Kita harus bergerak. Karena terus berada di zona nyaman itu tidak baik.
-CeriGala-
Usai beberapa menit saling menguatkan, Ceri perlahan melepas pelukan. Memundurkan langkah, kemudian tersenyum hangat.
Gala refleks membalikkan tubuh dan berkata, "terima kasih, Ceri."
Untuk pertama kalinya, Ceri mendengar ucapan terima kasih dari seorang Gala Akihiko yang dari dulu hanya bersikap ketus padanya. Gadis itu mengulum senyum.
"Jadi, kapan Gala melukis lagi?"
Pertanyaan yang keluar dari mulut Ceri membuat ekspresi wajah pria di hadapannya berubah. Gala memutar bola matanya malas. Lalu mengembuskan napas.
"Jangan tanyakan itu." Pria itu membuang muka. "Terakhir kali aku melukis waktu menemukanmu di jembatan. Aku udah memutuskan untuk nggak melukis lagi, karena itu terakhir kalinya aku diejek juga," ungkapnya.
Ceri memajukan langkah, tersenyum hangat kepada Gala. Ia meraih tangan pria itu dengan lembut, lalu mengusap pelan. "Gala, tau nggak wujud asli kupu-kupu itu apa?" tanya Ceri.
"Kepompong."
"Nah." Ceri mendengkus. "Kupu-kupu itu hewan yang sangat indah. Tapi, dia harus melewati fase jadi kepompong dulu sebelum dia berubah wujud menjadi indah. Orang-orang mengira kalau kepompong itu jelek. Padahal itu wujud awal sebelum menjadi kupu-kupu."
Mata teduh gadis itu tertuju ke Gala. "Begitu juga dengan Gala, Ceri dan semua manusia. Kita mau nggak mau harus melewati fase-fase di mana kita selalu dianggap buruk di mata orang lain, karena perjalanan hidup tentu aja nggak mulus. Lebih baik jadiin perkataan orang lain buat grow up ke depannya," ujar Ceri.
Untuk pertama kalinya Gala merasakan itu bukan diri Ceri yang sebenarnya. Ceri yang konyol, lemot dan selalu bikin kesal tidak terlihat hari ini. Ada apa dengan gadis itu?
Senyum Ceri semakin merekah. Bola matanya seperti tenggelam sejenak karena terlalu sipit. "Mau mulai melukis lagi? Ayo, Ceri arahin sampai Gala bisa!" ajaknya antusias.
Raut wajah Gala berubah menjadi sendu. Menggeleng pelan dengan helaan napas yang terdengar. "Percuma. Aku nggak akan bisa."
Ceri ikut menggeleng, tapi secara tegas. "Gala belum juga nyoba, masa udah mau nyerah?" Gadis itu tersenyum. "Mau nyoba sekali lagi? Ceri yakin Gala pasti bisa memperbaiki itu semua," ujarnya sambil menunjuk kanvas-kanvas yang tak digunakan lagi.
"Benar kamu mau membantuku?"
Tanpa ragu, Ceri mengangguk beberapa kali. "Tentu aja, mau!" timpal gadis itu semangat.
Gala mengembuskan napas kasar. "Baiklah. Tapi, sebentar. Aku ganti baju dulu." Pria berkacamata itu bergegas menuju kamar untuk ganti pakaian. Sedangkan Ceri tak berhenti untuk bersyukur dalam hati. Setidaknya, ia berusaha untuk mengerahkan semangat Gala untuk melukis lagi. Semoga usahanya tidak sia-sia kali ini.
Tidak menunggu waktu lama, Gala kembali menggunakan kaos putih oblong dan celana pendek. Pria itu mau dibagaimana pun tetap terlihat tampan. Ceri mengerjap sesaat, tetapi ia berusaha agar tidak mengalihkan niat utama.
"Gala, udah siap?" tanya Ceri yang dijawab anggukan kepala oleh Sang pemilik nama.
"Coba Gala persiapkan, biasanya apa aja yang Gala lakukan sebelum mulai melukis?"
Gala bukan tipe orang yang kebanyakan basa-basi. Dengan gesit, pria itu mengambil kanvas yang masih bersih dari coretan apapun. Memasang kanvas pada tempat lukis, lalu mempersiapkan semua alat lukisnya yang lain—Pensil, palet, kuas, cat air, dll.
KAMU SEDANG MEMBACA
CeriGala [END]
RomansaTerpaksa mengubur mimpinya dalam-dalam adalah hal yang menyakitkan bagi Gala Akihiko. Gala melepas pekerjaannya sebagai seorang pelukis dikarenakan tidak bisa membedakan warna alias buta warna. Namun, takdir mempertemukannya dengan gadis bernama Cer...