Hellooo~
Mohon baca pesan singkat dibawah ini yaa sayang-sayangku.
Pesanku cuma satu, jangan bawa-bawa dan sangkut pautkan cerita ini dengan real life para visual yaa. Ayo sama-sama kita jadi pembaca yang pintar dan bijak <3
Oh, iya! Jangan lupa untuk vote dan comment yang banyak di cerita ini. Okeey?? Kalau ada typo yang bertebaran, mohon dimaafkan.
Happy reading!
°
°
°
°Linglung.
Satu kata yang dapat menggambarkan kondisi Maisa hari ini. Semua orang berusaha untuk merangkul Maisa, memberikan dara cantik itu kekuatan.
Namun, Maisa menolak. Pikirannya kalut. Ini mimpi. Iya, ini hanya mimpi.
Theo, berusaha mendekati Maisa. Mengelus pelan punggung Maisa. Maisa masih duduk termenung. Memandang kosong kearah pigura besar, foto Heru saat kenaikan pangkat beberapa bulan yang lalu.
"Mai...." Panggil Theo pelan.
Maisa diam, tak ingin merespon apapun yang keluar dari mulut mereka. Dan, Theo paham. Tidak mudah untuk perempuannya itu lewati. Semuanya sangat tiba-tiba.
Suara sirine ambulance yang memekakkan telinga terdengar. Dengan cepat, Maisa berlari keluar. Meninggalkan mereka yang hanya bisa memandang sendu kearah Maisa.
Maisa melihat orang-orang berseragam itu mulai menurunkan peti yang berbalut bendera merah putih. Maisa merasakan dadanya semakin sesak.
Ini bukan mimpi. Ini nyata. Heru benar-benar sudah terlelap dalam tidur panjangnya.
"Papi....." Panggil Maisa pelan.
Ketika mereka melintas dihadapan Maisa, Maisa berusaha menggapai ujung peti itu. Namun usahanya sia-sia, tubuhnya lemas. Betul-betul lemas.
Mika, perempuan yang sedari tadi mengikuti Maisa keluar pun membantu membopong tubuh Maisa kembali kedalam rumah. Maisa bisa melihat, Veve yang kembali menangis sembari memeluk erat peti mati itu.
"Maisa, sini nak..." Panggil Pak Pradana pelan.
Maisa menggelengkan kepalanya, menolak permintaan dari Pak Pradana. Air matanya mengalir.
"Itu bukan, Papi. Papiku masih hidup. Papi sudah janji mau pulang." Ucap Maisa menjerit kencang.
Mas Bio yang berdiri tak jauh dari Maisa tak kuasa menahan tangisnya. Di peluknya erat tubuh Maisa yang memberontak.
"Enggak mau! Jangan peluk aku! Cuma Papi yang boleh peluk aku!" Jerit Maisa kencang.
"Ikhlas, Mai. Istighfar sayang...." Ucap Mas Bio berusaha menenangkan Maisa.
"Suruh Papi bangun, Mas Bio." Sahut Maisa pelan.
Mas Bio mengecup puncak kepala Maisa, dipeluknya tubuh adik sepupu kesayangannya itu.
"Maisa kuat, adiknya Mas Bio kuat." Bisik Mas Bio.
Dengan sedikit tertatih, Maisa menghampiri peti jenazah di hadapannya.
"Papi....." Panggil Maisa pelan.
"Kenapa pergi?"
"Kenapa tinggalin Maisa dan Mamah berdua disini?"
"Nanti, siapa yang jaga Maisa lagi, Pi?"
"Bangun, ya, Pi. Maisa janji enggak akan nakal lagi, Maisa janji akan lebih disiplin lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Major Let Me Love You
FanfictionTentang Arshaka Maisadipta yang dibuat jatuh hati dengan seorang laki-laki berpangkat Mayor. Perwira menengah angkatan darat baret merah. Salah satu ajudan sang Paman.