4. Malam sendu Yuta

29 22 1
                                    

***

Yuta meninggalkan rumah Sesilia pukul lima sore. Bertepatan dengan tukang plafon yang selesai bekerja. Disaat yang sama, ayah juga pulang. Pria itu sempat menanyakan kemana perginya Sesilia. Yuta menjawab tidak tau. Ayah juga bertanya kenapa bubur kacang hijau di meja makan masih utuh dan Yuta hanya menjawab bahwa dia sedang tidak bisa makan bubur kacang hijau. Ayah tidak bertanya lebih lanjut, lalu membiarkan Yuta pergi meninggalkan rumah. Setidaknya remaja laki-laki itu telah meluangkan waktunya untuk menemani tukang memperbaiki plafon kamar Sesilia. Meski apa yang telah dia hidangkan tidak disentuh sama sekali.

Dan malam ini, Yuta sudah berada di pelantaran super market bersama teman-temannya. Yuta bosan di rumah, memutuskan untuk nongkrong saja dengan Dani, Liko dan Raka. Namun ternyata tetap membosankan. Yuta masih merasa tidak senang.

"Asem bener muka lo, Tuy. Mau nyebat nggak? Minum deh kalau nggak nyebat," celetuk Raka yang sejak tadi memang memperhatikan Yuta. Disaat mereka tertawa membahas vidio mimi peri yang pakai hijab dan make-up tebal, Yuta justru terdiam saja dengan pandangan kosong.

Dani dengan sekenanya menampol kepala belakang Raka. "Mulut lo, Rak."

Raka mendelik sinis. "Habisnya diam-diam bae."

Liko turut menatap Yuta yang masih sibuk dengan lamunannya. Ocehan mereka benar-benar hanya dianggap angin lalu. Lantas dengan penasaran, Liko bertanya.

"Lo kenapa, Tuy? Ada masalah?"

Yuta masih tak merespon. Raka curiga kalau Yuta betulan kemasukan.

"Woi!" Pekiknya tepat di telinga laki-laki itu. Berhasil, Yuta terperanjat kaget. Menutup telinganya yang pengang karena teriakan tidak beradab Raka.

Dia menoleh, menatap teman-temannya yang kompak menghela napas. Dani gemas dengan Yuta yang akhir-akhir ini banyak melamun. Yuta bukan remaja yang suka terdiam dengan isi kepala berkecamuk. Yuta adalah remaja laki-laki yang ceria. Tapi semenjak Sesilia kembali, anak itu mendadak seperti sedang memikul beban berat. Seolah-olah dunia akan habis jika Yuta salah mengambil langkah.

"What's wrong with you, bro?" Raka bertanya lagi.

Yuta menghela pelan. Kepalanya menggeleng, pertanda tidak ada yang salah dengannya. Yuta juga tidak mengerti kenapa suasana hatinya berubah sendu. Padahal tadinya dia baik-baik saja.

Dani mendengus. "Gara-gara Sesilia nih pasti," tebak Dani.

"Emangnya lo harus pundung di setiap Sesilia muak ngeliat lo?" Raka bertanya tidak habis pikir. "Kalian udah lama selesai. Seharusnya lo nggak biarin Sesilia jadi beban pikiran lo, Tuy."

Tidak sepenuhnya tentang Sesilia. Suasana hati Yuta memang sedang dalam kondisi tidak baik-baik saja. Sendu itu datang dengan sendirinya. Bukan karena Sesilia, bukan karena ayah dan juga bukan karena mama. Tidak ada hal yang membuat suasana hatinya memburuk. Dia tidak baik-baik saja secara tiba-tiba.

"Gue cabut duluan." Yuta beranjak bangkit, menyambar jaket kulitnya yang menyelimuti punggung kursi.

"Tuy! Nggak asik lo!"

Yuta melempar senyum tipis pada teman-temannya. Yuta bukannya tak menghargai mereka yang dengan senang hati menampung cerita Yuta. Dia hanya sedang ingin sendirian. Yuta ingin memeluk dirinya di ruangan gelap tanpa dilihat siapapun. Yuta ingin mengembalikan suasana hatinya dengan caranya sendiri. Jika Yuta memutuskan untuk tetap duduk bersama mereka, tak dapat dipungkiri akan terjadi hal yang kurang mengenakan. Yuta mengantisipasi terjadinya kejadian buruk.

Sebelum meninggalkan supermaket, Yuta memutuskan untuk membeli beberapa makanan dan minuman. Hanya beberapa buah snack dan tiga kaleng susu kurma.

Yuta membawa barang yang telah dia pilih ke meja kasir. Berdiri di belakang seorang pria yang sedang melangsungkan proses transaksi. Yuta menunggu dengan sabar sembari mengedarkan pandangannya ke seluruh sudut yang bisa netranya gapai. Hingga kemudian, pria itu menepuk bahunya. Menyadarkan Yuta bahwa selanjutnya adalah giliran Yuta.

Yuta dan patah hatinyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang