Bab 9

8.1K 136 2
                                    

Sejak mengikuti saran dari Pak Mochtar pagi itu, Pak Hendi jadi lebih sering pergi ke toilet yang ada di dekat kelas Adit. Entah sekadar untuk kencing saja atau sekalian beronani di dalam salah satu bilik kloset yang ada di dalam toilet itu kalau sedang sange berat.

Hingga suatu hari, ketika hendak bilas lobang kencing sehabis buang air kecil di depan urinoir, Pak Hendi spontan menoleh begitu mendengar deritan pintu bilik kloset yang baru saja dibuka dan seulas senyum bahagia langsung merekah di bibir guru olahraga itu ketika melihat sosok pemuda yang sepekan belakangan ini hampir membuatnya gila.

"Di dalam ada tisu nggak, Dit?" tanya Pak Hendi sambil mengedik dagu ke arah bilik kloset yang ada di belakang pemuda itu yang masih berdiri bengong di depan pintu.

"Ng-nggak ada, Pak," sahut Adit sedikit tergagap sambil membuang muka dari punggung lebar dan kokoh Pak Hendi yang sedang kencing di depan urinoir. "Bukankah udah dari dulu toilet di sekolahan kita nggak menyediakan tisu toilet di dalam bilik kloset?"

"Yaudah kalo nggak ada tisu, kamu ambil aja air pake gayung yang ada di dalam ember," kata Pak Hendi dengan kedikan dagu beralih ke arah ember kecil yang ada di dalam bilik kloset di belakang Adit.

"Kenapa nggak cebok aja pake pancuran air urinoir, Pak?" tanya Adit sambil menatap Pak Hendi dengan tatapan curiga.

"Tentu aja karena airnya nggak mau keluar dari lobang pancuran. Padahal udah bapak pencet tombolnya berulang kali tadi. Udah rusak mungkin," bual Pak Hendi padahal dia belum sekali pun menekan tombol pancuran yang ada di bagian atas urinoir itu.

"Yaudah kalo gitu bapak ambil air aja sendiri," sahut Adit cuek karena sejak dapat hukuman lari keliling lapangan siang itu, dia sudah hilang rasa dengan sosok guru olahraga yang dulu sempat membuatnya jatuh hati.

"Tu-tunggu," tahan Pak Hendi ketika melihat Adit hendak beranjak pergi dari depan pintu bilik kloset. "Posisi kamu kan lebih dekat dengan ember itu, jadi ayolah tolong bapak. Lagian cuman ambil air aja pake gayung emang sesusah apa sih?"

Setelah merenung cukup lama, akhirnya Adit pun memilih menuruti suruhan Pak Hendi dan segera berjalan ke arah guru olahraga itu yang masih berdiri di depan urinoir sambil bawa gayung berisi air.

"Bisa nggak sekalian cebokin kontol bapak?" pinta Pak Hendi sambil pura-pura sedang sibuk mengetik pesan di layar ponsel begitu Adit berdiri di sebelahnya.

Namun, Adit hanya berdiri bengong sambil menatap heran ke batang kontol Pak Hendi yang tiba-tiba mengeras di depan matanya. Kok bisa sih? Apa mungkin Pak Hendi sedang berkirim pesan cabul dengan sang bini makanya kontol beliau mendadak jadi ngaceng begitu?

"Nggak usah takut. Pegang aja. Tangan kamu nggak bakalan bikin kontol bapak lecet kok," bujuk Pak Hendi ketika Adit tak kunjung merespons suruhannya dan sontak bersorak dalam hati begitu melihat sebelah tangan pemuda itu yang tidak memegang gayung, mendadak terulur ke arah batang kontolnya yang sudah mengeras itu.

Namun, uluran tangan pemuda itu mendadak berhenti di tengah jalan begitu terdengar suara obrolan dari serombongan murid cowok yang hendak masuk ke toilet.

Spontan Pak Hendi memaki dalam hati begitu Adit tiba-tiba beranjak keluar dari toilet setelah meletakkan gayung berisi air di dak (semacam bidang datar yang biasa dipakai untuk menaruh barang) yang ada di atas urinoir itu tanpa sempat menyentuh kontolnya.

Sepanjang sisa hari itu, Adit tidak bisa fokus menyimak materi pelajaran yang sedang dijelaskan guru di depan kelas karena pikirannya terus mengulang kejadian di dalam toilet tadi.

Meski tahu kalau pancuran urionir yang rusak itu hanya bualan Pak Hendi saja karena sebelum keluar dari toilet, Adit sempat mendengar kucuran air yang keluar dari urinoir yang dipakai guru olahraga itu buat kencing tadi yang saat itu sedang dipakai salah satu dari rombongan murid cowok yang baru masuk ke toilet. Membuat Adit jadi bertanya-tanya, apa tujuan dari Pak Hendi berbohong tadi? Apa betul hanya sebatas modus atau mungkin emang karena mager aja?

Memang betul kalau sikap Pak Hendi agak berubah belakangan ini jadi lebih ramah dan entah kenapa, Adit sering bertemu dengan guru olahraga itu ketika hendak kencing di toilet yang berada di dekat kelasnya.

Awalnya Adit mengira kalau kejadian bertemu dengan Pak Hendi di toilet itu hanya kebetulan saja, akan tetapi setelah mereka bertemu lebih dari sepuluh kali di toilet yang sama secara berturut-turut, Adit jadi curiga kalau Pak Hendi sengaja kencing di toilet itu agar bisa bertemu dengan dirinya.

"Mad," panggil Adit sambil menyenggol pelan lengan Ahmad yang duduk di sebelahnya, membuat cowok itu spontan menoleh.

"Apa?" tanya Ahmad dengan sebelas alis terangkat. Merasa heran karena Adit tidak biasanya mengajaknya mengobrol ketika ada guru yang sedang menjelaskan materi pelajaran di depan kelas.

"Menurut kamu sikap Pak Hendi belakangan ini ada yang aneh nggak?" bisik Adit sambil sesekali melirik ke arah guru yang sedang menulis sebuah rumus di papan tulis.

"Aneh gimana?"

"Ya semacam perubahan sikap yang nggak kayak biasanya gitu," sahut Adit berusaha menjelaskan maksud omongannya dengan lebih spesifik. "Semisal berubah jadi lebih ramah gitu. Padahal biasanya gampang emosian cuman karena kesalahan sepele yang nggak sengaja kita lakukan."

"Sama aja tuh. Nggak ada yang berubah dari sikap Pak Hendi. Emang kenapa sih?" tanya Ahmad sambil menatap Adit dengan tatapan curiga. "Jangan bilang kalo kamu udah bikin ulah lagi sama guru olahraga itu."

"Sori ya, aku bukan cowok caper yang haus perhatian kayak kamu."

"Bukan maksud pengin caper, tapi emang kelewat jago aja kalo lagi main voli di lapangan," bantah Ahmad dengan senyum bangga karena sudah menang tiga kali dalam latihan adu tanding bola voli secara berturut-turut.

"Alah baru menang tiga kali doang udah sombong begitu."

"Ketimbang kamu. Melakukan servis aja nggak becus. Tembakan bola kamu selalu nabrak jaring net mulu," sahut Ahmad sambil tertawa membuat Adit spontan menonjok lengan cowok itu dengan pipi merona dan berakhir kena teguran dari guru karena suara berisik mereka.

"Makanya kalo mau menang, minggu depan mending kamu gabung tim aku aja waktu kita lagi latihan tanding bola voli di lapangan," saran Ahmad penuh percaya diri, akan tetapi Adit tak membalas omongan cowok itu karena sempat melihat lirikan tajam sang guru dari ekor matanya.

Sembari menyimak penjelasan guru di depan kelas, Adit kembali memikirkan alasan Pak Hendi memilih kencing di toilet yang ada di dekat kelasnya yang tak kunjung menemukan titik terang.

Apa mungkin Pak Hendi melakukan itu karena ada rasa sama aku? pikir Adit membuatnya tersentak kaget akan pemikiran gila itu yang mendadak melintas di benaknya. Atau bisa jadi semua itu hanya perasaan konyol aku saja, sambung Adit dalam hati sambil geleng kepala berusaha mengusir pemikiran gila itu dari benaknya.

Apa pun alasan itu, Adit bertekad akan bersikap lebih waspada ketika berada di dekat Pak Hendi. Meski butuh usaha ekstra keras untuk melawan godaan dari batang kontol berurat guru olahraga itu yang membuatnya hampir hilang akal waktu mereka sedang di toilet tadi.

Bersambung ...

Ayahku Pejantanku [BL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang