Bab 11

8K 157 9
                                    

"Dit, mama mungkin bakal nginep di rumah sakit malam ini," ucap Bu Nurul ketika melihat anak lelakinya yang baru pulang dari sekolah sore itu.

"Emang siapa yang sakit, Ma?" tanya Adit karena seingat dia, tidak ada tetangga yang tinggal satu komplek dengan rumah mereka yang sedang sakit parah sampai dirawat inap di rumah sakit.

"Oma kamu. Tadi siang opa telepon katanya oma masuk rumah sakit tadi pagi," sahut Bu Nurul yang sudah tampak rapi dalam balutan kaos lengan panjang dengan bawahan rok lebar serta kerudungan. "Kamu mau ikut nggak?"

"Adit jaga rumah aja, Ma. Lagian besok pagi Adit mesti masuk sekolah, kan?"

"Kan bisa ijin nggak masuk."

"Tapi kelas Adit besok bakal ada ulang harian matematika, Ma," bual Adit padahal dia hanya sedang bete saja karena kejadian di ruang guru tadi siang. Kira-kira siapa murid yang sudah iseng menggambar kontol di buku LKS-nya?

"Yaudah nanti malam kamu pesan gofood aja karena mama nggak sempat masak sore ini," saran Bu Nurul sambil bergegas keluar rumah setelah memberikan selembar uang gocap ke Adit untuk membayar pesanan makanan nanti malam.

Selepas kepergian sang ibu, Adit segera masuk kamar dan langsung rebahan di ranjang setelah menyalakan kipas kecil yang ada di meja belajarnya.

Bunyi telepon yang mendadak berdering membuat tangan Adit refleks merogoh saku celana dan tertegun begitu sadar kalau ternyata dering telepon itu tidak berasal dari ponselnya.

Penasaran, Adit segera beranjak turun dari ranjang lalu keluar kamar dan berjalan mengikuti sumber suara deringan telepon itu yang rupanya berasal dari kamar kedua orang tuanya.

Mungkin karena buru-buru, membuat Bu Nurul lupa membawa ponselnya ketika hendak pergi ke rumah sakit tadi.

Begitu masuk ke kamar itu, Adit segera menuju ke arah meja nakas sebelah ranjang di mana telepon sang ibu tergeletak dalam posisi sedang dicas.

Sebuah ide nakal tiba-tiba melintas di benak Adit begitu melihat nama si penelepon yang tampak di layar ponsel yang masih berdering itu, lalu secepat kilat Adit mengambil ponsel itu dan segera menerima panggilan telepon itu.

"Lho, Adit?' tanya Pak Bondan dari seberang sambungan telepon begitu mendengar suara putranya. "Emang mama kamu lagi ke mana sekarang?"

"Lagi mandi, Pa," bual Adit setelah berdeham pelan agar suaranya tidak kedengaran gugup ketika sedang berbohong.

"Oh gitu. Papa kira lagi pergi ke mana gitu."

"Jadi, kenapa papa telepon mama sore-sore gini?" tanya Adit karena tidak biasanya sang ayah menelepon pada sore hari. "Apa ada masalah di kantor?"

"Nggak ada masalah kok. Papa telepon cuman mau bilang kalo kalian makan malam duluan aja karena papa mungkin bakalan telat pulang nanti malam," kata Pak Bondan dengan nada sarat rasa bersalah.

"Emang papa bakal pulang jam berapa nanti malam?" tanya Adit berusaha mencari batas waktu untuk persiapan nanti malam sebelum sang ayah pulang.

"Sekitar jam sembilan mungkin? Makanya papa suruh kalian makan malam duluan karena pasti bakal kelaparan kalo mesti nunggu papa pulang," sahut Pak Bondan dengan nada becanda membuat putranya spontan tertawa meski suara tawa itu kedengaran garing.

"Siap, Pa. Nanti Adit bilang ke mama kalo papa bakal pulang telat malam ini," balas Adit sebelum memutus sambungan telepon itu dengan perasaan bersalah karena sudah berbohong dengan sang ayah, akan tetapi dia segera menepis perasaan itu karena sadar kesempatan bisa berduaan dengan sang ayah mungkin tidak akan datang dua kali.

Setelah mandi sore, Adit segera memesan dua kotak ayam goreng lengkap dengan nasi sekalian titip beli obat viagra via gofood. Meski awalnya si driver menolak beli obat viagra, akan tetapi setelah Adit memberitahu bakal menebus obat itu dengan membayar tiga kali lipat dari harga apotek, si driver itu pun akhirnya setuju.

Tak lama kemudian, pesanan Adit datang dan segera makan malam sendirian di rumah sehabis solat magrib lalu rebahan di sofa panjang ruang tamu sambil menonton youtube setelah mengerjakan PR untuk pelajaran besok pagi.

Tak terasa jarum jam dinding yang tergantung di tembok ruang tamu sudah menunjuk ke angka sembilan ketika tiba-tiba terdengar bunyi derum motor dari arah pekarangan depan membuat Adit spontan berlari ke arah pintu.

"Mama kamu ke mana, Dit?" tanya Pak Bondan heran begitu melihat sosok putranya yang baru membuka pintu depan. "Kok malah kamu yang sambut papa pulang?"

"Lagi rebahan di kamar, Pa," bual Adit sambil mengedik dagu ke arah lorong yang menuju ke ruang tengah dan bersambung sampai ke dapur.

"Tumben jam segini udah tidur," sahut Pak Bondan sembari melirik sekilas ke arah arloji.

"Entah. Katanya lagi nggak enak badan, Pa. Makanya mau tidur lebih awal," balas Adit sesuai dialog yang sudah dia hafalkan sejak sore tadi agar rencananya malam itu bisa berjalan dengan lancar.

"Lha, trus kenapa mandi tadi sore kalo lagi nggak enak badan?" tanya Pak Bondan antara cemas sekaligus heran.

"Gerah kali," sahut Adit asal jawab sambil mengedik bahu. "Tapi tadi sore Adit sempat denger mama ngeluh kalo badannya terasa dingin dan hidungnya rada pilek gitu, Pa."

"Oh, gitu. Udah minum obat?"

"Udah tadi sehabis makan malam, Pa."

"Yaudah, biarin aja mama kamu istirahat sekarang agar besok bisa kembali sehat," kata Pak Bondan sambil beranjak masuk setelah meletakkan sepatu ke rak sepatu yang ada di sebelah pintu depan.

"Mama kamu pasti beneran lagi sakit sampe nggak masak makan malam hari ini," celetuk Pak Bondan begitu melihat nasi kotak dengan lauk ayam goreng yang dipesan Adit sore tadi yang kini tergeletak di meja makan ketika lelaki itu masuk ke dapur. "Kamu udah makan?"

"Udah tadi bareng mama, Pa."

"Trus kenapa masih ada satu kotak di meja makan?"

"Tadi kami pesan tiga nasi kotak karena mama pikir mungkin papa belom sempat makan ketika pulang nanti malam," bual Adit sambil menatap sang ayah yang berdiri di sebelahnya sambil melepas kancing kemeja.

"Tapi papa udah makan di kantor sebelom pulang tadi," sahut Pak Bondan membuat Adit spontan melenguh kecewa, meski hanya sesaat karena masih ada kesempatan mencampur obat viagra itu ke kopi sang ayah ketika sedang minum kopi nanti.

"Yaudah kita kasih ke kucing liar aja, Pa. Ketimbang mubazir kalo dibuang," balas Adit sambil mengulurkan tangan hendak mengambil nasi kotak itu, akan tetapi Pak Bondan segera mencekal tangannya sebelum sempat menyentuh nasi kotak itu.

"Biar papa aja yang makan. Lagian perut papa masih rada lapar sekarang," kata Pak Bondan sembari duduk di satu kursi di sisi meja makan itu lalu mulai memakan nasi kotak itu dengan lahap tanpa curiga kalau nasi itu sudah tercampur obat viagra karena Adit emang sengaja memesan obat viagra yang tidak berasa dan berbau.

"Mau?" tawar Pak Bondan ketika melihat putranya hanya duduk di seberang meja sambil tersenyum mengamati dirinya yang sedang makan.

"Makan papa aja. Adit masih kenyang," tolak Adit sembari menggeleng pelan dengan hati bersorak riang dan tak sabar menunggu obat viagra itu bereaksi membuat sang ayah jadi sange berat malam itu.

Sehabis makan nasi kotak, Pak Bondan segera mandi karena tak mau membuat sang istri mengeluh soal bau keringat badannya kalau dia memilih langsung pergi tidur.

Selagi Pak Bondan mandi, Adit segera menyelinap ke kamar kedua orang tuanya meski sempat kepikiran ingin mengedus kemeja kotor dan kancut bekas pakai sang ayah yang tergeletak di keranjang cucian.

Namun, Adit memilih segera masuk ke kamar kedua orang tuanya karena akan membuatnya lupa waktu kalau dia lebih memilih mengendus kemeja kotor dan kancut bekas pakai sang ayah. Toh, kenapa mesti endus kancut bekas pakai kalau bisa langsung mengulum kontol sang ayah kalau rencananya sukses malam ini?

Bersambung ...

Ayahku Pejantanku [BL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang