Baby Falcon.
Tiada yang lebih Idia dambakan ketimbang berada dalam pondok, hanya dengan putra dan kasihnya—Russet—yang entah sibuk berbuat apa di balik semak sana. Bumantara kebiruan senantiasa mengiringi musim panas tak berawan. Di bawah kaki gunung, tak jauh dari hutan, huniannya tetap terasa sejuk walau sang raja tak dikelilingi kapas besar yang nyaris menyelimuti kuasanya.
Memang Idia tidak menyangkal bahwa di tangan kekasihnya itu dipegang gunting taman yang senantiasa digunakan untuk membersihkan reranting yang menyambar sekumpulan tulip yang mereka tanam susah payah—ah, tidak. Idia saja yang merasakan demikian.
Tatkala pergerakan dahayu dari sang pujaan hati yang begitu ringan dan menentramkan sanubarinya; lemah lembut, gemulai, nyaris seperti seekor burung. Hal tersebut hanya menambah rasa yang tak akan pernah habis pada dirinya. Russet, yang mana menurut Idia tak perlu melakukan sesuatu yang menawan untuk menarik kekagumannya itu sudah lebih dari cukup. Baginya, tindakan yang sederhana dan tidak ada kepalsuan pun telah membuatnya menemukan tempat untuk kembali. Itu sudah cukup.
"Apa semuanya baik-baik saja?" Idia tak bisa menahan rasa penasaran kala pergerakan surgawi istrinya terhenti kala memandang ke bawah. Tepatnya pada tanah dan reranting yang berjatuhan.
Idia bisa tahu kalau tubuh kekasihnya mulai tegang. "Aku tidak begitu yakin..." Dari deru napas yang menarik putus-putus, Russet meminta Idia untuk mendekat tanpa suara.
Langkah kaki diikuti akara yang menjulang mengikis jarak di antara paviliun dan sederetan kebun tulip. Di sisinya, ada rumah kaca di mana sayuran dan pohon lain yang tidak boleh memakan banyak pendar mentari terjaga dengan baik. Ekspresinya memang datar, tetapi tak menyembunyikan kegelian daripada kedua alis yang terangkat penuh perhitungan.
Ada sesuatu di bawah sana.
"..." Russet ditarik perlahan dan membiarkan Idia menunduk hanya untuk menyingkirkan reranting yang memantik kecurigaan. "... Sekiranya, jika aku kasih ular atau semacamnya ke kamu, kira-kira bagaimana?"
"Idia!"
"Apa?" Kekehannya terdengar begitu rendah saat menarik lengan kaus hingga menampakkan kulit pucat yang tak pernah merasakan cahaya matahari pagi. "... Apa kamu merasa menginjak sesuatu tadi?"
"... Kemungkinan..."
"Kalau aku bilang biawak, responmu seperti apa?"
"Idia!"
"Kamu senang sekali menyebut namaku," Godanya asal, sebelum menunjukkan sesuatu dalam genggamannya. Seekor bayi. Bayi elang dengan sayap abu-abu. Agaknya, baru berusia dua atau tiga hari. "kamu menginjak ini."
"Habislah..." Russet begitu mendramatisir. "Apakah Tuhan akan marah padaku?"
"Tidak." Idia bangkit sembari membawa bayi elang itu dalam dekapannya. Sembari kelereng amber memindai pepohonan yang melingkupi pondok mereka. "... Orang tuanya pasti tidak jauh. Namun, mengapa mereka membuat sarang yang dekat? Maksudku, danau 'kan di sana." Idia menunjuk arah lain dengan dagunya, mencoba mengalihkan perhatian Russet yang terbawa suasana akan dosanya pada Tuhan karena 'mencelakai' binatang, padahal bukan ia juga yang salah.
"... Kakinya patah..." Russet menarik kaki si baby falcon hingga memekik.
"... Goddess, tolong yang lembut sedikit. Ia masih kecil. Anggap saja Daffodil."
"Daffodil tidur." Suara lembutnya terjamah telinga si biru. "Apa kita harus mengobatinya?" Sang hawa menunggu keputusan sang adam yang menjadi pemimpinnya.
"Tentu. Kamu cuci tangan dulu, ayo masuk."
n e s t a
"... Menurutmu, kita apakan baby falcon ini?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Nesta
FanfictionNesta; pure. a Twisted Wonderland antology. credit: Disney-Twisted Wonderland, Aniplex, and our dear Yana Toboso-sensei. Aku mah minjem karakternya aja dari kemaren-kemaren.😂😂 Enjoy, Kantokusei-san. Welcome!! first published: August 15, 2022. by...