Hal yang paling menyedihkan ketika kamu sedang ditimpa keterpurukan adalah saat kamu melihat sekeliling dan menyadari bahwa tidak ada bahu untukmu bersandar.
-CeriGala-
Gelapnya langit menaungi bumi, ditambah gemerlap bintang berhasil menyempurnakan keindahan di malam hari. Di sela melangkahkan kaki, gadis bermata sipit itu sesekali menatap hamparan langit luas. Ceri tersenyum tipis. Bahkan, kakinya dirasa enggan untuk melangkah lagi—lemas. Ceri tak berharap banyak akan dipertemukan dengan Gala. Saat mengalami kejadian yang baru saja menimpa, ia seolah semakin diyakinkan jika yang terjadi sekarang bukanlah mimpi.
Mungkin akan berbeda ceritanya jika Ceri tidak melarikan diri. Ia tak bisa membayangkan begitu hancur hidupnya saat pasrah dengan keadaan yang sangat mengenaskan. Ceri hampir menangis, lagi. Tapi ia berusaha menahan agar tak tertumpah di tempat umum.
Hal yang paling menyedihkan ketika kamu sedang ditimpa keterpurukan adalah saat kamu melihat sekeliling dan menyadari bahwa tidak ada bahu untukmu bersandar.
Ceri mengusap ujung hidung sendiri. Hawa dingin yang menusuk pori-pori membuat gadis itu merintih pelan. Di sisi lain, ia berusaha menghiraukan pasang mata yang melihatnya secara intens. Memandangi Ceri terang-terangan dengan berbisik. Ceri menatap penampilannya. Mungkin di pandangan orang lain, Ceri terlihat sedikit aneh karena tidak mengenakan alas kaki, dengan mata yang terlihat sangat sembab.
Karena lemas, gadis itu mendaratkan tubuh pada kursi yang ada di warung tepi jalan. Suara keroncongan yang terdengar membuat Ceri mengelus perut sendiri. Wajah yang tampak lesu dan rasa haus yang meradang menjadikannya sulit untuk kembali berjalan. Untuk sementara waktu, Ceri mengistirahatkan tubuh.
Ia sangat merasa lelah, raganya hampir tak berdaya. Ceri sudah pasrah dengan semuanya.
Hari semakin gelap dan Ceri tidak tahu akan pergi ke mana. Suasana jalanan semakin sepi, tak banyak kendaraan yang berlalu-lalang. Ia mengembuskan napas berat. Tangan mungilnya bertumpu pada kayu yang ada di warung itu. Meski tak kuasa lagi, Ceri tetap melanjutkan perjalanannya agar menemukan tempat yang bisa dijadikan tempat persinggahan.
Namun, penglihatannya menyipit saat lampu mobil menyorot ke arahnya. Ceri menghentikan langkah. Sosok pria yang baru saja keluar dari kendaraan itu terdengar memanggil namanya.
"Ceri, tunggu!"
Suara yang familiar menyambut telinga. Ceri spontan menganga. Ia sedikit terkesiap karena mendapati sosok pria tampan yang berlari menghampiri. Dia adalah Nathan Kavindra.
"Kak Nathan?" gumam Ceri.
Napas pria itu tersengal-sengal. "Syukurlah aku bisa menemukanmu." Ia mengecek seluruh bagian tubuh Ceri dengan perasaan khawatir. "Kamu nggak pa-pa, kan?"
Berhenti bertanya apakah ia baik-baik saja. Yang pasti, Ceri lelah berbohong. Gadis itu tak langsung menjawab. Melainkan masih menatapnya lurus tanpa berkedip. Nathan menduga Ceri telah berjalan kaki cukup lama. Sangat kentara dari raut wajah yang pucat, bibir kering dan mata yang sembab.
Pria beralis tebal itu memegang bahu Ceri. "Cer, ikut pulang samaku, ya. Seenggaknya kamu aman di rumahku, daripada di jalanan kayak gini," ujar Nathan.
Ceri tersenyum miris. "Nggak perlu, Kak Nathan. Ceri udah capek."
"Ceri ... jangan bilang gitu."
Belum juga menjawab, Ceri memegang keningnya yang terasa pening. Pandangan gadis itu mulai mengabur. Keseimbangan tubuhnya tak bisa dijaga.
"Ceri? Kamu kenapa?" tanya Nathan yang tak mendapatkan respon dari lawan bicara.
Detik itu juga, pandangan Ceri menjadi gelap. Tubuhnya terjatuh. Untungnya, Nathan dengan sigap menangkap ke dalam rangkulannya. Ia menepuk-nepuk pipi gadis itu yang terasa dingin.

KAMU SEDANG MEMBACA
CeriGala [END]
RomansaTerpaksa mengubur mimpinya dalam-dalam adalah hal yang menyakitkan bagi Gala Akihiko. Gala melepas pekerjaannya sebagai seorang pelukis dikarenakan tidak bisa membedakan warna alias buta warna. Namun, takdir mempertemukannya dengan gadis bernama Cer...