Bab 1

26.3K 248 1
                                    

Malam itu, Adit terbangun gara-gara mendengar suara gaduh yang berasal dari kasur lipat yang dipakai ibunya tidur tiap malam. Dengan mata masih setengah terpejam, Adit membalikkan badan ke arah kasur lipat yang ada di sebelah kanan di mana suara gaduh itu berasal.

Saat itu Adit tidak tahu apa yang sedang dilakukan kedua orang tuanya malam itu. Maklum umur Adit saat itu belum genap tujuh tahun ketika dia untuk kali pertama menyaksikan sepasang manusia dewasa yang sedang bersenggama dengan penuh gairah.

Karena keadaan rumah kontrakan yang hanya sepetak dan tanpa sekat itu lumayan gelap membuat bapak dan ibunya tidak sadar akan tatapan penuh rasa penasaran anak sulung mereka yang kini menyaksikan aktivitas ranjang mereka tanpa berkedip.

Meski keadaan ruangan itu cukup gelap, akan tetapi, Adit masih bisa melihat siluet kontol sang bapak keluar-masuk dengan beringas ke lobang vagina ibunya karena ada seberkas cahaya dari lampu teras depan yang menerobos masuk lewat kain gorden jendela yang agak tipis.

"Pa, berenti bentar deh," pinta Bu Nurul sambil mendorong dada bidang sang suami sebelum menoleh ke arah kasur lipat yang berada di tengah ruangan di dalam rumah kontrakan itu.

"Tanggung, Ma. Bentar lagi papa bakalan keluar nih," tolak Pak Bondan enggan menuruti permintaan sang istri.

"Kan bisa dilanjut lagi nanti, Pa."

"Emang ada apa sih? Tumben betul suruh papa berenti. Lagian belom ada lima belas menit kita main, Ma," kata Pak Bondan. "Jangan bilang kalo mama udah keluar duluan."

"Ish, bukan itu," bantah Bu Nurul sambil menabok lengan berotot sang suami yang masih menelungkup di atas badannya dengan batang kontol masih menancap di lobang vagina.

"Trus apaan? Mama keenakan sampe kebelet kencing?" tebak Pak Bondan ngawur sambil tertawa membuat tabokan Bu Nurul seketika berubah menjadi cubitan keras membuat Pak Bondan spontan mengaduh sambil mengusap bagian lengan bekas kena cubitan kuku tajam Bu Nurul.

"Adit, Pa," bisik Bu Nurul seraya melirik ke arah Adit yang kini berbaring miring menghadap ke arah mereka, membuat Adit refleks menutup rapat kedua mata begitu menangkap gerakan kepala sang ayah yang menoleh ke arah kasurnya.

"Emang kenapa sama Adit, Ma?"

"Mama tadi sempat lihat mata Adit kelihatan kayak setengah melek gitu, Pa," jelas Bu Nurul begitu Pak Bondan kembali menatap ke arahnya.

"Perasaan mama aja kali. Orang mata Adit kelihatan merem gitu," sahut Pak Bondan mencoba menenangkan hati sang istri.

"Masa sih, Pa? Orang kelihatan jelas tadi kalo mata Adit emang setengah melek," balas Bu Nurul kekeh.

"Bisa jadi mama cuman salah lihat tadi. Wajar aja mengingat kita ngewe di ruangan rada gelap begini," kata Pak Bondan sembari menepikan sehelai rambut yang jatuh melintang di wajah sang istri ke belakang telinga wanita itu.

"Mata mama masih belom rabun, Pa."

"Oke, jadi mau mama gimana? Kita pindah ngewe di dalam toilet?" tanya Pak Bondan memilih mengalah daripada capek berdebat dengan sang istri yang emang cukup keras kepala.

"Kaki mama bakalan pegal kalo main sambil berdiri, Pa."

"Yaudah mama mau kita ngewe di mana, hmm?" gumam Pak Bondan sambil menatap mata sang istri penuh pengertian meski dalam hati sedikit kesal dengan keluhan wanita itu yang menurutnya cuman masalah sepele dan bertekad akan bekerja lebih giat agar mereka bisa menyewa rumah kontrakan yang lebih besar dan punya beberapa kamar agar bisa bersenggama sepuas hati tanpa ada gangguan dari anak sulung mereka seperti pada malam itu.

"Di sini aja, Pa. Tapi sambil selimutan," putus Bu Nurul sambil meraih selembar sarung yang tergeletak tidak jauh dari badannya, lalu menghamparkan kain sarung itu menutupi punggung telanjang sang suami yang masih menelungkup di atas badannya.

Ayahku Pejantanku [BL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang