Bab 29

3.5K 123 27
                                    

"Bapak pasti becanda," ucap Pak Bondan sambil menggeleng tak percaya. "Mana mungkin anak saya belok. Emang betul selama ini Adit belom pernah pacaran karena saya nggak pernah lihat dia ajak temen cewek main ke rumah, tapi saya sangat yakin kalau anak saya masih cowok tulen."

"Kalau Pak Bondan masih belom percaya," sahut Pak Asman sambil menarik laci paling atas meja kerjanya, lantas mengambil sebuah ponsel dari dalam sana dan menaruh ponsel itu ke meja di depan Pak Bondan dengan posisi layar sedang memutar sebuah video. "Jangan bilang kalau video itu hasil editan karena saya nggak punya banyak waktu luang untuk mengedit video begituan."

Menilik dari raut kaget dan sedikit menahan mual yang tergambar jelas di muka sang ayah begitu melihat tayangan video di layar ponsel itu, Adit langsung tahu kalau Pak Asman sempat merekam video ketika pemuda itu sedang bercinta dengan Pak Hendi kemarin siang sebelum terpergok sedang mengintip mereka dari balik kaca jendela kecil yang ada di samping pintu gudang sekolahan.

Dengan kepala masih merunduk, Adit bisa merasakan lirikan mata sang ayah yang sedang menonton video sambil sesekali melirik ke arah Adit yang duduk di sebelahnya seakan sedang memastikan sosok pemuda di dalam video mesum itu emang betul anak lelaki semata wayangnya.

Entah kenapa, hawa di dalam ruangan itu mendadak terasa gerah membuat Pak Bondan langsung meraih gelas yang kini tampak mulai berembun berisi air mineral dengan tambahan beberapa balok es batu dan segera meneguk minuman itu. Tidak sadar dengan senyuman di bibir Pak Asman yang semakin lebar seiring dengan tiap tegukan air dingin yang melewati tenggorokannya.

"Jadi, sejak kapan bapak tahu soal ... kelakuan buruk anak saya?" tanya Pak Bondan setelah meletakkan kembali gelas yang isinya kini tinggal setengah ke atas meja kerja sang kepala sekolah.

"Baru kemarin ketika saya pergi ke gudang sekolahan pada waktu istirahat makan siang," sahut Pak Asman sembari mengedik bahu seakan kasus asusila itu hanya masalah sepele. "Sebab itu saya memanggil Pak Bondan datang kemari sore ini agar kita bisa berdiskusi dan mencari solusi bijak untuk mengatasi masalah ini."

"Oke, saya paham maksud bapak," balas Pak Bondan seraya mengangkat sebelah tangan ketika Pak Asman hendak kembali bicara. "Jadi alasan bapak panggil saya sore ini karena ingin minta uang sogokan?"

"A-apa?" ucap Pak Asman tak percaya dengan tuduhan konyol Pak Bondan yang sudah sangat melenceng dari niatnya memanggil lelaki itu sore itu.

"Uang sogokan untuk menutupi aib buruk anak saya," jelas Pak Bondan sambil menghela napas sabar seakan sedang bicara dengan bocah bebal, membuat Pak Asman spontan menggeleng dengan raut agak tersinggung sekaligus geli.

"Jangan salah paham. Saya sama sekali nggak butuh uang sogokan dari Pak Bondan," bantah Pak Asman tegas. "Apa penampilan saya kelihatan macam orang susah?"

"Trus apa?"

"Tentu saja alasan saya panggil Pak Bondan sore ini bukan karena lagi butuh uang yang ada di dompet bapak, tapi ...," ucap Pak Asman seraya bangkit dari kursi, lantas berjalan ke arah Pak Bondan dengan ujung jemari mengelus lembut lengan berotot lelaki itu ketika lewat di sebelah Pak Bondan sebelum berhenti di pundak sang pujaan hati.

" ... isi celana dalam Pak Bondan," bisik Pak Asman sensual begitu berdiri di belakang kursi Pak Bondan dengan kepala merunduk ke dekat telinga lelaki itu yang spontan berjengit kaget.

"Ma-maksud Pak Asman, bapak mau—"

"Kebetulan saya lagi cari lelaki untuk saya jadikan sebagai simpanan," tukas Pak Asman seraya mengangguk senang. "Jadi saya pikir kenapa Pak Bondan nggak coba daftar aja? Siapa tahu bakalan lolos seleksi nanti."

"Maaf ... tapi sekarang saya beneran lagi nggak minat jadi gigolo maupun sugar baby atau semacam itulah," tolak Pak Bondan spontan. "Lagian saya udah punya anak dan bini. Jadi lebih baik Pak Asman cari lelaki lain saja yang mau jadi simpanan bapak."

"Huh, sayang sekali. Padahal saya sudah kasih kesempatan ke Pak Bondan agar bisa lolos dengan gampang lewat jalur undangan sore ini," keluh Pak Asman seraya mencubit sebelah pentil Pak Bondan dengan gemas membuat lelaki itu spontan mendesah keenakan.

Yap, sepertinya obat viagra pesanan Pak Asman tadi siang sudah bekerja dengan baik membuat Pak Bondan mendadak jadi sange berat sore itu.

"Tapi Pak Bondan nggak punya pilihan selain jadi lelaki simpanan saya atau aib anak bapak bakalan saya sebar," sambung Pak Asman dengan sebelah tangan mulai berani menjamah lebih jauh ke arah selangkangan Pak Bondan yang kini duduk belingsatan di kursi.

Spontan Pak Bondan mendesis begitu jemari tangan Pak Asman mulai meremas jendolan kontol lelaki itu yang sudah ngaceng parah di balik celana hitamnya.

Ah, sialan. Kenapa cubitan dan remasan tangan Pak Asman rasanya bisa senikmat ini, umpat Pak Bondan dalam hati. Namun tak kuasa menepis tangan Pak Asman dari jendolan kontol maupun pentilnya yang kini sudah melenting keras di bawah cubitan gemas sang kepala sekolah.

"Lagipula kalau Pak Bondan bersedia jadi simpanan saya, bakalan ada banyak benefit dan fasilitas yang bakal bapak dapat," bujuk Pak Asman sambil menahan diri agar tidak menjilat sebulir peluh yang menetes ke rahang bercambang Pak Bondan.

Hmm ... rasanya pasti bakalan kecut dan sesegar perasan sari jeruk nipis yang dipetik sebelum matahari terbit, gumam Pak Asman dalam hati sembari mengalihkan perhatian ke jendolan kontol Pak Bondan yang serasa menggelitik telapak tangannya untuk segera mengocok kontol itu.

Namun, Pak Asman berusaha mengekang hawa nafsu yang sudah meronta-ronta ingin keluar. Lagipula lelaki berumur itu masih ingin melihat muka sange Pak Bondan lebih lama lagi dan kalau beruntung, sampai lelaki itu memohon ke Pak Asman agar segera berhenti menyiksa kontolnya.

"Be-benefit apaan emang?"

"Tentu saja benefit berupa limpahan materi. Jadi Pak Bondan nggak perlu lagi pusing mikirin tagihan SPP karena semua biaya sekolah anak bapak bakalan saya tanggung sampai lulus sekolah nanti," jelas Pak Asman sambil menatap Pak Bondan dengan penuh perhatian. "Atau mungkin sampai wisuda nanti kalau Pak Bondan bisa bikin lobang saya puas tiap malam."

"Cu-cuman segitu aja?" tanya Pak Bondan kelihatan kurang puas dengan tawaran Pak Asman.

"Tentu bakalan ada tambahan bonus setiap akhir bulan sesuai performa Pak Bondan di atas ranjang serta suntikan dana agar bapak bisa buka bengkel di tengah kota. Jadi bini Pak Bondan nggak bakalan curiga kalau kita keluar bareng setiap akhir pekan."

Sekilas info saja. Selain bekerja di kantor, Pak Bondan juga punya usaha sampingan berupa montir dengan mengubah garasi di rumahnya sebagai bengkel yang hanya buka setiap akhir pekan ketika sedang libur kerja.

Itu lah sebabnya Pak Asman tak pernah mampir ke bengkel itu begitu tahu alamat rumah Pak Bondan karena selalu ramai dengan pelanggan dan memilih mengamati lelaki itu dari dalam mobil yang berhenti di seberang jalan dengan bantuan teropong dan bidikan lensa kamera yang mengabadikan sosok sang pujaan hati dalam lembaran foto yang berserakan di dalam kamarnya.

"Jadi, Pak Bondan mau nggak jadi ... simpanan saya?" tanya Pak Asman sambil menatap ke Pak Bondan dengan penuh harap dan bersorak dalam hati begitu melihat lelaki itu mengangguk lemah setelah melirik sekilas ke arah Adit yang masih duduk dengan kepala merunduk di sebelah mereka.

Bersambung ...

Ayahku Pejantanku [BL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang