16. Keluar

38 10 53
                                    

Menilai kecantikan seorang wanita tidak melulu dari fisiknya saja. Melainkan bisa dilihat dari dalam hatinya.

-CeriGala-

Waktu berjalan begitu cepat. Melewati hari-hari dengan bekerja memang terasa berat, tapi bagi seorang Gala, bekerja adalah hal yang menyenangkan jika pekerjaannya sesuai dengan bidang yang disenangi. Meski sudah bertahun-tahun menjadi CEO di perusahaan yang dia jalani, jauh dalam hati Gala tidak begitu nyaman melakukan semua ini. Selain dulu perusahaan milik ayahnya, menjadi CEO bukanlah pekerjaan yang ia inginkan. Yang Gala mau adalah menjadi seorang pelukis yang bisa menuangkan perasaannya dalam sebuah lukisan.

Menyukai hal-hal yang berkaitan dengan menggambar sudah ditekuni sejak lama. Semenjak Gala menduduki bangku sekolah dasar mulai memainkan coretan di atas canvas. Hingga pada akhirnya, melukis menjadi sesuatu yang tak bisa dilepas. Namun, saat mengetahui fakta bahwa Gala mengidap buta warna, rasa semangatnya luntur begitu saja. Di sisi lain, Gala masih memiliki support sistem terbaik, yaitu orang tuanya sendiri. Tetapi takdir berkata lain. Mau tidak mau, Gala harus merelakan orang tuanya untuk berpisah.

Melanjutkan perusahaan papanya yang ditinggal pergi begitu saja memang tidak mudah. Tapi biar bagaimana pun, Gala harus tetap menjalani ini semua dengan ketegaran yang dia punya.

Pria berkacamata itu keluar dari ruangan. Langkahnya terhenti, terlonjak secara tiba-tiba saat mendapati dua orang yang berdiri di balik pintu.

Gala mendengkus. "Bisa nggak usah ngagetin?" tanya Gala.

Chika menggigit bibir bawahnya sendiri. Ia merapatkan kedua telapak tangan di depan dada. "Maaf, Pak Gala. Kami nggak bermaksud buat ngagetin." Melirik sinis ke arah pria di sampingnya, tak lain Nathan Kavindra. "Dia yang awalnya mau ngagetin Pak Gala," selorohnya.

Sang pelaku meringis tak berdosa. "Ya, maaf." Nathan menatap lurus kepada Gala. "Pak, aku mau berbicara sebentar boleh?" tanya Nathan memastikan.

Gala menggeleng tegas. "Maaf, nggak bisa. Aku mau keluar sama Chika hari ini," tolaknya mentah-mentah.

Nathan mengembuskan napas kasar. "Nggak bosen keluar terus?"

Chika mendesis. "Udah, deh. Lebih baik kamu pergi sana, Nat. Hus-hus!" usir Chika sambil mengibaskan tangan layaknya tengah mengusir ayam.

Sang lawan bicara berdecak. "Gitu, ya, sama partner curhatnya sendiri." Gala bersedekap. "Aku cepuin kamu ke Pak Gala baru tau rasa," ancamnya sedikit mendekatkan bibir ke telinga gadis itu.

Mendengar ucapan Nathan, pupil mata Chika kontan membesar. Kaki yang menggunakan high-heels itu perlahan dideketkan ke kaki Nathan. Tanpa berpikir lama, Chika menginjak kaki Nathan sembari melempar tatapan tajam.

"Udah, Chika. Ayo kita keluar, keburu malam nanti," sela Gala.

Chika mengulum senyum, lalu mengangguk antusias. "Ayo, Pak!"

Akhirnya Gala pun mengangkat kaki dari sana. Diikuti oleh Chika yang mengejar langkah Gala. Tersisa Nathan yang merintih kesakitan karena kakinya diinjak high-heels keramat milik Chika.

"Awas aja kamu, Chik," dumelnya.

Di perjalanan, Gala menaiki taxi bersama Chika. Chika tau betul, meskipun Gala masuk kategori orang kaya, tapi pria itu tak ingin terlihat mewah. Justru terlihat sangat sederhana, tapi auranya sangat baik. Dan Chika menyukai itu.

"Gala, kita mau ke mana?" tanya gadis itu seraya menatap wajah Gala dari samping.

"Liat aja nanti."

Chika mengangguk mengiyakan. Jika dilihat dari samping, ketampanan bertambah dua kali lipat. Setiap lekuk rahang tegasnya sangat memesona. Chika berharap bisa menatap makhluk sempurna itu secara lama-lama.

CeriGala [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang