Berpura-pura kuat di depan banyak orang memang hal yang mudah, tapi jauh dalam jiwanya tak tahan karena sudah menampung banyak luka.
-CeriGala-
Nasi goreng adalah menu favorit seorang Ceri, mungkin Gala juga menyukainya. Suara dentingan sendok yang menghantam piring memenuhi ruang makan. Tak dapat dipungkiri, masakan Ceri malam ini terasa lebih enak daripada sebelumnya. Mereka berdua pun tampak menikmati bersama-sama.
Diam-diam Ceri melirik sosok pria berkacamata di hadapannya yang masih lahap menyantap masakannya. Seperti ada kupu-kupu di dalam perut, ia menahan rasa malu. Ceri menatap Gala lebih dalam lagi. Bahkan saat makan pun pria itu terlihat sangat tampan.
Tengah asyik memandang keindahan dunia, Gala tiba-tiba mendongak. Ia mengernyitkan dahi kala melihat Ceri yang senyum-senyum sendiri sambil menatapnya lama.
"Apa lihat-lihat?" sergah Gala ketus.
Ceri membulatkan mata. Meringis pelan, menampilkan deretan giginya yang rapi. Ia menggaruk tengkuk yang tak gatal. "E-enggak. Nggak pa-pa, kok."
Mata Gala menyipit, menampilkan tatapan penuh menyelidik. "Jangan-jangan, kamu kasih racun di makanannya, ya?" tuduhnya.
Ceri mengerucutkan bibir. "Fitnah itu lebih kejam dari nyari pelampiasan tau!" gerutu gadis itu.
Menghela napas, Gala memasang wajah datar. "Lagian, kenapa natap aku segitunya? Mencurigakan." Ia kembali melanjutkan proses makan.
Gadis di hadapannya tampak menjulurkan lidah. "Kan Ceri punya mata. Salah lihatin?" sahutnya bernada meledek.
Gala mendengkus. Daripada terus beradu mulut dengan Ceri, ia lebih memilih untuk melanjutkan makannya kembali, karena merespon Ceri hanya akan membuang tenaga.
"Gala," panggil Ceri memecah keheningan.
Pemilik nama hanya menggumam sebagai jawaban tanpa memandang ke arah depan. Mendapatkan balasan yang tidak diinginkan membuat Ceri menahan kekesalan.
"Ceri udah beberapa hari di sini. Makasih banyak udah ngasih tempat tinggal sementara ke Ceri." Menarik kedua sudut bibirnya ke atas. "Ceri seneng banget bisa kenal Gala. Ceri bersyukur bisa dipertemukan sama orang sebaik Gala," lanjutnya.
Gadis berambut pendek itu tersenyum tipis. "Nggak tau gimana jadinya kalau Ceri waktu itu nggak ketemu sama Gala, mungkin bakalan kembali ke rumah itu."
"Terus, kalau nanti waktumu udah habis di sini, kamu mau pergi ke mana?" tanya Gala tanpa memandang ke Ceri.
Lawan bicara sedikit menunduk. "Nggak tau," lirihnya. Ceri mendongak perlahan. "Ceri bakal cari tempat lain yang sekiranya aman untuk tempat pelarian."
"Kamu di sini pun udah nggak aman," sela Gala.
Ceri menautkan alis. "Kenapa Gala bilang gitu?"
Menghentikan proses makan, Gala mengembuskan napas kasar. "Waktu aku beli nasi uduk, ada yang menanyakan keberadaanmu. Banyak poster-poster yang tertempel di luar sana. Mungkin kamu belum menyadari, tapi mereka sedang mencarimu," ungkap pria itu.
Ceri membelalak. "B-benarkah?" Nada bicaranya berubah menjadi cemas. Ia menggigit bibir bawah. Pikirannya mendadak cerai-berai. Perasaan takut mulai melingkupi.
Gala mengangguk. Matanya fokus memandang Ceri yang terlihat ketakutan dengan mata yang berkaca-kaca. Ia menghela napas. "Udah, jangan khawatir. Ada aku di sini," ujarnya berusaha menenangkan. Namun, usaha Gala belum berhasil. Ceri justru memalingkan wajah. Tatapan yang kosong, disertai mulut yang tertutup rapat.

KAMU SEDANG MEMBACA
CeriGala [END]
RomanceTerpaksa mengubur mimpinya dalam-dalam adalah hal yang menyakitkan bagi Gala Akihiko. Gala melepas pekerjaannya sebagai seorang pelukis dikarenakan tidak bisa membedakan warna alias buta warna. Namun, takdir mempertemukannya dengan gadis bernama Cer...