Pak Kepsek menatap tegas gadis yang bernama Gia itu. " Tanula, kamu boleh duduk di meja kosong sebelah sana."

Tanula mengangguk. "Makasih, Pak."

Saat duduk, Tanula terlihat risih dengan gadis disamping dirinya, terlihat sangat culun dan klasik. Kacamata merah bundar bertengger, rambut yang dikuncir kuda dan tatapan yang selalu mengarah ke buku. Bisa dipastikan jika gadis yang menjadi teman sebangkunya itu tidak famous.

"Saya tinggal dan kondisikan kelasnya sebentar. Bu Via akan masuk setelah ini."

"Baik, Pak," seru satu kelas serempak.

Gadis didepan Tanula langsung memutar tempat duduknya, menghadap kearah Tanula.

"Lo mau-maunya duduk sama si culun ini, La. Kalo gue sih, najis," ujar gadis didepannya itu. "Lo liat deh, bajunya aja kumuh gitu."

Tanula mengikuti arah tunjuk Alhena, kemudian menyadari jika baju gadis culun disampingnya ini memanglah kumuh.

"Kenalin, gue Alhena. Kalo mau, kita bisa temenan. Daripada lo deket-deket si bau itu." Alhena menyodorkan tangannya.

Melirik sekilas ke gadis culun yang tengah menunduk itu, Tanula kemudian menyambut jabatan tangan dari Alhena. "Gue, Tanula."

Senyum miring tercetak jelas di bibir Alhena. "Yo, girl! Kita ada member baru, nih!" teriak gadis itu memenuhi seluruh penjuru kelas.

Yang lain hanya tersenyum pada Tanula, sejauh ini, Nula merasa tidak seburuk itu. Perlakuan Alhena membuat dirinya melupakan bayang-bayang jika dirinya berteman dengan gadis culun disampingnya.

_🌷_

makin menjadi wae si Tanula

tembus 10 vote, aku langsung update yea

tbc. see uu next part, Staryn ⭐
🌷plower

Semesta untuk Hael [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang