Six.

59 11 0
                                    

Laugh together in afternoon fair.

Cafetaria bisa menjadi tempat yang cukup bising apabila jam makan siang telah tiba. Dinding kokoh menjadi tempatmu untuk bersandar; berdiri memandang pelajar-pelajar lain lalu lalang untuk bercengkerama dengan satu dan lainnya. Diselingi tawa dan candaan melepas penat akan gemblengan tuntutan terkait akademik.

Popsicle merah rasa buah masam stoberi kau genggam lemah, lengah sedikit, tak menutup kemungkinan kalau benda dingin itu akan jatuh membentur lantai. Namun, sesuatu di luar dugaan terjadi. Popsicle merahmu tak kurang dari setengah saat kau sadar bahwa adanya jemari lentik yang memaksamu untuk beradu pandang. Ia—si pelaku itu—menunjukkan tawa dan senyum yang tak akan bisa kau tebak. Hal yang kau tahu, ialah yang menelan popsicle yang kau genggam.

"Jade-senpai!" Katamu. "Ini sudah berapa kali!!"

Dahinya terkerut, susah untuk Jade menahan keinginan untuknya melakukan satu dua dialog dengan gadis muda yang menurutnya lugu ini. Satu tahun di bawahnya, Jade terkekeh ringan saat ia mengusap dagu dan menjawab, "Fufufu. Kantokusei-san, kamu lengah sekali."

"Apa yang Jade lakukan kali ini, Kantokusei-san?"

Suara itu datang; agak lain. Nadanya mendesau, mengayun. Manik viridianmu dan biru mililknya yang dibingkai benda bening kotak pun bersua. Ia mendekat bersamaan dengan saudara kembar si pelaku yang memakan popsicle-mu.

"Ini, loh, Azul-senpai!" Adumu tak terima. "Jade-senpai memakan popsicle milikku!"

"Lagi?"

"Lagi!"

Azul menghela napas, sementara Jade tertawa ringan. Floyd turut mengikuti hal yang sama dengan saudaranya. Bedanya, kembaran Jade yang berdiri persis di sisimu itu kini meraih satu benda dari tas karton yang ia bawa. Tampaknya, itu bungkus es krim yang bisa dibagi menjadi dua. Floyd dengan cepat membukanya, menarik kedua batang kayu yang dijadikan satu hingga es krim tersebut terbagi menjadi dua.

"Haik, koebi-chan~" Tawarnya. "Berbagi denganku saja~"

Tak sulit bagi Octavinelle menemukan tawamu siang itu.

"Wah! Terima kasih, Floyd-senpai!"

"Aku harap kamu suka rasa permen karet~"

Kau menggigitnya. Sensasi es krim yang dingin lalu meleleh sebab hangatnya rongga mulut menyebar ke indra pengecap. Lucu, batin mereka kompak. Tak sadar, Azul terkekeh ringan memberikan acakan pelan persis di puncak kepalamu.

"Kukira, kamu di sini sedang menunggu seseorang?"

"Memang, kok." Kau mengiyakan. "Aku menunggu Sebek. Sebek memintaku untuk berdiri di sini sebelum kami kembali ke kelas."

"Ohhhh..." Sedikit yang mereka tahu, kau memang satu kelas dengan Sebek Zigvolt. Hari-harimu dalam kelas memang sering dihabiskan bersama dengan pemuda hijau antek-antek Diasomnia ini. Kau sendiri dipilih cermin ajaib untuk bergabung dengan Pomefiore.

"Eh—Azul-senpai, dan Leech-senpai. Ada apa?" Si subjek telah kembali. Membawa satu karton susu perisa pisang yang langsung kau terima darinya.

"Mendampingi temanmu sebelum kamu tiba?" Azul menjawab ringan.

"Benarkah? Terima kasih banyak kalau begitu. Memang, manusia kecil ini mudah hilang dalam kerumunan. Jadi, aku berinisiatif untuk mendapatkan sesuatu yang ia ingin saat cafetaria semakin ramai."

Pipimu menggembung tak terima saat mendengar rangkaian frasa dari manusia kecil yang dilontarkan oleh Sebek.

Azul menyadari perubahan air wajahmu. "Sebek-san, kamu membuatnya marah."

NestaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang