***
"Temenin gue ke toko buku yuk, Sil. Gue butuh buku lagi," ujar Yuta menatap Sesilia yang masih belum beralih dari buku ekonomi di hadapannya.
Malam ini Yuta berada di rumah Sesilia. Makan malam bersama lalu lanjut belajar bersama. Tadinya ada Dani, tapi anak itu memilih pulang karena Raka dan Liko tidak jadi datang. Dani tidak ingin terlihat bodoh sendirian sebab tidak ada satupun soal yang bisa dia kerjakan dengan cepat. Yang ada Dani insecure dengan Sesilia dan Yuta. Maka dari itu, lebih baik pulang saja.
Kini tersisa Yuta dan Sesilia di teras depan. Ayah ada di dalam, menonton pertandingan bola favoritnya.
"Pakai yang lain aja dulu, Yut. Ini, buku gue banyak," sahut Sesilia menyodorkan tumpukan buku miliknya pada Yuta.
Namun laki-laki itu menggeleng. Dia menolak untuk menggunakan buku Sesilia. "Gue mau beli."
Sesilia menghela napas. Menutup buku, lalu menatap Yuta yang bertingkah seperti anak kecil minta dibelikan permen kaki. "Apa salahnya pakai buku gue?"
"Nggak mau. Gue mau pakai buku gue sendiri. Nanti bukunya bakal gue coret-coret, Sil," kekeh Yuta.
"Udah malam, Yut," ujar Sesilia berusaha menolak. Bukannya tak ingin mengantar Yuta membeli buku. Sesilia hanya malas bepergian di malam hari.
Yuta menatap Sesilia kesal. Lantas tanpa berkata lagi, Yuta beranjak bangkit. "Gue pergi sendiri aja deh."
Nada bicaranya seperti merajuk. Sesilia menatap laki-laki itu. Yuta benar-benar pergi tanpa mengajak atau memaksa Sesilia untuk ikut bersamanya. Sesilia jadi tidak enak. Yuta memang tidak memaksa Sesilia agar pergi bersamanya, tapi entah kenapa Sesilia merasa harus ikut.
"Gue ikut, Yut! Tungguin!"
Sesilia bergegas menyusul Yuta yang telah menaiki motornya. Tidak ada waktu lagi untuk ganti baju. Celana trening dan kaos oblong ini tak terlalu memalukan untuk dibawa ke toko buku. Toh tujuan mereka membeli buku, bukan menjadi pusat perhatian.
Yuta melirik Sesilia sekelas. "Tadi katanya nggak mau."
Sesilia menyambar helm yang menggantung di kaca spion. "Nggak usah banyak omong."
Yuta menirukan ucapan Sesilia dengan wajah meledek. Lalu membiarkan Sesilia mengisi jok belakang.
"Dah, yok jalan." Sesilia memukul bahu Yuta.
Dengan malas, Yuta mulai melajukan motornya meninggalkan halaman rumah. Bahkan mereka membiarkan buku berserakan di teras. Mereka juga tidak pamit pada ayah. Ah, tidak apa-apa. Mereka hanya pergi sebentar. Membeli buku lalu pulang.
***
Jalanan menuju toko buku mendadak macet. Beberapa pengendara yang terburu-buru pulang ke rumah mulai menggerutu di antara antrian panjang. Untung saja Yuta dan Sesilia menaiki motor. Meski tidak bisa ngebut, setidaknya mereka tidak berdiam diri menunggu mobil di depan bergerak. Meski pergerakan mereka sedikit, setidaknya motor Yuta tidak benar-benar terjebak di antara mobil-mobil yang tak bisa berbuat apa-apa selain menunggu mobil paling depan bergerak. Katanya ada truk terguling di depan lampu merah.
Yuta menarik rem secara mendadak kala tiba-tiba sebuah mobil menyalip mereka. Sesilia terdorong ke depan. Reflek memeluk pinggang Yuta. Lalu buru-buru menjauhkan diri dan berdeham agar situasi tidak canggung.
"Sorry, Yut," bisik Sesilia yang diabaikan Yuta.
Motor kembali melaju. Mobil yang menerobos antrian mereka kini tepat berada di sebelah motor Yuta. Laki-laki itu sempat melirik pada kaca jendela yang sedikit terbuka. Meski samar, Yuta dapat melihat siapa pengendara mobil tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Yuta dan patah hatinya
Ficção AdolescenteTidak ada yang tersisa setelah patah hati pertamanya. Seharusnya begitu. Seharusnya semuanya habis ketika ayah memilih meninggalkan Yuta dan mama. Seharusnya cinta Yuta pada Sesilia habis di tahun ketika gadis itu memilih mengakhiri hubungan mereka...