Bab 23

4.8K 142 11
                                    

"Woaah ... mulus coeey," pekik Yudis girang begitu melihat kedua paha Adit yang kini telanjang setelah celana abu-abu merosot jatuh dari pinggang pemuda yang siang itu jadi tawanan mereka.

Refleks Adit menggeleng dengan tatapan memohon ketika tangan Rudi kini beralih memegang sisi kancut yang masih melekat di pinggang ramping Adit.

Seringai mesum di bibir Rudi mendadak berubah jadi senyum geli begitu kain kancut itu langsung meluncur turun dari pinggang Adit hanya dengan sekali tarik.

"Itu titid atau gantungan kunci, Dit? Imut betul," ledek Rudi seraya mengulur tangan lantas menimang kepala titid serta sepasang biji pelir Adit yang menggelantung lemas di selangkangan dengan telapak tangan. "Pantesan selama ini gua nggak pernah lihat kamu ganti baju di dalam kelas karena takut ketahuan kalo punya titid seimut ini."

Spontan Adit memejam mata dan sekilas bayangan sosok Pak Hendi melintas di benaknya. Di mana gerangan lelaki itu berada sekarang?

"Sayang sekali gua lagi nggak bawa ponsel sekarang. Jadi nggak bisa ambil foto titid imut kamu sebagai kenang-kenangan kita siang ini," sambung Rudi kembali mengelus pipi Adit yang kini terasa agak basah karena keringat dingin yang mulai bercucuran di muka pemuda itu.

"Buruan tengkurepin badan dia ke tanah," titah Rudi membuat mata kedua pengikut setianya spontan mengerjap-ngerjap bingung dengan segurat rasa takut di muka mereka.

"A-apa, Bos?"

Dengan kesal, Rudi mengulang perintah itu membuat Danang dan Yudis mau tak mau mengikuti instruksi dari cowok berandalan yang paling ditakuti di kelas mereka.

"Kenapa nggak kita hajar aja sih, Bos?" tanya Yudis sambil memegang kedua kaki Adit yang kini rebahan menelungkup di tanah berumput membuat belahan bokong semok dan montok pemuda malang itu terekspos bebas di depan mata mereka.

"Tentu aja karena bekas luka di lobang silit nggak bakalan kelihatan dari luar ketimbang kalo gua bikin bonyok muka dia," sahut Rudi seraya membuka ritsleting celana membuat kedua pengikut setianya spontan membuang muka. "Kalian cukup pegangin tangan dan kaki Adit aja selagi gua entot lobang dia."

Sontak badan Adit meronta-ronta berusaha melepaskan diri dari cekalan tangan Danang dan Yudis yang mengunci kedua tangan dan kakinya, akan tetapi kalah tenaga dengan kedua cowok itu.

Setelah membalur batang kontol dengan ludah, Rudi pun segera berjongkok di atas bokong Adit membuat napas Adit spontan tercekat begitu cowok berandalan itu mengesek-gesekkan batang kontol ke belahan bokongnya.

Spontan mata Adit kembali terpejam, lantas menggigit bibir bawah mencoba menahan isak agar tidak keluar dari katupan bibir ketika kepala kontol Rudi kini menempel di bibir anus yang masih menguncup rapat.

Refleks kelopak mata Adit langsung terbuka begitu mendengar bunyi benturan keras dan membeliak ketika melihat badan Rudi terlontar ke udara sebelum jatuh menghantam tanah berumput dengan cukup keras.

Dengan susah payah Rudi berusaha bangkit berdiri, lantas terbatuk-batuk dan saat itulah dia sadar kalau mulutnya berdarah. Awalnya Rudi mengira kalau darah itu berasal dari luka sobek di pipi bagian dalam mulutnya, namun ternyata darah itu mengucur keluar dari gusi rahang atasnya begitu melihat satu gigi depan yang tanggal terselip di antara gumpalan darah ketika dia meludah ke tanah.

Perhatian Adit segera beralih ke arah Danang dan Yudis yang spontan memekik ngeri sembari beringsut mundur membuatnya sontak menoleh mengikuti arah pandangan kedua cowok itu dan tertegun begitu mendapati sosok Pak Hendi yang kini berdiri menjulang di hadapan mereka dengan napas tersengal dan kilatan amarah tampak jelas di bola mata lelaki itu.

Refleks Danang dan Yudis melindungi kepala dengan kedua lengan begitu melihat Pak Hendi mulai berjalan. Namun rupanya bukan mereka yang jadi sasaran kemarahan lelaki itu, melainkan Rudi yang masih berdiri dengan badan sedikit sempoyongan setelah kena tendangan guru olahraga mereka.

Meski hanya sekilas, akan tetapi Adit sempat menangkap raut ketakutan di wajah Rudi seiring langkah Pak Hendi yang berjalan semakin dekat ke arah cowok berandalan itu.

"Sekali lagi bapak lihat tangan kotor kamu sentuh badan Adit, bapak nggak bakal segan kirim kamu ke ruang IGD dengan muka penuh lebam dan tanpa satu pun gigi yang tertinggal di dalam mulut kamu. Paham?" ancam Pak Hendi begitu tiba di depan Rudi yang spontan mengangguk.

"Anak pintar," puji Pak Hendi sambil mengacak-acak rambut Rudi dengan gemas. "Sekarang pergilah dan jangan pernah datang ke gudang ini lagi."

Seperti anak panah yang baru melesat dari rentangan tali busur, ketiga cowok itu langsung lari tunggang-langgang tanpa sekali pun menoleh ke belakang.

Selepas kepergian ketiga cowok sok jagoan itu, Pak Hendi segera menoleh ke arah Adit yang kini duduk meringkuk di dekat tembok gudang dengan pakaian berantakan dan beberapa helai rumput yang menempel di pipi pemuda itu yang tampak basah.

"Kamu ... nggak apa, Dit?' tanya Pak Hendi begitu berjongkok di depan Adit dengan sebelah lengan terulur hendak menjumput sehelai rumput yang menempel di pipi pemuda itu, akan tetapi urung begitu kena tepisan kasar tangan Adit.

"Kenapa telat?" tanya Adit dengan suara bercampur isak. "Kalo aja bapak datang lebih awal, semua ini pasti nggak bakalan terjadi."

"Maaf bapak datang telat siang ini karena ada rapat guru tadi," ucap Pak Hendi penuh sesal seraya merengkuh badan mungil Adit begitu isakan pemuda itu mulai berubah jadi tangisan keras.

"Jangan takut. Selama ada bapak, nggak bakalan ada orang yang berani sentuh badan kamu karena lobang kamu cuman milik bapak seorang," kata Pak Hendi sembari menyeka air mata dari pipi Adit lantas memeluk pemuda itu semakin erat dalam dekapan sambil mengelus-elus rambut di bagian belakang kepala Adit.

Untuk kali pertama sejak pertemuan rutin mereka di gudang sekolahan, Adit merasa begitu nyaman berada dalam dekapan hangat kedua lengan berotot Pak Hendi yang memberikan rasa aman dari segala ancaman bahaya di luar sana.

"Jadi apa kamu mau tetap di sini atau kita pergi dulu ke ruang UKS?" tanya Pak Hendi begitu isakan Adit berhenti sembari merunduk menatap muka sembab pemuda itu yang masih mengusel-usel di dadanya membuat kaos oblong lelaki itu jadi agak basah kena air mata.

"Tetap di sini aja. Lagian Adit belom sempat setor lobang ke bapak siang ini," sahut Adit dengan ujung jari telunjuk menyentuh pentil Pak Hendi yang tampak mencuat di balik kaos oblong, lantas mulai bergerak memutar di sekitar pentil itu membuat lelaki itu spontan bergidik geli bercampur rasa nikmat.

Tumen betul tingkah Adit mendadak jadi manja kayak gini, pikir Pak Hendi heran sekaligus senang karena biasanya pemuda itu lebih sering bersikap pasif dan kurang inisiatif ketika mereka sedang bercinta di dalam gudang sekolahan.

"Hari ini libur aja dulu mengingat kejadian buruk yang baru aja menimpa kamu," ucap Pak Hendi penuh pengertian. Alih-alih senang, muka Adit malah berubah merengut kesal.

"Nggak apa, Pak. Kebetulan hari ini Bu Ambar ijin nggak masuk, jadi kita punya tambahan waktu satu jam pelajaran buat ngewe siang ini," sahut Adit dengan nada setengah merengek membuat Pak Hendi langsung bersorak senang dalam hati.

Dengan sigap, Pak Hendi segera mengendong badan Adit dan mulai berjalan menuju pintu gudang sekolahan dengan kedua lengan Adit merangkul erat di seputar leher Pak Hendi sambil sesekali mencium bibir lelaki itu.

Bersambung ...

Ayahku Pejantanku [BL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang