Solo dan Sebuah Harapan

576 99 6
                                    

Hellooo~

Mohon baca pesan singkat dibawah ini yaa sayang-sayangku.

Pesanku cuma satu, jangan bawa-bawa dan sangkut pautkan cerita ini dengan real life para visual yaa. Ayo sama-sama kita jadi pembaca yang pintar dan bijak <3

Oh, iya! Jangan lupa untuk vote dan comment yang banyak di cerita ini. Okeey?? Kalau ada typo yang bertebaran, mohon dimaafkan.

Happy reading!

°
°
°
°

"What are you doing here?"

Suara berat dari arah belakang nyatanya mampu membuat Maisa tersentak kecil. Maisa menoleh pelan, melihat kearah belakang. Tepat dimana asal suara tadi terdengar.

"Disini dingin. Kamu lagi apa?" Tanyanya sekali lagi ketika tak mendapat jawaban apapun dari Maisa.

"Habis telepon Mamah, Ren..." Jawab Maisa pada akhirnya.

Narendra, seseorang yang sedari tadi berdiri tak jauh dari Maisa itu tersenyum kecil, "Udara disini dingin, Mai. Ada baiknya kamu segera ke kamar. Kalau masih disini, yang ada kamu bisa sakit."

"Kamu sendiri kenapa kesini?" Balas Maisa bertanya.

"Saya mau check kerjaan untuk besok. Duduk di taman homestay kayak gini rasanya bukan pilihan yang buruk."

"Sudah malam, kenapa masih kerja?"

Mendengar pertanyaan Maisa barusan, Narendra menyunggingkan senyum manisnya. Itu bukan pertanyaan, terdengar seperti perhatian kecil untuknya.

"Saya cuma tanya. Jangan terlalu senang." Ralat Maisa buru-buru ketika melihat raut wajah Narendra yang sedikit berseri.

Narendra, laki-laki itu terkekeh samar, "Iya, saya tau. Sudah sana kembali ke kamar. Kamu harus istirahat. Perjalanan dari Jakarta ke Solo enggak sebentar, kamu pasti capek."

Hanya mengangguk singkat, Maisa pun memilih untuk segera beranjak ke dalam kamar penginapannya. Meninggalkan Narendra yang masih mempertahankan senyum manis di bibirnya.

*****

"Maisa, handphone lo mati, ya? Ini dari tadi pagi, Mayor Theo telepon gue terus karena kontak lo enggak aktif."

Sean, laki-laki berkemeja hitam itu berjalan mendekat kearah Maisa.

"Aduh, iya lagi! Handphone gue habis baterai, semalam lupa gue charge."

Sean yang mendengar itu lantas menghela nafas lelah, "Pantesan.. khawatir banget itu lakik lo. Katanya di telepon dari semalam lo enggak aktif sama sekali."

Maisa meringis pelan mendengar ucapan Sean, "Duh, sorry banget sumpah. Tolong kasih tau juga deh sekalian ke Mas Theo, bilang kalau handphone gue habis baterai."

"Oke. Lo mau pakai powerbank gue dulu? Kayaknya enggak akan keburu kalau lo cuma charge di mobil."

"Enggak apa-apa emangnya?" Tanya Maisa tak enak hati.

"Enggak apa-apa lah, sans."

Dengan tersenyum manis, Maisa menerima powerbank itu dengan sopan, "Thanks ya. Nanti gue balikin kalau sudah selesai."

Major Let Me Love You Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang