SEMBILAN

124 17 0
                                    

🌷🌷🌷

sebelum baca, tekan tombol vote dulu🌷

bagian ini berisi adegan full flashback!

Happy Reading!🌷


21.30

"Papa ... Ael mau masuk ..."

Hael kecil yang pada saat itu berusia delapan tahun, meringkuk kedinginan didepan pintu rumah besarnya. Tidak ada siapapun disana. Semua orang-orang yang bekerja dirumahnya telah Johnny liburkan.

Hujan mengguyur dengan derasnya, berkali-kali Hael sudah mencoba untuk masuk kedalam. Tapi seluruh akses rumah sudah dikunci rapat-rapat oleh Johnny tanpa celah.

Hael menangis sesenggukan disana, dia bahkan tidak tahu kesalahan apa yang membuat Papanya bisa sebegitu marah hingga menyeretnya keluar dan mengunci rumah besar itu.

Anak laki-laki bermarga Laksana itu berjalan menuju jendela besar yang berada di sisi samping rumah besar nan mewahnya. Tangannya dengan perlahan mengetuk jendela, namun tidak terdengar karena guyuran hujan sangat hebatnya. Udara semakin dingin dan mencengkam, bibir anak itu terlihat pucat membiru. Tubuh kecilnya menggigil kedinginan, badannya meluruh begitu saja ke tanah.

Hael menumpu kepalanya yang tertunduk dengan kedua tangannya. Kepalanya sangat amat pening. Bahkan suaranya sudah habis untuk berteriak.

"Ael kedinginan, Papa ..."

"Ael mau dipeluk ... Ael mau disayang ..."

Anak itu terus berujar serak, berharap Papanya mau membukakan pintu untuknya, walaupun suaranya tidak mungkin terdengar sampai kedalam. Bahkan, untuk berdiri saja tumpuan pada kakinya tidak lagi sanggup. Hujan terus turun dengan deras, mengguyur seluruh tubuh Hael yang membuatnya semakin menggigil.

Brak

"Ael nggak kuat ..."

Tubuh Hael  terjatuh begitu saja di depan jendela besar rumah kediaman Laksana. Dengan wajah pucat dan tangan yang membiru, Haelgan kecil kehilangan kesadarannya.

🌷🌷🌷

Satu tahun kemudian ...

Seorang anak laki-laki terlihat sedang menggambar sesuatu dengan senyum merekah. Saat itu, tugasnya adalah membuat gambar keluarga dan ditunjukkan pada orang tuanya.

Hael masih sibuk dengan krayon biru miliknya, memberikan beberapa sentuhan terakhir dari karyanya ini. Hael menduga, pasti Papa dan Mamanya sangat suka dengan gambarannya. Hael bahkan sudah menghabiskan banyak kertas dan waktu untuk menyelesaikan ini.

"Ada Papa, Mama, dan Ael." Hael menunjuk ketiga anggota keluarganya. Dia berniat menambahkan beberapa pemandangan untuk memberikan kesan indah untuk hasil gambarnya.

"Kalau keluarga kita terus begini, Ael pasti bahagia terus. Nanti Ael jadi pahlawannya Mama dan Papa, jadi kesayangan dan kebanggaannya Mama dan Papa!" ujarnya sembari bertekad kuat.

Anak itu mengemasi buku-bukunya dan alat tulis yang berserakan diatas meja belajarnya. Kemudian Hael mengambil satu sticky notes untuk dirinya menulis surat yang akan diberikan ke orang tuanya.

Untuk Mama dan Papa, kesayangan Ael.

Terima kasih sudah jadi yang terbaik buat Ael.
Terima kasih sudah selalu sayang sama Ael.
Terima kasih karena sudah bahagiain Ael.
Terima kasih banyak buat Mama dan Papa.

Semesta untuk Hael [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang