11. Mereka telah bahagia, lalu Yuta?

13 11 0
                                    

***









Hujan turun lagi. Bau petrikor menguar untuk ke sekian kalinya. Yuta mendongak, menatap gumpalan awan hitam yang tak berhenti menangis. Tadinya sudah reda, lalu saat Yuta hendak meninggalkan halte, hujan turun dengan cepat dan deras, memaksanya kembali berteduh.

Yuta baru kembali dari rumah Raka. Sepulang sekolah mereka makan siang di sana. Katanya mama Raka rindu dengan mereka dan memasak banyak makanan. Sekalian mampir di sebuah toko sendal, membeli hadiah ulang tahun untuk Faldo. Nanti malam mereka akan tetap pergi ke acara laki-laki itu. Tentu saja hanya untuk makan lalu setelahnya pulang.

Gemercik air memaksa Yuta untuk berjalan mundur, menjauh dari pinggiran halte. Tampaknya ini akan berlangsung lama. Tidak ada tanda-tanda hujan akan reda dengan segera. Seharusnya Yuta tidak menunda untuk pulang ketika hujan masih ringan. Sayang sekali, teman-temannya malah mengajak main ludo.

Beberapa saat kemudian, ada sebuah motor ninja berhenti di depan halte. Sepasang kekasih yang masih mengenakan seragam SMA itu berlari cepat ke bawah halte. Yuta menatap keduanya sekilas. Mereka adalah Sesilia dan Faldo.

Ah, kenapa Yuta harus terjebak bersama dua manusia itu? Menyebalkan sekali.

"Basah semua?" tanya Faldo sembari merapikan rambut Sesilia yang berantakan. Kedua makhluk Tuhan itu berdiri tak jauh dari tempat Yuta berdiri.

Sesilia mengangguk manja. "Dingin."

Faldo tersenyum tipis. Seperti pria sejati kebanyakan, Faldo tidak akan membiarkan dirinya hangat sendirian. Maka dari itu, jaket yang melekat di tubuhnya dia lepas dan digunakan untuk menutup tubuh Sesilia. Jaket itu tebal. Luarannya tampak basah, tapi bagian dalamnya masih kering dan dapat menghangatkan badan.

Sesilia tersenyum. Dia mengeratkan jaket itu pada tubuhnya. "Makasiih."

Faldo tersenyum seraya mengacak puncak kepala Sesilia. Mereka bermesraan seolah halte itu hanya ditempati oleh mereka berdua. Yuta yang menyaksikan dalam diam hanya bisa mencibir dalam hati. Mereka terlihat alay. Seperti baru pertama kali pacaran.

Manusia di muka bumi ini benar-benar aneh. Apa untungnya memamerkan kemesraan mereka di depan umum? Biar ada yang kagum dan berharap memilih pasangan seperti Faldo? Cih! Yuta mendadak jijik dengan laki-laki itu. Lagian selera Sesilia melesat jauh. Tidak lebih baik dari Yuta.

Bukannya percaya diri, tapi faktanya Sesilia terlihat bahagia saat bersamanya.

"Nanti malam jangan lupa pakai baju yang udah gue beliin," ujar Faldo. Kini kedua sejoli itu telah duduk di kursi halte. Kaki mereka terlalu lemah untuk diajak terus-terusan berdiri. Sama halnya dengan Yuta. Duduk di kursi paling ujung sembari bersedekap dada. Keberadaannya benar-benar tidak dianggap.

Sesilia menganggukkan kepalanya. "Pasti gue pakai, Fal."

Tidak ada yang bisa Faldo lakukan selain tersenyum.

"Nanti jadi mampir dulu, kan?" tanya Sesilia penuh harap. Ayah sangat ingin bertemu Faldo. Ini adalah kesempatan untuk meraih restu dari ayah. Kesempatan baik agar ayah bisa melupakan Yuta sebagai calon menantu idamannya.

Meski tak di pungkiri, Sesilia selalu meminta pada Yang Maha Kuasa untuk mengembalikan semua hal yang telah hilang. Termasuk laki-laki yang duduk diam di ujung sana.

Dan juga segala hal yang telah hilang dari hidup Yuta. Sesilia akan selalu mendoakan yang terbaik untuk mantan kekasihnya tersebut.

"Semoga bisa ya. Gue kan harus cepat-cepat sampai di rumah. Mau mantau progres acara," jawab Faldo.

Garis wajah Sesilia sedikit menurun. Senyumnya menyusut. Diusahakan untuk tidak hilang dari wajahnya sebab akan kentara sekali kalau Sesilia kecewa.

"Ayah mau ngeliat lo padahal," bisik Sesilia.

Yuta dan patah hatinyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang