Bertemu Di Setiap Kesempatan

6.4K 408 27
                                    

Hellooo~
Gimana-gimana? Masih semangat buat baca cerita Major Let Me Love You?

Oh, iya! Jangan lupa untuk vote dan comment yang banyak di cerita ini. Okeey?? Kalau ada typo yang bertebaran, mohon dimaafkan.

Happy reading!

°
°
°
°

"Maisa! Ini apa-apaan, sih? Kenapa kamarmu kayak kapal pecah gini!?" Tanya Veve yang terkejut melihat kamar Maisa yang penuh dengan tumpukkan kertas dilantai.

Diambilnya kertas-kertas itu, hendak ia buang ke tempat sampah kecil diujung kamar Maisa.

"Mamah! Jangan dibuang kertas aku! Itu bekas revisi berita yang bakalan terbit sore nanti."

"Tapi jangan berantakan gitu lah, nak. Ini kamarmu sudah kayak kapal pecah begini."

"Maaf, habis lagi hectic banget, Mah dikantor. Juniorku minta bantuan untuk buat artikel."

Veve hanya bisa mengelus dada sabar melihat tingkah sang putri, "Kamu mandi sana! Siap-siap ikut Papi ke Kantor Kemenhan."

"Ngapain? Enggak mau, ah. Capek, mau tidur aja."

"Nurut atau Mamah potong uang bulananmu?"

Mendengar ancaman dari sang Ibu membuat Maisa terpaksa mengiyakan permintaan itu.

Walaupun sudah bekerja, Maisa masih tetap dapat jatah bulanan dari kedua orang tuanya. Lumayan, hitung-hitung untuk investasi masa depan.

"Yaudah, Mamah keluar gih. Maisa mau mandi."

"Pakai baju yang rapih, kali aja nanti ada yang kepincut sama kamu." Ucapan Veve yang dibalas delikan tajam oleh Maisa.

Maisa dengan malas pun bersiap-siap, dua puluh menit untuk mandi, dan sekitar lima belas menit untuk merias diri. Sebentar bukan?

Sampai dilantai bawah, ia sudah melihat Heru—Ayahnya— berdiri tegap dengan seragam militer kebanggaannya, sambil sesekali melirik arloji ditangan kirinya.

"Kalau sampai lima menit lagi belum turun, saya dobrak pintu kamar anak ini."

"Enggak perlu didobrak juga Maisa sudah disini, Pi~" Sahut Maisa dengan wajah menyebalkannya.

"Kamu mandi atau semedi? Lama. Kamu harus biasakan untuk disiplin waktu, Arshaka Maisadipta."

"Siap, salah. Mohon maaf, Bapak Jenderal! Janji enggak gitu lagi, ciyus deh."

"Lagian buru-buru banget? Kenapa temuin Pakde harus ke kantor Kemenhan? Kenapa enggak kerumah Kertanegara aja?"

"Ini tugas negara, bukan ajang silahturahmi antara adik dan abang."

Heru pun segera melangkahkan kakinya ke luar rumah, Maisa sontak berlari kecil ikut menyamakan langkah kakinya dengan Heru.

"Mamah enggak ikut, Pi?"

"Tidak."

"Aduh, Maisa belum sarapan ini. Sarapan dulu boleh, ya? Lima belas menit saja~"

"Nanti telat, Maisa. Sudah nanti sarapan di jalan saja."

Veve hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat perdebatan suami dan anaknya itu. Terlalu lelah jika harus menjadi penengah diantara kedua manusia berkepala batu itu.

"Hati-hati dijalan ya, Mas. Mai, kamu jangan jauh-jauh dari Papi. Jangan pecicilan, jangan buat malu Papi."

"Iya, iya. Mengerti ibunda."

Major Let Me Love You Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang