"Eyang bilang begitu?"
"Hng."
"Di utamakan anak laki-laki dulu?"
"Hng."
"Tiket liburan juga udah disiapin?"
"Hng."
"Ya udah, biarain aja, jangan terlalu dipikirin."
Setelah beberapa hari terlewati, Sephora akhirnya menceritakan hal tersebut kepada Sagion dengan segala keberaniannya. Atau lebih tepatnya perempuan itu menunggu waktu yang pas agar mereka bisa membahasnya dengan kepala dingin tanpa gangguan dari pekerjaan masing-masing.
Seperti akhir pekan ini contohnya. Jam alarm pada nakas sudah menunjukkan pukul 08.10, tapi keduanya lebih memilih menetap di atas kasur untuk membahas satu dan lain hal. Entah sudah berapa lama mereka melakukannya.
Tubuh keduanya masih terbalut piyama berbeda warna dengan selimut yang menutupi sampai sebatas pinggang. Sagion menyenderkan punggungnya pada kepala ranjang, sedangkan Sephora yang duduk di sampingnya lebih memilih untuk menjadikan bahu kokoh suaminya sebagai sandarannya, nyaman.
"Can I ask you something, Sepho?"
"Apa?"
"Did I make it? Maksudnya, did I make you happy with me? Did I treat you like how you wanna be treat? Did I make you comfortable?"
Kalimat itu tanpa disangka-sangka sungguh memberikan sengatan di hati si perempuan. Sephora bergeming untuk beberapa saat. Benaknya melalang buana, memikirkan hal apa yang sekiranya membuat lelaki itu berucap begitu. Apakah ada sesuatu hal yang sedang mengusik pikirannya?
Lantas Sephora sedikit mendongak untuk menatap wajah Sagion setelah meloloskan rentetan pertanyaannya.
"Sagion, apa kamu tau? You are doing the best than you can. Aku malah mau bilang makasih karena kamu udah pakai kesempatan itu dengan baik."
Ia segera menggeleng, "Noo, yang seharusnya bilang begitu tuh aku. I'm sorry for all my mistakes, and thank you for always being there for me. I am so lucky to have you in my life, My Primrose."
Tak tau harus bereaksi seperti apa karena ia begitu tersentuh atas kalimat suaminya, akhirnya Sephora memilih untuk menyelusupkan wajahnya pada dada bidang Sagion. Ah, sekarang ia bisa mencium aroma tubuh suaminya yang kelewat harum ini. Apa Sagion memang selalu sewangi ini bahkan ketika baru bangun tidur?
Sagion pun tidak bisa menahan rasa senangnya yang amat membuncah. Ia tersenyum. Kelakuan istrinya berhasil membuat hatinya penuh bahagia.
Kemudian Sagion sedikit menunduk untuk mengecup kepala istrinya sebanyak tiga kali.
"Gemes," bisiknya. Telapak tangan besarnya ia gunakan untuk mengusap surai lembut Sephora.
"Are you trying to make me fall in love, Gion?" Suara Sephora terdengar mengendap karena sampai sekarang ia belum mengangkat wajahnya.
"Emang seharusnya begitu bukan? Harusnya sih aku yang nanya, have you fallen in love with me, Sepho?"
"Why are you flirting?"
"Flirting? It's normal. Bukannya kamu yang nanya duluan? Lagi pula pertanyaan kamu itu ngga seharusnya kamu tanyain karena jawabannya udah ada disana."
Ya, memang benar juga sih. Sephora ini hanya sedang bingung saja mau berkata apa lagi. Alhasil yang keluar dari mulutnya hanyalah pertanyaan retoris saja.
"Listen to me, Sephora." Ia tetap membiarkan posisi istrinya yang belum juga beranjak. "Mungkin aku belum bisa dibilang jadi suami yang baik buat saat ini. Aku masih harus usaha lebih keras lagi supaya figur suami yang kamu idamkan itu ada di diri aku."