Bab 12

8.8K 173 5
                                    

Setiba di dalam kamar kedua orang tuanya, Adit segera membuka pintu lemari pakaian dan sesaat berdiri bimbang di depan tumpukan pakaian sang ibu yang terlipat rapi di sisi kanan lemari, sementara tumpukan kaos oblong dan kemeja serta celana sang ayah terlipat di sebelah kiri.

Setelah merenung cukup lama, akhirnya Adit memilih mengambil daster dari tumpukan pakaian sang ibu dan segera mengenakan daster itu setelah melepas semua pakaian yang melekat di badan membuat tubuhnya kini telanjang bulat di balik baju daster sang ibu.

Setelah menyembunyikan semua pakaiannya di bawah kolong ranjang, Adit langsung beranjak naik ke atas ranjang lalu rebahan di sisi kasur dekat tembok sambil bergelung di dalam selimut tebal.

Jantung Adit tiba-tiba berdebar kencang begitu mendengar bunyi deritan pintu kamar itu yang mendadak terbuka bersambung dengan bunyi tepakan kaki yang berjalan ke arah ranjang.

Dari balik selubung selimut, Adit mencoba mengintip sang ayah yang kini berdiri di depan lemari membuat Adit hanya bisa melihat punggung kekar dan belahan bokong semok lelaki itu yang masih terbungkus kain handuk.

Sambil bersenandung pelan, Pak Bondan mulai memakai celana boxer hitam dan kaos oblong putih yang baru dia ambil dari dalam lemari. Tidak sadar dengan sepasang mata yang sedang mengawasinya tanpa berkedip.

Refleks Adit menarik selimut agar semakin rapat menutupi wajahnya hingga hanya tersisa rambut di pucuk kepalanya yang tampak tersembul dari gulungan selimut itu begitu sang ayah membalik badan menghadap ke arah ranjang.

"Badan mama masih terasa dingin sekarang?" tanya Pak Bondan ketika menangkap sebuah gerakan dari dalam selimut itu yang segera dibalas Adit dengan anggukan kepala.

"Mau tambah selimut?" sambung Pak Bondan kembali bertanya yang hanya dibalas gelengan pelan dari sosok yang dia kira sebagai istrinya. "Kalo teh hangat mau nggak?"

Kembali sosok itu merespon dengan sebuah gelengan. "Mama cuman pengin papa," sahut sosok itu membuat kening Pak Bondan spontan mengerut ketika mendengar suara sosok itu yang terdengar agak sengau (bindeng) membuat kata-katanya jadi tidak begitu jelas kedengaran.

"Maksud mama, mama pengin dipeluk papa gitu lho," jelas Adit agak kesal karena sang ayah yang tidak tanggap membaca kodenya. Padahal sudah kelihatan jelas kalau sosok dalam gulungan selimut itu butuh pelukan hangat sekarang.

"Yaudah geser sini," bujuk Pak Bondan seraya mengangkat sebelah lengan setelah rebahan di atas ranjang dekat meja nakas sambil bersandar di kepala ranjang.

Dengan badan masih terbungkus selimut, Adit mulai beringsut pelan ke arah sang ayah lalu merebahkan kepala ke dada bidang lelaki itu yang terasa hangat dan nyaman.

Untung saja keadaan kamar itu sedikit remang-remang karena hanya lampu tidur yang masih menyala di atas meja nakas membuat wajah Adit tersembunyi dalam bayang-bayang kain selimut hingga Pak Bondak tidak sadar kalau sosok dalam gulungan selimut bukan lah istrinya, melainkan putra semata wayangnya.

"Mama beneran sakit?" tanya Pak Bondan tiba-tiba membuat Adit spontan mengangguk lantas menepis telapak tangan sang ayah dari keningnya. "Tapi kok suhu badan mama nggak terasa panas atau pun dingin?"

"Se-sekarang udah rada mendingan, Pa. Tinggal batuk dan pilek aja yang masih belom sembuh benar," bual Adit sambil pura-pura bersin.

"Yaudah mama lanjut tidur aja. Biar batuk dan pilek mama nggak tambah parah," saran Pak Bondan sembari menepuk-nepuk pelan punggung Adit dengan sebelah tangan sementara tangan satunya mengelus-elus pipi pemuda itu sambil sesekali mengecup sayang rambut di pucuk kepalanya Adit.

Aroma segar sabun mandi dan wangi sampo yang menguar dari badan sang ayah membuat Adit merasa seakan tengah berbaring di sebuah padang ilalang yang agak basah karena butiran embun yang mulai meleleh dalam pelukan hangat mentari pagi.

Ayahku Pejantanku [BL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang