Fifteen.

29 6 0
                                    

More than the moon.

Rook Hunt bersahabat dengan purnama, berkawan dengan surya, akrab pada sungai, dan jenggala adalah rumah kedua baginya. Tiada yang mampu menandingi tenangnya hutan saat bulan baru tengah berganti dalam gemuruh teduh. Laksana debaran jantung yang tidak beraturan manakala sepasang zambrud menemukan dirinya memandang kosong pada hilir sungai, Rook berdengung. Tidak, bukan sungai bening yang senantiasa mendampinginya hanya untuk merasakan embusan angin pertama musim panas. Namun, pada sosok asing yang tampak terduduk di sana.

Ada sesuatu yang tidak bisa ia tuturkan dengan baik. Dilukiskan pun tiada guna, sebab ia sudah terpaku lebih dalam dari yang sewajarnya terjadi.

Seorang wanita.

Begitu bersih, murni dan kalis. Ia dibalut selendang tipis yang menutupi kulit pucatnya. Tiada lapis kain yang menutupi punggung, menguatkan asumsi bahwa busana wanita yang lebih menawan dari purnama itu setengah menampakkan lekuk tubuhnya yang lain. Helai seputih saljunya terurai, dibiarkannya tenggelam di dasar sungai. Diam-diam mengamati, Rook tak bisa abai pada naluri hidup yang membuatnya harus mengikis langkah dalam hening hingga ambu mengerikan menyapa indra yang berpusat dari wanita di sana. Mereka dingin, seperti lembah dan memiliki aroma bunga yang senantiasa digunakan untuk berkabung.

"Sungguhlah, banyak pertanyaan dari dalam benak ini yang harus kutujukan padamu." Membungkuk sopan padanya, hingga topi ia pangku di dada bidang. Rook dikejutkan dengan sepasang bola mata putih, dengan lingkar bawah hitam di sekeliling mata yang menyerupai biji badam. "Ah, siapakah engkau wahai nona?"

"Oh, dear." Kauberjengit setengah takjub dengan apa yang baru saja melewati indra. Saat suara rendah nan bergelombang, tetapi penuh enerjik di saat yang bersamaan. Tak membuatnya beranjak, ia hanya menampilkan senyum yang tak disembunyikan dibalik pucatnya jemari dengan kuku-kuku panjangnya. "Kukira, kamu akan lari seperti manusia lainnya."

"Bisa aku menemanimu malam ini? Aku memaksa."

"Tak kularang hal itu."

"Perlukah kukembalikan panah yang kauempaskan padaku?"

"Bahkan saat aku tidak mencobanya?"

Rook tidak bisa menyembunyikan gelak lebih lama. "Ah, sudah kuduga. Kamu adalah bunga yang ada di gunung itu. Jika tak salah kuingat, edelweiss."

"Oh, ya?"

"Jarang kutemukan kekeliruan untuk mengapresiasi kecantikan." Rook begitu bangga pada ucapannya seraya mengambil tempat tak jauh dari kaubersimpuh. "Kamu ini apa?"

Kaumengendikkan bahu dengan tingkah main-main. "Tebaklah."

"Dan apa yang kudapat saat kuberhasil?"

"Apa yang kamu kehendaki?"

Rook tersenyum tersipu, "Tiga helai rambutmu."

"Kuberikan lima jika kamu bisa menjawabnya."

"Tak bisa aku gagal jika kamu sudah memberikan tantangan ini. Aku merasa terhormat." Dengan hening yang memenuhi isi kepala, kaudengan ia bersitatap. Bisa kaulihat bahwa pemuda nyentrik ini tengah menelaah sosok asing di hadapan. Bagaimana surai putih saljumu memberi bayang pada kening dengan tanda abu-abu itu, mereka seperti akar yang melilit dedaunan. Rook menelisik dengan serius sehingga deru napas penasarannya tertangkap olehmu. Apa yang dilihatnya tak lebih dari patung yang bergerak. Cara bagaimana kelereng putih itu tidak bergerak, padahal Rook juga sudah berkedip beberapa kali karena mata kering akibat dersik, ia masih menjejaki rupamu. "... Aku sampai pada simpulan lain, wahai cantik." Katanya. Saat semua puzzle ia kumpulkan, dan beberapa kisah dari dalam buku, serta cerita lisan dari mulut ke mulut yang ia ingat, ini membawanya pada petak jawaban yang tidak terduga. Dalam ragu, Rook menyadari bahwa suaranya keluar lebih cepat dari apa yang ia perkirakan. "Banshee?"

NestaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang