"Shanii..jangan lupa pertemuan dengan Chuang Group hari ini."
Wanita bertubuh jangkung sebaya dengan Shani mengingatkan wanita itu dengan jadwalnya.
Si pemilik nama hanya berdehem dan sibuk bermain dengan bayi yang ada dipangkuannya.
"Astaga Shanii, berhenti bermain dengan Indira. Sudah waktunya kau pergi bekerja." Wanita itu berkacak pinggang karena diacuhkan oleh Shani yang sibuk dengan bayi itu.
"Indira, kalau sudah besar jangan seperti ibumu oke. Dia menyebalkan." Ucap Shani sambil mencubit lembut pipi bayi yang menatapnya.
"Hei aku dengar!"
Shani hanya terkekeh mendengar ocehan ibu sang bayi.
"Kalau kau suka sekali dengan anak-anak kenapa tidak segera menikah dan membuat keturunan, huh?" Wanita itu kini duduk bersama Shani di meja makan untuk sarapan.
Sementara putrinya ia taruh di stroller bayi.
"Hei Desi..kau pikir menikah hanya soal membuat anak ya.." protes Shani seraya menggeplak lengan Desi.
Desi tertawa menanggapi Shani.
Ia dan Shani sudah bersahabat selama tujuh tahun.
Menemani Shani dari nol memulai karirnya.
Mereka bertemu saat Shani menjual beberapa keping permata pemberian Gracia, dan Shani nyaris ditipu.
Untungnya Desi segera menggagalkannya.
Shani akhirnya berhasil menjadi seorang pengusaha tekstil ternama dinegeri tempat ia tinggal kini.
Dan Desi yang sudah dianggap keluarga olehnya kini sudah bersuami dan memiliki satu orang anak yaitu Indira.
"Kalau tidak begitu, memangnya kau mau apalagi Shani? Kau sudah memiliki semuanya. Walau kau menyukai wanita, aku yakin mereka juga tidak akan menolak kalau dicintai olehmu." Ujar Desi.
Shani mendengus, menggelengkan kepalanya mendengar ucapan sahabatnya itu.
"Ini nih, manusia yang cintanya habis di masalalu. Padahal dinyatakan saja belum." Komentar Desi.
Shani tak peduli dan hanya fokus pada sarapannya.
"Aku jadi penasaran, nona Harlan itu seperti apa sampai-sampai bidadari surga ini betah melajang sampai tujuh tahun setelah berpisah darinya." Desi melanjutkan obrolannya dengan Shani sambil menyuapi Indira.
Shani mengunyah makanannya perlahan dan menelannya
Setelah itu ia meneguk air minumnya.
Mencoba mengenang lagi wajah wanita penolongnya dikereta saat itu sampai-sampai senyumannya terukir.
"Dia lebih dari kata cantik. Tidak ada yang bisa menempati tempatnya dihatiku hingga saat ini. Betapa kenyamanan dan ketenangan menyentuh hati saat ia menggenggam tanganku. Senyuman dengan gigi gingsulnya sangat menawan melebihi sosok pangeran manapun. Semua yang ada padanya, aku menyukainya." Tuturnya dengan kedua mata berbinar.
Rasa rindu rasanya bertumpuk dihati.
Walau tak yakin akan bertemu lagi, Shani selalu mempercayai takdir akan memberinya yang terbaik walau harus dibayar duka.
"Haaahhh yasudahlah Shani..kalau memang dengan mengenangnya saja sudah membuatmu bahagia aku ikut bahagia. Semoga takdir yang kau tunggu itu segera datang." Ucap Desi.
Shani hanya bisa tersenyum dan mengangguk berharap hal yang sama.
.
.
