14

434 15 0
                                    

"Sayang"

Suara rengekan itu lagi yang kembali Naka dengar, ia sudah pusing mendengar Jenar merengek bahkan menangis sedari tadi. Jenar yang sakit memang sangat merepotkan.

"Hiks pusing yank" namanya sakit ya pasti pusing.

Naka memijit keningnya, ia ikutan pusing melihat tingkah Jenar yang sedang sakit. Kemana dua curut yang selalu mengikuti Jenar?

Kemana mereka pergi?

Katanya akan membawakan dokter, tapi kok dokternya nggak datang datang. Bahkan kedua orang itu tidak juga kembali dari tadi.

"Sabar Jen, Marka sama Galang lagi nyari dokter buat kamu" dan bukan nya menjadi tenang, Jenar malah semakin meraung raung.

Ya ampun, Naka harus apa?

Ia mengacak rambutnya merasa frustasi menghadapi Jenar yang sedang sakit, ternyata Jenar disaat sakit sangat se-menjengkelkan ini. Bagaimana Bubu bisa menghadapi Jenar disaat saat seperti ini?

Naka harus menghubungi Bubu,

"Halo nak, kenapa? Tumben telpon Bubu jam segini?" tanya Bubu.

Naka melangkah sedikit jauh dari tempat Jenar, kekasihnya itu terlalu bising.

"Loh Jenar kenapa? Kok dia nangis?" tanya Bubu setelah mendengar anaknya yang merengek bahkan menangis. Sebagai ibu, tentunya ia tau akan sifat anaknya dan kebiasaan anaknya. Walaupun ia laki laki, tapi ia yang sudah menghadirkan Jenar ke dunia ini, dan tentu saja dibantu oleh pak suami.

Naka menggigit bibir bawahnya lalu menjawab dengan ragu. "Anu Bu si Jenar sakit" jawab Naka takut.

Bubu menjadi riuh di sana, Naka tidak dapat mendengar karena Bubu sedang berteriak ditempatnya sana. Entah apa yang dikatakan oleh Bubu, tetapi sepertinya Naka dapat mendengar jika Bubu memanggil Daddy Jenar.

"Naka huhuhu"

Naka menghela nafas pelan, ia melangkah mendekati kekasihnya, sebelum itu ia lebih dulu membisukan suara ditelpon agar tidak membuat Bubu semakin cemas.

"Kenapa Jen?" tanya Naka sabar.

Jenar melengkungkan bibirnya, ia mengusap air matanya kasar, bibirnya mencebik menatap Naka dengan mata berkaca kaca penuh kesedihan. "Hiks Naka ndak hiks panggil Jenar sayang hiks"

Apa?

Jadi Jenar menangis hanya karena tidak dipanggil sayang?

Oh, ya ampun.

Hanya karena itu?

Sabar Naka, sabar.

Jenar sedang sakit, sedang dalam mode sensitif.

"Iya sayang, udah?"

Jenar mengembangkan senyumnya, ia mengangguk kemudian mengode Naka untuk lebih dekat dengan dirinya. Naka hanya bisa menuruti permintaan Jenar dari pada itu anak semakin tantrum.

Naka berharap kedua curut Jenar segera datang.

"Halo Naka, kamu ada di sana?"

Naka kembali melihat ponselnya, itu adalah suara Daddy Jenar.

"Masih Dad"

"Daddy sudah mengirimkan foto, itu adalah obat Jenar. Kamu tinggal datang ke toko obat dan kasih lihat foto itu, nanti mereka akan langsung memberikan obatnya" kata Daddy Jenar menjelaskan.

Naka menganggukkan kepalanya paham dengan penjelasan sang calon mertua. "Oke nanti Naka beli obatnya"

"Naka tolong jaga Jenar ya, dia kalau sakit memang agak sedikit merepotkan"

Awas Kalau Selingkuh Lagi ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang