10. Izin

25 6 23
                                    


Sebesar apapun effort yang kita keluarkan, kalau bukan kamu orang yang dia mau, gimana?

-CeriGala

Sesuatu telah menariknya untuk keluar dari tidurnya yang lelap. Ceri bangun dengan bertumpu pada siku, mengumpulkan kesadarannya untuk meyakinkan diri apa yang sudah membangunkannya. Ia menyipitkan mata, mendapati pria tampan yang menatap tajam ke arahnya.

Ceri membelalak. Ia refleks berdiri dari tempat karena baru menyadari kalau semalaman Ceri tertidur di samping Gala berada.

Gadis itu tersenyum kikuk. "Pagi, Gala." Berusaha untuk menetralkan rasa gugunya. "Gala udah mendingan?" tanyanya basa-basi, merasa tak berdosa.

Sang pemilik nama hanya mengangguk sebagai jawaban.

Ceri tersenyum semringah. "Kalau gitu, Gala tunggu sini dulu, ya."

"Aku mau siap-siap kerja," sahut Gala.

Ceri kontan membulatkan mata dan menggeleng beberapa kali. "Eits ... nggak boleh! Harus istirahat sehari penuh biar cepet pulih," elaknya.

Gala memasang wajah datar. "Siapa kamu ngatur-ngatur aku?"

Gadis di hadapannya mengerucutkan bibir. "Anggap aja Ceri istrinya Gala yang selalu perhatiin kondisi Gala," gerutunya.

Mendengar itu, Gala bergidik ngeri. "Jangan halu." Ia hendak beranjak pergi, akan tetapi saat berdiri rasa pening pada kepalanya menyerang. Tubuh Gala yang tak seimbang langsung ditahan oleh Ceri.

Ceri mendengkus. "Tuh, kan. Ngeyel, sih." Memegang lengan Gala, kemudian membantu pria itu untuk kembali duduk. "Udah Ceri bilang, istirahat di rumah!" seloroh Ceri.

Gala berdecak pelan. "Iya. Ya, udah. Cepetan masakin aku," suruh Gala yang membuat Ceri mendelik.

"MASAK?" Ceri tampak syok, meskipun begitu Gala tetap menampilkan wajah datar-datar saja. Gala tak peduli seberapa terkejut gadis di hadapannya, ia mengangguk. "Masakin, aku mau dibuatin nasi goreng," ujar pria itu.

Ceri menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Tapi ...." Ia menggantung ucapannya. "Ceri beliin aja gimana?" tanyanya.

Gala menepuk jidat sendiri. "Jam segini mana ada yang jualan nasi goreng." Pria berkacamata itu melirik ke arah jam dinding. "Tuh, lihat. Masih jam tujuh pagi." Ia memberi aba-aba kepada Ceri untuk memeriksa pukul berapa saat itu juga. Ceri pun ikut intruksi. Ia menoleh, menyipitkan mata kala melihat jarum jam tak jauh darinya. Lalu, Ceri meringis pelan.

"Emm ... gimana kalau Ceri beliin nasi uduk aja? Enak, loh!" tukasnya.

Gala menghela napas panjang. "Aku maunya dimasakin." Pria itu menatap sinis kepada Ceri. "Udah perjanjian dari awal, kan. Turutin semua permintaanku selagi kamu numpang di sini."

Ceri mati kutu. Namun, otaknya tetap berputar untuk terus mencari alasan. "Tapi ... Ceri nggak bisa masak," sahutnya jujur.

Memutar bola matanya malas, Gala mendengkus. "Nggak mau tau, kamu harus masakin nasi goreng buatku. Kalau enggak, nanti aku mau berangkat," kekehnya.

Dengan rasa bimbang yang terselubung, Ceri mengangguk pasrah. "Baiklah. Gala tunggu di sini, Ceri mau ke dapur. Bahan-bahannya udah ada semua, kan?"

Pertanyaan Ceri hanya dibalas anggukan oleh Sang lawan bicara. Ceri pun angkat kaki menuju ke dapur. Kepergian Ceri mengundang senyum miring dari Gala.

Perasaan kesal, malu dan tak enak hati bercampur menjadi satu. Ceri memijit keningnya sejenak. Kemudian, kedua tangannya terangkat, menguncir satu rambut pendeknya agar tak mengganggu aktivitas memasaknya.

CeriGala [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang