The One and Only (4)

472 52 22
                                    

"Mpen.. Aku mau pulang.. "

"Gak boleh.. Kamu masih sakit ci.. "

Sudah lebih dari 10x Shani merengek pada Feni untuk mengizinkannya pulang kerumah.

Ia tak tahan dengan ruangan putih berbau obat-obatan itu walaupun bentuknya seperti kamar hotel.

Feni masih dengan sabar menahan Shani agar tetap tinggal dalam masa perawatan karena tubuh Shani masih lemah.

Namun ternyata mengajak Shani keluar untuk menghirup udara sore hari di taman rumah sakit justru membuat Shani semakin ingin pulang.

"Aku udah sehat kok, aku udah gak pusing lagi. Ya.. Boleh ya aku pulang.. Bilangin ke koh Henri buat jemput. "

Feni memijat pelipisnya pusing dengan sang mantan kapten yang saat ini berubah menjadi seperti anak kecil.

"Kalo kamu gak percaya nih liat aku udah bisa berdiri.. Jalan juga.. "

"Cici ASTAGA!! " Feni memekik kala melihat Shani yang berusaha berdiri namun malah nyaris jatuh, hingga seseorang berlari kepadanya dan menangkap tubuhnya.

"Ge.. "

Orang itu tak menggubris panggilan Shani, sibuk membenarkan infus Shani yang terhenti alirannya karena terlepas.

"Gre.. Thanks ya udah dateng... Aku mau pergi dulu soalnya udah ditelpon sama manajer aku dari tadi. "

Feni pun akhirnya pergi menyisakan dua sahabat yang sudah lama terpisah itu.

Keduanya diam tak bersuara. Gracia hanya bisa diam menatap Shani yang sibuk memandangi anak-anak yang tengah bermain dikoridor rumah sakit.

Tubuh Shani terlihat sangat kurus. Kedua matanya terlihat sayu dan wajahnya terlihat sangat pucat, membuat Gracia merasa teriris melihat kondisi sahabatnya ini.

"Ge.. " sapa Shani dengan senyuman.

Gracia balas tersenyum walaupun rasanya sulit.

"Kamu selalu cantik ya.. Tetep Kayak bayi. Nama anak kamu mirip kamu.. Kalau sudah dewasa pasti bakal jadi duplikat kamu. " Shani mencoba mencairkan suasana atas kecanggungan mereka.

"Ci Shani juga tetep cantik.. Walaupun tangan kamu kayak bakso urat sekarang. "Ucap Gracia dengan tawa.

Shani terkekeh. Tidak salah memang karena tangan Shani urat-uratnya terlihat menonjol.

Gracia pun mendorong kursi roda Shani untuk kembali ke ruang rawatnya karena hari sudah mulai gelap.

Gracia melepaskan jaketnya dan menggantungnya di lemari.

Shani duduk diam mengamati kegiatan Gracia yang sibuk menyiapkan buah potong untuk dirinya.

" kabar suami kamu gimana, Ge? " tanya Shani.

Gracia menunduk menatap mangkuk buah dipangkuannya.

Seperti ribuan jarum menusuki hatinya.

"Billy baik. Dia sibuk tapi tetap selalu prioritasin aku dan Gracie. " jawabnya.

"Kamu kesini dia tau kan..? " tanya Shani ragu.

"Dia izinin aku kok. Dia juga yang suruh. " jawab Gracia dengan senyuman.

Gracia tak berbohong soal itu.

"Andainya aku tahu kalau Shani mencintai kamu Gre..dihari dimana dia menyatukan tangan kita berdua, aku yang justru akan menyatukan tangan kalian berdua Gre. Sekarang temuin dia.. Temani dia sampai.. " Billy menarik nafasnya yang terasa sesak dikalimat terakhirnya.

Everyday LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang