DUA PULUH DUA

70 6 0
                                    

🌷🌷🌷

sebelum baca, tekan tombol vote duluu

komennya juga jangan lupa yaa!

btw maaf telat post guys, kelupaan😭😭

Happy Reading 🌷

Tidak ada yang membuka suara di perjalanan. Hael dan Acel, mereka sama-sama diam. Acel menunduk sedari tadi, tidak berani berbicara dan takut jika Hael marah.

Tidak terasa, mereka sudah sampai di depan pekarangan rumah Acel. Hael menepikan motornya, kemudian Acel turun dan memberikan helm.

"Hael?" Acel memanggilnya.

Hael mengangkat sebelah alisnya. "Ada apa?"

"Lo percaya sama gue, nggak?"

Hael hanya menghembuskan nafasnya panjang, kemudian menghidupkan mesin motornya. "Gue pamit, Lei."

Laki-laki itu pergi dari sana, Acel masih setia terdiam melihat pundak Hael yang lama kelamaan mengecil dan menghilang. Mungkin, untuk saat ini, dunia sedang tidak berpihak padanya.

Acel menunduk, kemudian merasakan air menetes dari atas, awan malam pula terlihat semakin gelap. Pertanda sebentar lagi akan turun hujan. Gadis itu segera masuk kerumahnya.

___💫___

Dijalan, Hael merasa pikirannya kacau. Dia tentu tidak percaya dengan Acella yang menyakiti Tanula, semuanya tentu tidak mungkin. Hael mengencangkan tarikan pada gas motornya, melaju dengan kecepatan penuh.

Hujan mulai turun dan terasa menitik perlahan, jarak rumahnya sebentar lagi dirinya capai. Hujan semakin deras, namun Hael sudah sampai di depan rumahnya. Laki-laki itu memasukkan motornya kedalam garasi.

Dia bisa menebak, ada Johnny disana. Papanya sudah pulang. Hael masuk lewat pintu depan dengan tubuh yang basah kuyup walaupun sudah memakai jaket.

Dia berjalan dari ruang tamu, berniat menaiki tangga untuk ke kamarnya, tubuhnya secara spontan berhenti dan melihat interaksi tiga orang yang sedang makan malam diruang makan.

Terlihat jelas di mata Hael. Perlakuan Johnny yang ditujukan untuk Seano, sama persis dengan perlakuan yang dahulu ditujukan untuk dirinya. Meja besar dengan banyak makanan, dahulu Johnny dan Tania menyuapi dirinya dengan rasa sayang, dengan kebahagiaan yang menghiasi makan malam mereka.

Tetapi, siapa sangka jika semua itu tinggal sebuah kenangan? Posisi Hael yang dulunya disana, kini sudah berbeda. Laki-laki itu memutuskan untuk berhenti melihat keduanya, Hael tersenyum kecut, merasakan tubuhnya sudah mulai menggigil. Dia lalu menaiki tangga dan menuju ke kamarnya.

Laki-laki itu sudah berganti pakaian, celana training hitam dengan kaos oblong yang berwarna sama, secangkir teh hangat ditangannya. Tatapan Hael menyorot sendu kearah hujan.

"Gue salah, ya?"

"Harusnya ... Gue harus dengerin cerita Acel dulu."

Hael menutup matanya frustasi. "Lo bodoh banget, Hael."

Merasa tersiksa dengan emosinya sendiri, Hael memutuskan untuk pergi kerumah Acel, ingin meminta maaf dan mendengarkan cerita gadis itu. Hael menaruh cangkirnya dan mengambil jaket, dia memegang knop pintu, kepalanya berdenyut kencang.

Semesta untuk Hael [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang