Late night gaming.
"Kita sekalian ke rumah Ibu, jemput Daffodil. Aku tidak enak, kita sudah terlalu lama menitipkannya." Begitulah kata Idia pada pujaan hatinya kala hendak kembali ke kediaman Shroud di bawah pendar fana jingga. Beberapa hari di hotel sebab kewajiban Idia sebagai kepala keluarga memang membuat waktunya tersita untuk berbaring dengan nyaman dalam kamar. Melaju di antara aspal, tampak di kursi penumpang, Idia masih mengantuk saat menguyah permen bentuk cacing kegemarannya, dan Russet yang mengambil alih kemudi di sisinya.
"Akan lebih arif jika kita melakukannya esok." Usul wanitanya. "Kamu tampak lelah. Tahu sendiri kalau putramu itu aktif dan tidak mau sendirian jika main."
"Ibu tidak kerepotan? Sudah nyaris satu minggu."
"Idia," Russet memanggil nama guna mengurangi kabut cemas di kepala birunya. "Daffodil itu cucunya."
Idia diam sejenak, memerhatikan jalanan dan sesekali melirik Russet yang masih fokus pada aktivitasnya. "Iya juga, sih."
"Kamu melantur kalau capek."
Kekehan kecil lolos dari bibirnya. Padahal, yang sibuk sebenarnya itu Russet karena ialah yang menyiapkan segala keperluan Idia; katakanlah istrinya itu merangkap sebagai sekretarisnya. Toh, Ayahnya yang mengusulkan demikian, alibinya, 'biar pusing sama-sama'.
"Aku mau mandi." Putus si biru selepas sampai kamar. Nada bicaranya tanpa minat mengatakan hal tersebut hingga rahang Russet terbuka, sang wanita speechless bahkan ketika benaknya menyadari sesuatu.
"Lah," Jeda terbentuk singkat, "sebelum check-out, kamu melewatkan mandi?"
Yang ditanya diam.
"Idia!"
"Mandi itu sekunder."
"... Aku ke mana?"
"Kamu dipanggil Ayah untuk turun ke lobi. Membahas pertemuan akhir tahun untuk tutup buku yang jadwalnya dua minggu dari sekarang. Kamu 'kan sekretaris aku."
Keduanya saling tertawa. Russet yang menertawai Idia, begitu pun sebaliknya.
Begitu segar dirinya; rambut lepek masih menetes air saat kembali menjadi orang biasa yang nyaman mengenakan kaus lengan panjang tanpa harus berpakaian formal dengan rambut yang diikat. Meminta Russet untuk mengeringkan surai biru dengan handuk saat wajahnya ditenggelamkan di antara pangkuan wanita itu, Idia bergumam. "Aku mengantuk."
"Ya, tahu."
"Boleh tidur?"
Responnya membuat Russet tak sanggup menanahan tawa. "Siapa yang melarang?"
"Kamu tidak mau menemaniku?" Lengannya mengerat guna mendapat apa yang ia inginkan dari kalimat sugestif yang baru saja dikatakannya.
"Manja."
n e s t a
"Heh, kamu siapa? Pipinya gembul."
Russet menyiku Idia pada akhirnya. Bocah yang cekikikan dan tidak sadar bahwa figur biru yang ia panggil 'Ayah' itu mengejeknya. Dalam inisiatif Idia, ia tidak bisa begitu saja mengambil Daffodil dengan tangan kosong, dan itu senantiasa dilakukan olehnya saat menjemput kembali putra mereka. Sekiranya, membawa buah tangan untuk Ibu dan Ayah sambung Russet.
Idia memangku Daffodil kecil yang baru menginjak usia tiga tahun. Rambut coklatnya mengalun, diikat tengah dan wajahnya yang senantiasa cerah laksana ina sang fajar itu selalu menghibur Idia. Bagaimana pun, Daffodil adalah putranya; dan orang tuanya tidak melarang apa pun kehendak anaknya saat menyangkut kreativitas. Sekiranya, seperti saat ini bahwa wajah Idia dijadikan kanvas oleh putranya, di tangannya, ada spidol yang aman untuk kulit anak-anak.

KAMU SEDANG MEMBACA
Nesta
FanfictionNesta; pure. a Twisted Wonderland antology. credit: Disney-Twisted Wonderland, Aniplex, and our dear Yana Toboso-sensei. Aku mah minjem karakternya aja dari kemaren-kemaren.😂😂 Enjoy, Kantokusei-san. Welcome!! first published: August 15, 2022. by...