21. Kesalahpahaman

33 8 65
                                    

Terkadang sebuah dugaan itu tidak pasti benar adanya. Sama halnya seperti omongan-omongan orang yang tak tahu kebenarannya.

-CeriGala-

Tak tahu apa yang harus dilakukan, Ceri hanya berdiam diri di ruang tamu. Rasa hening dan kesepian menyelimuti. Selesai makan, Ceri sedikit begah dan ingin mencari kesegaran. Guna mengurangi kebosanan yang ada, ia bangkit dari tempat, kemudian membuka pintu depan. Suasana jalanan depan apartemen tak begitu ramai, karena penghuninya yang didominasi oleh pekerja kantor sudah berangkat ke tempat kerja masing-masing.

Ceri mengembuskan napas. Pandangannya mengedar ke seluruh rumah yang berada tak jauh dari area. Ia menimang-nimang, tidak menjadi masalah kalau keluar dari sana sebentar, kan? Pikirnya.

Ceri menguatkan niat dan melangkah ke luar apartemen. Sebelumnya, ia menutup pintu rapat-rapat. Udara pagi kala itu sangat terasa sejuk. Lingkungan sekitar masih terlihat asri tanpa ada sampah yang mengotori. Senyum Ceri perlahan mengembang karena kucing berwarna putih seperti bola salju tampak menghampiri. Tangan mungilnya mengelus bulu lembut kucing tersebut.

"Lucu banget," gumam Ceri.

Tak lama kemudian, hewan berkaki empat itu berlari menjauh dari Ceri. Ceri refleks berteriak agar kucing penemuannya kembali.

"Ceri!?"

Sebuah seruan dari seseorang di balik punggung membuat Ceri menoleh. Matanya membulat sempurna saat mendapati dua orang yang sibuk mencari dari lama.

"O-om, tante ...." gumam Ceri terbata menahan ketakutan.

Gadis itu memundurkan langkah pelan-pelan. Tubuh Ceri mulai gemetaran dengan wajah yang pucat pasi.

"Kamu ke mana aja, Ceri? Akhirnya kami menemukanmu, ayo pulang!" seru Lisa—tantenya.

Ceri menggeleng beberapa kali. "Nggak mau," elaknya mentah-mentah.

Damian—om Ceri-semakin mendekat. "Kamu harus ikut kami lagi, Ceri! Kami membutuhkanmu!"

Lagi dan lagi, Ceri menggeleng. "Nggak mau. Ceri nggak mau diperalat kalian lagi!"

Lisa menatap sinis. "Kamu jadi anak nggak tau diri, ya. Kami udah membantu kamu, sekarang giliran kami butuh bantuan kamu malah menghindar. Keponakan macam apa kamu!" selorohnya.

Damian menggeram. "Seharusnya kamu berterima kasih ke kami karena kami udah merawatmu semenjak papa mamamu nggak ada, kamu nggak inget siapa yang biayain kamu selama ini, hah?!"

Ceri berdecih pelan. "Untuk apa berterima kasih kalau Ceri hanya dimanfaatkan? Untuk apa Ceri balas budi kalau om sama tante sibuk ngurusin egoisnya sendiri-sendiri?" Gadis itu menurunkan kedua sudut bibir. "Ceri nggak nyangka om sama tante sejahat itu. Ceri nggak nyangka!"

Ia kontan berlari kencang. Disusul oleh Lisa dan Damian yang mengejar dari belakang sambil meneriakkan nama Ceri. Ceri tak memedulikan. Perasaan kecewa bercampur ketakutan bersatu pada dirinya. Gadis itu terus berlari menjauh dari sana. Lebih tepatnya, menjauh dari orang yang tidak menghargai kehadirannya.

Ceri berlari secata tergopoh-gopoh. Pandangannya terus melirik ke sana-sini mencari bantuan dan pertolongan. Karena tidak memerhatikan perjalanan di depan, sebuah mobil yang melaju membuat Ceri berteriak histeris sembari menutup wajah menggunakan tangan sendiri. Hampir ia tertabrak akibat tidak fokus. Akan tetapi, seseorang yang keluar dari dalam mobil tampak menghampiri keberadaan Ceri.

"CERI?"

Seruan yang terdengar membuat Ceri mengernyitkan dahi dan membuka tangan. "Kak Nathan?"

Pria bertubuh tinggi itu membantu Ceri untuk berdiri. Nathan menatap lekat wajah Ceri yang menunjukkan ekspresi ketakutan.

CeriGala [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang