***
Akhir-akhir ini hujan sering turun. Tampaknya langit sedang dalam masa berduka. Seperti malam ini, Yuta terjebak di rumahnya karena hujan turun sejak sore. Belum berhenti hingga saat ini, membuat Yuta tidak bisa pergi kemana-kemana. Bahkan ke rumah Sesilia. Ada payung sebetulnya. Tapi Yuta malas kalau harus berjalan di tengah hujan hanya untuk makan malam di rumah Sesilia. Tadi perempuan itu mengirim pesan, meminta Yuta untuk makan malam di rumahnya.
Yuta menghela napas. Melirik ponsel yang menyala, jam sudah menunjukkan pukul delapan. Waktu benar-benar berlalu dengan cepat. Rasanya belum lama Dani, Raka dan Liko meninggalkan rumahnya dan sekarang sudah pukul delapan saja. Tanpa sadar, waktu membawa Yuta pada situasi-situasi yang tak terduga. Seperti kembalinya Sesilia dengan hubungan yang berbeda, ujian yang semakin dekat dan tak lama lagi Yuta akan lulus lalu pergi kuliah di tempat yang jauh.
Ah, masa remaja akan berakhir sebentar lagi. Yuta masih belum punya momen berharga yang bisa di kenang selain kandasnya hubungan Yuta dan Sesilia. Tidak banyak hal berarti di hidup Yuta. Senangnya ada banyak, tapi sedihnya jauh lebih banyak. Bahkan Yuta masih belum bisa berdamai dengan masa lalunya. Yuta masih terjebak di dua tahun yang lalu. Di masa dirinya dipatahkan berkali-kali dalam kurun waktu satu hari.
Bukan salah ayah ataupun Sesilia. Justru Yuta yang salah karena memilih bertahan di zona sakitnya. Yuta selalu berharap mereka kembali dan membersamainya lagi. Permintaan yang egois. Mau sampai kapanpun, ayah akan tetap hidup bersama keluarganya. Dan Sesilia juga akan hidup dengan kebahagiaan barunya.
Terkadang manusia memang suka lupa diri. Sakit itu datang karena dirinya sendiri, tapi dia tidak mengakui bahwa pelaku yang membuatnya terluka adalah dirinya sendiri. Dia memilih menyalahkan orang-orang yang pergi meninggalkannya tanpa sadar bahwa meminta mereka kembali akan membuat mereka merasa sakit.
Benar kata ayah, Yang telah hancur tidak akan bisa kembali utuh.
Di depan sana, Yuta melihat mobil Faldo berhenti. Laki-laki itu keluar membawa payung, lalu membuka pintu samping dan memayungi Sesilia hingga memasuki halaman rumah.
Salah satu sudut bibir Yuta terangkat. Kenapa harus Faldo? Yuta tidak masalah jika Faldo merebut Sesilia. Tapi ayah, kenapa Faldo harus menjadi anak ayah juga? Dan paling menyakitkannya, Faldo lahir lebih dulu dari Yuta.
Lucu sekali. Seharusnya Faldo yang bertanya, kenapa harus Yuta? Karena kehadiran Yuta, Faldo bukan lagi menjadi satu-satunya anak ayah.
Menyesali hal yang telah terjadi tidak akan membuat semuanya kembali sebagaimana mestinya. Apa yang telah terjadi tidak akan bisa dirubah. Apa yang telah terlewati, tidak bisa diminta berhenti. Dan mereka yang telah pergi, tidak akan pernah mungkin kembali.
Entah kapan waktunya, Yuta tidak tau. Yang jelas, dari dua tahun yang lalu hingga saat ini, Yuta belum bisa menerima semua yang terjadi, semua yang terlewati dan semua yang telah pergi.
***
Hujan reda pukul setengah sembilan malam. Di saat Yuta hendak meninggalkan teras, Sesilia datang mengahalau gerimis bersama payung hitamnya. Yuta pikir Sesilia datang untuk mengembalikan payung itu karena pemilik sebenarnya adalah Yuta. Namun ternyata, dia datang untuk membawa Yuta makan malam di rumahnya. Ayah telah menunggu Yuta untuk makan bersama. Dia tidak mau makan kalau Yuta tidak datang.
Dan di sinilah Yuta berada. Di teras rumah, memangku sepiring nasi dengan lauk ayam goreng cabai hijau, sup wortel dan kerupuk udang.
Yuta tidak sendirian. Sesilia turut duduk bersamanya. Menikmati makan malam ditemani langit yang hampa tanpa bintang.
"Lo kenapa bisa pacaran sama Faldo?"
Pertanyaan Yuta memecah keheningan. Pun hampir memecah tenggorokan Sesilia karena dia tersedak makanan yang dia makan.
Sesilia menatap Yuta. Laki-laki itu tampak acuh saja dengan suara batuk Sesilia. "Nggak ada pertanyaan lain?"
Dengan polos Yuta menggeleng. Dia cukup penasaran kenapa Sesilia bisa menerima Faldo menjadi pacarnya. Apakah yang Sesilia rasakan saat bersama Faldo sama dengan yang Sesilia rasakan saat bersama dirinya dulu? Apakah cinta bisa berpaling dengan mudah? Kepala Yuta mendadak dipenuhi banyak pertanyaan.
"Gue nggak bisa jawab," ujar Sesilia.
Yuta menoleh, menatap gadis itu sembari memasukkan satu buah kerupuk ke dalam mulutnya. "Lo beneran cinta sama Faldo?"
Sesilia menghela pelan. "Iya. Gue sangat cinta sama Faldo. Bahkan lebih besar dari cinta gue ke lo, Yuta."
Sesilia mungkin berpikir Yuta akan sakit hati saat tau cinta yang Sesilia berikan tak seberapa. Tapi nyatanya, Yuta biasa saja. "Kenapa lo bisa sangat mencintai Faldo?"
Sesilia tidak langsung menjawab. Dia terdiam, memikirkan kenapa dia bisa menyebut dirinya mencintai Faldo. Padahal dia sendiri juga tidak tau seperti apa rasanya mencintai seseorang. Sesilia tidak tau apakah dia benar-benar mencintai Faldo. Sebab, Faldo datang disaat hubungan Sesilia dan Yuta hancur. Kala itu Sesilia menerima Faldo tanpa mempertimbangkan banyak hal. Dan hingga saat ini, hubungannya tampak baik-baik saja.
Apakah hubungan baik-baik saja bisa disebut sebagai bentuk lain dari cinta?
"Kenapa, Sil?" Yuta bertanya lagi.
"Karena dia selalu ada disaat gue butuh. Dia ada disaat gue lagi butuh tempat untuk pulang," jawab Sesilia terdengar tidak meyakinkan.
"Emangnya cinta hanya sekedar tentang tempat untuk pulang?" tanya Yuta. "Bukan apa-apa, Sil. Gue cuma mau memastikan kenapa ayah bisa berpaling dari mamanya Faldo. Ayah sempat bilang kalau rasa cintanya ke mama Faldo lebih besar dari rasa cintanya ke mama gue. Tapi kenapa ayah bisa menikahi mama kalau dia benar-benar mencintai mamanya Faldo? Atau jangan-jangan cinta itu hanya omong kosong?"
Seperti yang sudah-sudah, semua yang terjadi dalam hidup Yuta selau dikaitkan dengan perceraian kedua orang tuanya.
"Sebenarnya cinta itu nggak bisa dijelaskan pakai kalimat, Yut. Cinta bukan hanya perihal kalimat manis. Terkadang, hal-hal kecil yang dilakukan pasangan kita untuk kita juga termasuk cinta." Sesilia menjelaskan sebisanya.
"Contohnya?"
"Kayak ayah yang nggak mau nikah lagi. Katanya apa yang ada di mama nggak akan ada di perempuan lain. Sedangkan yang ayah butuhkan adalah segala hal yang ada di mama."
"Berarti ayah gue nggak menemukan apa yang dia butuhkan di mama Faldo dan milih buat nikah lagi sama mama gue. Tapi dia juga nggak nemuin apa yang dia butuhkan dari mama gue dan memilih mencarinya di mama Faldo." Yuta mencoba menjabarkan apa yang dia pahami. "Tau ah. Pusing gue, Sil."
Sesilia terkekeh pelan. "Kadang ya, Yut, orang-orang bisa nikah cuma karena merasa cocok sama pasangannya. Tapi pas udah nikah, mereka malah nggak sejalan. Ada banyak hal yang nggak mereka ketahui dan ada banyak hal yang nggak mau mereka toleransi."
"Berarti mama sama ayah nggak sejalan?" tanya Yuta.
"Bisa jadi," jawab Sesilia.
Yuta mengangguk mengerti. "Berarti, gue nggak bisa maksa mama dan ayah untuk sama-sama lagi karena tujuan mereka nggak sama?"
Sesilia mengangguk membenarkan. "Betul."
"Apa kita juga kayak gitu, Sil?" Yuta menatap Sesilia. Nasi di piring tampaknya tidak menjadi hal yang menarik lagi.
Sesilia menatap Yuta.
"Apa kita juga nggak sejalan?"
Sesilia memalingkan wajahnya.
Dia tidak bisa menjawab karena hubungan mereka berakhir bukan karena berbeda arah atau tidak saling butuh. Melainkan karena permintaan seseorang.
****
See you:)
KAMU SEDANG MEMBACA
Yuta dan patah hatinya
Teen FictionTidak ada yang tersisa setelah patah hati pertamanya. Seharusnya begitu. Seharusnya semuanya habis ketika ayah memilih meninggalkan Yuta dan mama. Seharusnya cinta Yuta pada Sesilia habis di tahun ketika gadis itu memilih mengakhiri hubungan mereka...