Bab 37

1.9K 88 12
                                    

"Kenapa muka kamu, Nak? Kok kelihatan kesal gitu?" tanya Pak Bondan begitu melihat anak lelakinya yang baru masuk ke ruang tamu dengan muka merengut meski mata pemuda itu masih kelihatan rada basah dan agak merah. "Apa kamu nggak senang ikut merayakan hari ulang tahun papa sore ini?"

"Emang acara ulang tahun papa bakal dimulai jam berapa?" tanya Adit seraya menoleh ke arah satu sisi tembok ruang tamu yang penuh hiasan balon dengan pita berbentuk spiral serta balon panjang yang dirangkai jadi tulisan Happy-Birth Day dan ditempelkan ke tembok pakai selotip. "Atau mungkin Adit udah telat datang ke pesta ulang tahun papa sore ini?"

"Acaranya belom dimulai kok," celetuk Bu Nurul yang baru bergabung dengan mereka di ruang tamu sembari membawa nampan berisi kue tart bertingkat dua dengan sepasang lilin berbentuk angka 37 menancap di bagian puncak kue tart itu. "Kami sengaja tunggu kamu pulang dulu agar bisa ikut merayakan ulang tahun papa kamu sore ini."

"Ah ya. Sebelom lanjut ke acara tiup lilin dan potong kue, mending kita foto-foto aja dulu," saran Pak Bondan seraya menoleh ke arah Ahmad yang masih berdiri di depan pintu ruang tamu. "Kebetulan ada Nak Ahmad yang bisa jadi tukang foto dadakan kita sore ini. Mau nggak Nak Ahmad bantu fotoin kami bentar?"

"Mau aja sih, Om. Tapi omong-omong ... Om Bondan mau ambil foto pakai ponsel siapa?"

"Pakai ponsel kamu aja. Abisan kamera ponsel om sering burem kalo buat foto. Apalagi kalo buat foto dalam ruangan. Mungkin cuman cahaya lilin doang yang bakalan kelihatan," sahut Pak Bondan seraya tertawa pelan.

"Oke, jadi om mau ambil foto di mana?" tanya Ahmad begitu gelak tawa Pak Bondan mereda.

"Di depan balon hias aja," sahut Pak Bondan seraya merangkul leher Bu Nurul dan Adit dengan masing-masing lengan, lantas mengajak mereka segera beranjak ke depan balon bertulisan Happy-Birth Day. Sementara Adit dan Bu Nurul berusaha memegang bagian bawah nampan berisi kue tart yang berada persis di depan dada lelaki itu.

"Semoga muka om nggak kelihatan kucel di dalam foto nanti karena belom mandi. Cuman sempat basuh muka aja tadi," sambung Pak Bondan mendadak merasa risih ketika menatap lensa kamera belakang ponsel Ahmad dalam posisi siap memotret lelaki itu yang berdiri dengan pose hendak meniup lilin yang ada di puncak kue tart itu.

"Bakalan tetap kelihatan ganteng kok, Om. Santai aja," hibur Ahmad seraya angkat satu jempol ke arah Pak Bondan dengan mata tetap tertuju ke layar ponsel yang kini sudah berganti jadi mode landscape agar ketiga objek di depan cowok itu bisa masuk semua dalam satu frame foto. "Siap?"

Pak Bondan dan Bu Nurul serempak mengangguk, sementara Adit refleks memutar bola mata karena mulai merasa bosan dan kesal dengan kegiatan berfoto sore itu yang menurut pemuda itu hanya buang waktu saja.

"Jangan lupa pasang senyum paling manis kalian pada hitungan ketiga," sambung Ahmad kasih aba-aba dengan jemari tangan kiri mulai teracung ke atas seiring hitungan dari angka satu sampai tiga sebelum muncul kilatan lampu blitz dalam lima kali bidikan cepat.

Lampu kamera belakang ponsel Ahmad kembali menyala ketika memotret sosok Pak Bondan yang kini sedang mengecup pipi Bu Nurul setelah meniup lilin di puncak kue tart hingga padam.

Bidikan kamera belakang ponsel Ahmad segera beralih memotret muka cemberut Adit yang kelihatan semakin kesal karena kelakuan iseng sang ayah yang dengan sengaja mencolek krim kue tart ke pipi pemuda itu.

Sehabis acara berfoto, pesta ulang tahun sore itu segera bersambung ke sesi kasih kado.

"Kamu kasih papa kado apa kali ini?" tanya Pak Bondan dengan raut curiga bercampur waspada ketika melihat Adit menaruh kotak berpita merah muda ke atas meja di depan lelaki itu.

"Buka aja," sahut Adit membuat sang ayah refleks mengedik bahu lantas segera melepas simpul pita di bagian tutup kotak dan sesaat tertegun begitu melihat bagian dalam kotak itu.

"Kamu beli di mana kue brownis itu?" tanya Pak Bondan seraya menoleh ke arah anak lelakinya yang duduk di sisi kiri meja makan.

"Pak Asman yang udah bikin kue brownis itu, Om," celetuk Ahmad ketika Adit tak kunjung merespons, membuat Pak Bondan spontan menoleh ke arah Ahmad yang duduk di seberang lelaki itu.

"Pak Asman kepala sekolah kalian itu?" tanya Bu Nurul turut menimbrung membuat Ahmad refleks mengangguk.

"Betul, Tante. Pak Asman titip kue brownis itu waktu kami mau pulang tadi," sahut Ahmad tak peduli dengan pelototan Adit begitu mendengar omongan cowok itu yang memilih bicara jujur ketimbang bohong.

"Kenapa nggak kasih sendiri aja kemari?" tanya Bu Nurul heran membuat Ahmad dan Adit spontan saling melirik seakan tengah berunding siapa yang akan jawab pertanyaan itu.

"I-itu karena beliau sedang sibuk sore ini, Ma," bual Adit membuat Pak Bondan dan Bu Nurul serempak menoleh ke arah anak lelaki mereka. "Jadi nggak sempat kasih kue brownis itu secara langsung ke papa."

"Berubung Pak Asman nggak bisa datang ke pesta ulang tahun papa sore ini, gimana kalo kita undang beliau makan malam di rumah kita besok?" usul Bu Nurul sambil menatap bergantian ke Adit dan Pak Bondan dengan sorot penuh harap.

"Papa mah setuju aja kalo itu bisa bikin mama senang," sahut Pak Bondan membuat Bu Nurul spontan bersorak senang.

"Ta-tapi, Ma. Adit nggak yakin kalo Pak Asman bakalan terima undangan makan malam kita karena belakangan ini beliau—"

"Tanya aja dulu. Lagian mama merasa nggak enak sama Pak Asman karena beliau udah sering kasih hadiah ke kita. Jadi mama harap, Pak Asman mau datang dan ikut makan malam bareng kita besok sebagai ungkapan terima kasih kita atas kebaikan hati beliau selama ini," tukas Bu Nurul membuat Adit urung protes karena tahu bakalan kalah kalau berdebat dengan wanita itu. Apalagi tanpa dukungan dari sang ayah. Jelas bakalan langsung kalah telak.

"Oke, sekarang coba papa cicip kue brownis bikinan Pak Asman hari ini," pinta Bu Nurul seraya mengedik dagu ke arah kotak kue di depan Pak Bondan yang langsung memotong kue brownis dalam kotak itu dengan pisau kue, lantas menusuk potongan kue itu dengan garpu plastik sebelum menyuapkan ke mulut. "Gimana, Pa? Enak, nggak?"

"Jelas lebih enakan kue tart bikinan mama lah," sahut Pak Bondan spontan setelah menelan kue brownis yang ada di dalam mulut lelaki itu.

"Ta-tapi, Pa. Kue tart buat ulang tahun papa sore ini bukan mama yang bikin," balas Bu Nurul membuat sebelah alis Pak Bondan spontan terangkat begitu mendengar pengakuan sang istri.

"Trus yang udah bikin kue tart itu siapa, Ma?"

"Mama beli di toko roti, Pa. Abisan kalo bikin sendiri pasti nggak bakalan keburu nanti karena mesti dekor ruang tamu segala dengan hiasan balon dan pita. Bikin mama jadi keteteran tadi karena nggak ada yang bantu," jelas Bu Nurul dengan nada penuh rasa bersalah sekaligus kesal karena tidak bisa mengatur waktu dengan baik. "Papa nggak marah, kan?"

"Kenapa mesti marah, Ma? Lagian mau beli atau bikin sendiri bakal tetap terasa enak di lidah papa karena mama yang udah kasih kue tart itu sebagai bukti kalo mama beneran cinta dan sayang sama papa sampai rela capek demi bisa merayakan ulang tahun papa sore ini," sahut Pak Bondan penuh pengertian seraya mengelus pipi sang istri membuat pipi Bu Nurul kelihatan jadi sedikit merona.

Sesaat Adit merasa bersalah karena tidak membantu sang ibu tadi sore. Tapi di lain sisi, pemuda itu juga merasa kasihan dengan Pak Asman karena tidak bisa ikut merayakan ulang tahun Pak Bondan sore itu meski sudah bikin kue brownis dengan sepenuh hati membuat Adit jadi bingung mesti memihak siapa.

Sebagai sesama boti, tentu Adit bisa berempati dengan perasaan Pak Asman sore itu dan sebagai anak, Adit pun tidak mau melihat sang ibu sedih kalau sampai tahu sang suami sudah berselingkuh dengan sesama lelaki akibat dari perbuatan mesum anak mereka sendiri.

Sehabis makan malam, Ahmad segera pamit pulang karena sudah larut malam. "Besok saya bakal bantu Adit bujuk Pak Asman agar mau makan malam bareng di rumah tante," ucap Ahmad sebelum melesat pergi dari depan rumah kedua orang tua Adit.

Selepas kepergian Ahmad, Adit bergegas masuk kekamar dan mulai sibuk browsing dengan kata kunci nama obat yang Pak Asman pesansore itu ketika mereka sedang bikin kue brownis dan firasat Adit bertambahburuk seiring semakin banyak postingan artikel di internet yang dibacanya malamitu.


Bersambung ...

Ayahku Pejantanku [BL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang