16. Tutup Akses

2.7K 140 2
                                    

Lina menangis melihat kondisi Tion yang memburuk. Ia memeluk putra semata wayangnya itu. Yang lainnya menatap iba. Ingin menolong pun mereka bingung harus berbuat apa.

Tion nampak kurusan dengan badan tak terurus. Sudah 2 minggu ia tak mau mengkonsumsi makanan apapun. Bahkan minumanpun tak ada yang masuk ke lambungnya membuat penyakit terus menerus menyerangnya. Bahkan dokter harus berkali-kali memberinya obat tidur agar bisa diinfus untuk menyalurkan nutrisi. Meski Tion akan terus mencabutnya jika tersadar.

Hari ini Tion nampak kejang-kejang di pagi hari saat Lina mengantarkan makanan. Tion demam tinggi. Wajahnya pucat pasi dan badannya begitu panas.

Wega mengusap punggung Lina untuk menyabarkannya. Melihat putra mereka seterluka ini karena kepergian seseorang membuat mereka tak tega.

"Dani..."

"Hiks... Iya sayang iya. Tion kuat hm. Tion anak yang kuat. Maafin Mommy, nak hiks... Mommy minta maaf."

Perlahan kesadaran Tion hilang saat dokter menyuntikkan obat tidur dengan Lina yang kuat menahan tubuhnya agar tak berontak. Setelahnya dokter memberinya infusan. Juga selang di bawah hidung Tion.

"Tolong cabut infusannya jika sudah habis agar jarumnya tak lagi-lagi menyayat kulitnya."

"Baik, dok."

"Saya akan keluar untuk membuat laporannya. Pastikan suhu ruangan tetap stabil."

Setelahnya dokter keluar, menyisakan ke5 manusia didalamnya.

"Tion butuh Dani, dad. Tolongin anak aku." Pinta Lina dengan isakannya. Ia benar-benar tak tega melihatnya.

"Ga bisa, Mom. Anak kita kuat. Tion harus mendapat hukuman dulu. Kita rawat tion dulu ya. Kamu juga harus bisa kuat biar Tion juga ikut kuat."

"Tante bawa Tion ke rumah sakit dulu, Tan. Biar dapet penanganan lebih lagi." Usul Bisma.

"Tion trauma rumah sakit, nak. Tion ada trauma. Kemarin bahkan setelah dari rumah sakit, ia akan pingsan atau lemas jika sudah keluar. Tion punya trauma. Dari kecil."

Bisma dan Bryan saling tatap. Baru mengerti dan baru tau hal penting seperti itu.

"Maaf, Om. Kita ga tau."

"Ga papa, nak."

"Om kita boleh nginep ga buat ikut jagain Tion? Mumpung kita ada libur panjang."

"Boleh. Nanti saya suruh orang buat beresin kamar tamu ya."

"Kita tidur disini aja, Om. Biar Tion diawasin sama kita bareng-bareng."

"Iyaudah terserah kalian aja baiknya gimana."

"Yaudah om. Kita pulang dulu mau ambil baju ya."

"Iya. Hati-hati ya."

Ke2nya mengangguk dan keluar dari sana.

Wega menatap sang istri yang tak berhenti mengecupi kening putranya. Membisikkan kalimat penenang lengkap dengan doanya.

Ini resikonya. Ini karmanya.

Tion benar-benar mendapatkan akibatnya. Secara spontan dan tiba-tiba.

***

5 tahun kemudian...

Mobil putih mahal itu sampai di pekarangan rumah 2 lantai yang nampak asri dengan taman bermain disampingnya. Ia turun dan disambut girangnya anak-anak yang menyapanya senang.

"Kakak Ion!!!" Teriakan mereka bersamaan kemudian mengerubungi lelaki favorit mereka itu.

Ia berjongkok. Mengelus sayang rambut mereka.

DANIELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang