Bab 31

3.1K 116 15
                                    

Meski waktu baru berjalan kurang dari sejam sejak Adit keluar dari ruang kepala sekolah, akan tetapi rasanya seperti sudah berabad-abad ketika pemuda itu duduk sendirian di bangku panjang depan pintu ruang kepala sekolah.

Refleks menoleh begitu mendengar deritan pintu di sebelahnya perlahan membuka dan tampak lah sosok sang ayah yang baru keluar dari ruang kepala sekolah dengan kemeja rada kusut dan napas agak tersengal seakan habis ikut lomba lari maraton.

"Mau pulang sekarang?" tanya Pak Bondan sembari menoleh ke arah Adit yang kembali duduk dengan kepala merunduk.

"Mama pasti bakalan marah kalau kita belom sampai rumah pada waktu jam makan malam," sahut Adit seraya mengangguk, lantas bangkit berdiri dan mereka mulai berjalan bersisian menuju parkiran motor tanpa saling bicara.

Tanpa bertanya pun Adit sudah tahu betul apa yang sebenarnya terjadi di dalam ruang kepala sekolah selama pemuda itu duduk di bangku panjang yang ada di depan ruangan itu.

Meski hanya terdengar samar, akan tetapi Adit masih bisa mengenali suara desahan sang ayah dan Pak Asman yang saling bersahutan di balik tembok ruang kepala sekolah yang berada persis di belakangnya.

Pun dari bau keringat yang menguar dari badan sang ayah dengan sedikit campuran aroma yang sudah tidak asing lagi di hidung Adit. Aroma yang biasa mampir ke hidung Adit setiap kali kedua orang tuanya habis bersenggama sewaktu mereka masih tidur bertiga dalam satu kamar.

Karena melamun, Adit jadi tidak begitu ingat selama duduk di boncengan motor sang ayah dan baru sadar begitu mereka sampai di depan rumah.

"Jadi apa kamu bisa jaga rahasia kita?" tanya Pak Bondan ketika melihat Adit hendak masuk ke rumah setelah turun dari motor sang ayah.

"Rahasia?" ulang Adit begitu menoleh ke arah sang ayah yang masih duduk di jok motor dalam balutan jaket kulit yang membuat sosok lelaki itu jadi kelihatan lebih muda dari usia sebenarnya.

"Yap, rahasia soal kelakuan buruk kamu di gudang sekolahan maupun apa yang sudah papa lakukan di ruang kepala sekolah sore tadi," sahut Pak Bondan seraya beranjak turun dari motor setelah melepas helm dari kepala.

"Oke, Adit janji nggak bakal mengadu ke mama kalo papa udah selingkuh dengan Pak Asman di ruang kepala sekolah sore tadi," balas Adit lebih spesifik soal kelakuan cabul sang ayah.

"Papa nggak bakalan selingkuh dengan Pak Asman kalo bukan gara-gara video cabul kamu yang hobi umbar lobang di sembarang tempat," bantah Pak Bondan tidak terima akan tuduhan terselubung itu. "Lagian mana mau papa jadi cowok simpanan bandot tua itu kalo bukan demi jaga aib kamu."

"Omong kosong. Penis papa nggak bakalan bisa ereksi kalo emang nggak ada nafsu sama Pak Asman," bantah Adit sinis meski ada sekelumit rasa kecewa akan fakta kalau sang ayah beneran sudah bercinta dengan Pak Asman.

"Berenti berdebat. Papa nggak mau bikin masalah ini jadi tambah rumit," timpal Pak Bondan seraya mengangkat kedua tangan. "Lagian bukan cuman papa yang bakal kena masalah besar kalo rahasia kita sampai bocor, tapi kamu pun bakalan ikut terseret, Nak."

"Oke. Adit setuju buat jaga rahasia ini agar aib kita tetap aman," sahut Adit pasrah. "Jadi apa yang harus kita lakukan sekarang?"

"Cukup tutup mulut dan tetap bersikap seperti biasa agar mama nggak curiga kalo lihat ada yang aneh dengan tingkah kita," saran Pak Bondan sebelum beranjak masuk ke dalam rumah.

"Jadi ada masalah apa sampai Pak Asman memanggil papa agar datang ke sekolahan hari ini?" tanya Bu Nurul seraya menoleh ke arah sang suami ketika mereka sedang makan malam bareng di meja makan.

Spontan Pak Bondan dan Adit saling melirik sebelum merespon omongan Bu Nurul yang menatap sang suami dengan raut penasaran.

"Biasalah, Ma. Ketiduran di dalam kelas ketika masih jam pelajaran," bual Pak Bondan sembari mengedik bahu santai. "Bisa jadi Adit ketiduran di dalam kelas gara-gara sering begadang buat latihan pentas drama di sekolahan."

Ayahku Pejantanku [BL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang