Bab 32

3.1K 122 12
                                    

Sejak serah terima kunci duplikat rumah kedua Pak Asman, Adit dan Pak Hendi lebih sering bercinta di rumah itu ketimbang di gudang sekolahan. Meski tidak tiap hari mereka akan pergi ke sana selepas pulang sekolah. Beda dengan waktu mereka masih rutin ketemuan di gudang sekolahan setiap jam makan siang.

Seperti kebanyakan rumah bertipe 36, rumah itu pun hanya memiliki dua kamar tidur, satu toilet, ruang makan dan dapur serta ruang tamu agak luasan di bagian depan.

Berhubung rumah sederhana itu berada di kawasan perumahan yang baru dibangun dan cukup jauh dari pemukiman warga membuat lingkungan di sekitar rumah itu jadi agak sunyi dan sepi.

Menilik dari interior rumah yang masih minim perabot—hanya ada kasur busa tanpa ranjang di masing-masing kamar tidur serta satu set meja makan dari kayu dan beberapa peralatan memasak bergelantungan acak di tembok dapur yang semuanya kelihatan seperti masih baru—Adit langsung tahu kalau Pak Asman membeli rumah itu belum lama ini.

Awalnya Adit merasa sungkan ketika pertama kali bercinta dengan Pak Hendi di salah satu kamar rumah sederhana itu karena harus rebahan di atas kasur busa yang tampak masih baru lantaran takut kalau sampai ada setetes pejuh yang tidak sengaja jatuh ke kasur itu.

Namun perasaan sungkan itu berangsur memudar ketika mendapati kasur busa itu sudah terbungkus rapi dalam kain seprai pada kunjungan hari kedua Adit pergi ke rumah itu bareng Pak Hendi.

Biasanya Adit dan Pak Hendi sudah pulang ketika Pak Asman dan Pak Bondan datang ke rumah itu, akan tetapi sore itu mereka belum sempat orgasme ketika tiba-tiba terdengar deruman mesin motor dan mobil yang baru berhenti di depan rumah sederhana itu.

Refleks Adit mendorong mundur dada Pak Hendi yang masih keenakan genjot kontol di atas badan mungil pemuda itu.

"Udah berenti. Papa dan Pak Asman udah datang tuh," ucap Adit begitu terdengar bunyi klik pelan bersambung deritan pintu yang terbuka dari arah ruang tamu.

"Emang kenapa kalo mereka udah datang?" tanya Pak Hendi sedikit kesal dengan sikap pengecut Adit yang gampang kagetan dan mudah kena serangan panik ketika ada kejadian tak terduga yang datang tiba-tiba sewaktu mereka sedang asik bercinta.

"Tentu aja karena aku malu kalo papa sampai lihat badan bugil aku," sahut Adit dengan kepala celingukan ke sekitar ruangan. Berusaha mencari celana kancut yang terselip entah di mana di antara pakaian mereka yang berserakan di lantai kamar tidur itu.

"Malu kelihatan badan bugil kamu atau takut bakal ketahuan papa kamu kalo kamu punya titid seimut itu?" ralat Pak Hendi sembari mengedik dagu ke arah selangkangan Adit setelah ganti posisi jadi rebahan santai di atas kasur busa dengan kontol masih mengacung keras karena belum sempat ejakulasi.

"Kita nggak bakal telat ngewe kalo abang nggak kelamaan kasih bimbingan dalam kegiatan ekskul bola voli tadi," sahut Adit rada ketus sambil segera memasang kancut berikut celana dan baju seragam sekolahnya dengan cekatan.

"Perasaan bukan abang yang mengajak kamu pergi kemari sore ini," balas Pak Hendi membuat gerakan tangan Adit sesaat berhenti. "Jangan bilang kalo kamu udah lupa karena abang masih ingat betul dengan rengekan kamu tadi."

Entah kenapa, hati Adit tiba-tiba terasa sakit begitu mendengar omongan sinis Pak Hendi yang membuatnya merasa seperti cowok murahan yang manja dan kekanakan.

"Oke, jadi begitu. Abang menyesal udah datang kemari sore ini?" simpul Adit berusaha menelan rasa kecewa dan sakit hati yang terasa perih di pelupuk mata serta rasa sesak di rongga dada yang membuat napasnya jadi tercekat.

"Tenang aja. Adit bakalan ganti uang bensin abang," sambung Adit seraya mengambil dompet dari saku belakang celana. "Jadi berapa nominal yang mesti Adit ganti?"

Ayahku Pejantanku [BL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang