Bab 34

2.7K 110 15
                                    

Sejak pulang ke rumah naik grab sore itu, Adit berusaha tidak langsung membalas pesan maupun mengangkat panggilan telepon dari Pak Hendi. Meski terasa sulit menahan jemarinya agar tidak menggeser ke atas ikon telepon di layar ponselnya.

Adit tidak mau kelihatan seperti cowok menyedihkan dan putus asa yang hampir mati kehausan pejuh sampai harus mengemis ke kontol guru olahraga itu agar mau memberikan setetes pejuh.

Meski faktanya, emang lobang anus Adit terasa kering kerontong sampai membuat uring-uringan tiap malam karena sudah sepekan lebih lobang anus itu belum dapat siraman pejuh segar dari kontol Pak Hendi.

Sempat kepikiran untuk meminta asupan pejuh ke sang ayah, akan tetapi setelah melihat muka lelah sang ayah yang baru pulang ke rumah sehabis ngewe entah berapa ronde dengan Pak Asman membuat Adit jadi tak tega kalau memaksa lelaki itu agar mau bercinta dengannya.

"Kamu kenapa sih? Kok belakangan ini jarang balas pesan abang," tegur Pak Hendi setelah berhasil menghadang jalan Adit yang hendak pergi ke kantin siang itu. "Kalo ada omongan abang yang udah bikin kamu kesal, bilang aja langsung ke abang. Bukan malah bikin abang tambah bingung dengan sikap merajuk kamu yang kekanakan ini."

"Tanyakan aja sama rumput yang bergoyang," balas Adit ketus seraya menggeser badan ke samping sebelum lanjut berjalan melintasi koridor yang menuju ke kantin di sekolahan itu.

Namun baru tiga langkah Adit berjalan, ayunan kaki pemuda itu kembali berhenti begitu tangan Pak Hendi tiba-tiba mencekal lengannya.

"Jangan harap bisa pergi ke kantin sebelom kamu jawab pertanyaan abang," ancam Pak Hendi seraya menarik lengan Adit hingga badan pemuda itu membentur dada bidangnya dengan cukup keras.

"Jadi masalah apa itu sampai bikin kamu berubah jadi cowok gagu begini?" sambung Pak Hendi seraya menatap mata Adit yang kini berdiri dengan kepala mendongak ke arahnya. "Jangan bilang kalo kamu merasa kurang puas dengan genjotan kontol abang karena sejak menikah, belom sekali pun ada keluhan dari bini abang soal aktivitas seks kami selama ngewe di ranjang."

"Wooey, Dit. Jadi makan di kantin nggak?" tanya sebuah suara membuat mata Pak Hendi segera beralih ke sosok pemuda yang berdiri tak jauh dari guru olahraga itu.

"Ja-jadi kok, Mad," sahut Adit begitu mengenali sosok pemuda yang berdiri di depan mereka.

"Trus kenapa masih berdiri situ?" tanya Ahmad sambil mulai berjalan ke arah Adit yang masih bergeming di depan Pak Hendi. "Bisa keburu bel nanti kalo kita nggak segera pergi ke kantin sekarang."

"Oke, kita sambung nanti aja sepulang sekolah," ucap Pak Hendi seraya melepas cekalan tangan dari lengan Adit begitu Ahmad tiba di depan mereka. "Bapak bakal tunggu kamu di depan gerbang sekolahan nanti sore. Jadi jangan pulang dulu sebelom kita bertemu, oke?"

"Ada masalah apa lagi kali ini?" tanya Ahmad begitu Pak Hendi beranjak pergi entah ke mana. "Aku kira kamu udah putus hubungan dengan Pak Hendi. Tapi kenapa kamu masih aja mau bertemu dengan guru nggak modal itu?"

"Bisa nggak kita bahas topik yang lain?" pinta Adit seraya melenguh napas lelah. "Kalo nggak bisa, mending aku makan sendirian aja di kantin."

Tanpa terasa bel pulang sekolah pun berdering dan Adit baru beranjak keluar setelah murid di dalam kelas itu sudah keluar semua.

"Buruan naik," titah Pak Hendi sembari mengedik dagu ke jok belakang motornya begitu melihat Adit yang baru keluar dari gerbang sekolahan.

"Kenapa nggak bicara di sini aja?"

"Tentu aja karena lebih aman kalo kita bicara di dalam ruangan tertutup ketimbang di pinggir jalan begini," sahut Pak Hendi tak sabaran. "Jadi segera naik ke motor abang agar kita bisa langsung pergi sekarang. Kontol abang beneran udah kangen berat sama lobang kamu. Asal kamu tahu, betapa sengsaranya kontol abang seminggu ini nggak ngewe sama kamu."

Ayahku Pejantanku [BL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang