7. Luka

4.4K 155 13
                                    

Dani terbangun pukul 6 pagi. Ringisan kuat terdengar dari mulut mungilnya merasakan tubuhnya remuk bukan main.

Rasanya ia tak bisa berdiri dengan benar. Tapi ia ingat harus sekolah.

Bisa ia lihat Tion yang masih terlelap disampingnya. Jelas ke2nya masih telanjang karena kegiatan semalam. Meski hanya sampai jam 8. Tapi kasar ya sama saja.

Dani paksakan bangkit. Menghela napasnya kemudian kakinya mulai menyentuh lantai. Tapi saat berdiri dan berjalan pelan.

Tiba-tiba...

"Akh..."

Dani kembali terduduk di ranjangnya kemudian mengangkat kakinya. Oh tidak. Belingnya tembus telapak kakinya dan itu benar-benar menyakitkan.

Dani terisak pelan karena melihat darahnya merembes dari lukanya.

Tion terbangun karena mendengar isakan Dani.

"Ck! Brisik anjing!"

Dani bungkam. Tak mau memancing keributan dipagi hari. Dani berusaha sendiri mengambil beling itu. Tapi tak berhasil.

Tion bangun dan berdiri. Lalu melihat kaki Dani yang berdarah. Ia melihat serpihan beling dilantai. Itu gelas wine nya.

Ia berdecak kemudian memegang kaki Dani yang terluka dan...

Sret!!

"Akh!! Hiks..."

"Tcih! Lemah! Lakik bukan Lo?!" Bentaknya setelah menarik kasar beling itu. Bukannya melegakan justru ia semakin memperlebar lukanya.

Tion mengangkat Dani dengan entengnya kemudian berjalan ke kamar mandi. Meletakkan Dani begitu saja dibawah shower kemudian menyalakan air dingin yang langsung mengguyur mereka. Dani terjengit lalu menggigil.

Tion memandikannya tanpa melihat darah yang menyesap bersama air. Tangisnya pelan dan tak terdengar.

Setelah mandi, Tion kembali membopongnya bahkan menggantikan seragamnya.

"Cari obat sendiri di dapur! Habis itu masak! Jangan cengeng jadi cowok!"

"I-iya..."

Dengan berjalan pincang, Dani keluar kamar mereka menuju dapur. Tak melihat darah yang terus menetes seiring langkah pelannya.

Dani mengambil kotak p3k kemudian mengobati lukanya. Setelah memperbannya, ia menghela napasnya pelan. Itu lebih baik.

Kemudian ia memasak sarapan. Hanya nasi goreng dan itu cocok untuk makan pagi hari.

Tak lama ia selesai bersamaan dengan Tion yang turun tangga dengan 2 tas ditangannya. Ia juga membawakan dasi dan ponsel Dani.

"M-makasih."

Tion berdehem dan mereka pun sarapan.

Tak lama selesai. Mau tak mau Dani harus tetap menggunakan sepatu agar teman-temannya tak tau lukanya. Ia takutnya mereka nanti mengadu pada bunda atau ayah nya dan lebih takutnya lagi Tion kena marah mereka.

Seberusaha mungkin ia berjalan normal. Meski susah. Apalagi selangkangannya yang masih terasa nyeri.

"Lama banget bangsat!"

Dani mempercepat langkahnya. Setelah menutup pintu, ia langsung masuk mobil dan mereka pun berangkat.

Hanya butuh 15 menit untuk sampai sekolah. Dani mengembangkan senyumnya kala melihat ke2 temannya menunggunya.

Tion menepuk kepalanya 2 kali lalu berlalu pergi. Formalitas semata didepan Samudra dan Ganzi agar terkesan mereka baik-baik saja.

"Tion udah nggak kasar kan?" Tanya Samudra.

DANIELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang