20. Pilihan yang Sulit

32 7 127
                                    

Dia terlalu dingin, untuk aku yang terlalu ingin.

-CeriGala-

Bibir mungilnya menguap beberapa kali. Rambut yang acak-acakan dan mata yang sayu. Ceri meringkuk turun dari ranjang. Berjalan dengan gontai menuju kamar mandi. Akan tetapi, perhatiannya teralih. Pemandangan yang tak sengaja tertangkap oleh mata berhasil membuatnya terlonjak. Dari kejauhan, di ruang belakang—dapur— ia menjumpai pria yang tengah sibuk menanggalkan pakaian.

Ceri meneguk ludah. Dada bidang disertai lekuk tubuh yang atletis membuatnya membelalak. Mengerjap beberapa kali, seorang Gala yang hanya mengenakan celana hitam panjang itu tiba-tiba memutar kepala ke belakang. Tatapan mereka bertemu.

"AAAAAAA!"

Ceri kontan berteriak histeris sambil menutup wajah menggunakan tangannya sendiri. Ditambah lagi, sesuatu empuk telah menghantam kepalanya. Ia memekik keras. Dibukanya tangan dari wajah, pandangannya turun ke arah bantal yang terjatuh di bawah. Rupanya, benda yang menghantamnya barusan adalah bantal milik Gala. Ceri menyatukan kedua alis, menatap sebal ke pelaku.

"GALA, BIKIN KAGET AJA!" serunya sambil mengerucutkan bibir.

Orang yang dituju sudah mengenakan kemeja hitamnya. Gala mendengkus. "Lagipula, kamu lebay banget. Teriaknya kayak lihat setan," timpalnya.

Ceri menginjak-injakkan kaki di lantai. "Suruh siapa nggak pakai baju di depan Ceri?!" gerutu gadis itu.

Gala memutar bola matanya malas. "Kamu yang tiba-tiba nyelonong terus lihatin. Jadi, salahku di mana?"

"Kalau mau pakai baju di depan sana aja, di kamar mandi juga bisa. Nggak perlu di dapur!" omel Ceri.

Tak ingin menghabiskan suara untuk hal yang tidak penting, Gala beranjak pergi dari sana sambil berkata, "sarapan udah ku buatkan di meja makan. Aku mau berangkat."

Sontak Ceri melangkah ke depan Gala. Ia merentangkan tangan di depan pria itu sambil menampilkan wajah dongkol.

"Berhenti, Ceri mau ikut!" rengeknya seperti biasa.

Gala berdecak sembari menepuk jidatnya. "Udah, deh. Jangan banyak tingkah dulu. Kamu harus waspada sama orang-orang yang masih ngincar kamu. Mau dibawa lagi sama mereka?"

Gadis di hadapannya menggeleng. "Nggak mau, maunya dibawa Gala aja!"

Mendengar respon Ceri, Gala bergidik ngeri. "Udah, kamu lebih baik di rumah. Tidur lagi, atau nyari kegiatan apa lah di sini. Hitung air, ngobrol sama semut, atau dengerin cicak merayap," celetuk Gala.

Ceri semakin menekuk wajah. "Tapi Ceri bosan di sini. Ceri pengin makan angin!"

"Oh." Gala mengacungkan jari ke arah benda berwarna putih yang berdiri di pojok ruang televisi. "Itu ada kipas angin, deketin mukamu di sana, terus mulutnya buka. Banyak angin yang keluar, makan aja jangan malu-malu," timpal pria itu.

Ceri semakin dibuat kesal oleh sosok Gala. Ia menginjak-injak kakinya di atas lantai. "Bukan itu yang Ceri maksud. Nggak mau tau, Ceri mau ikut!"

Sang lawan bicara mengembuskan napas berat. Mata Gala melirik arloji yang melingkar pada tangan kanan. "Udah jam segini, kamu belum mandi. Mau bikin aku telat ke tempat kerja gara-gara nungguin kamu lama?" Ia menepis tangan Ceri yang masih menghadang. Namun, Ceri dengan cepat berlari dan berdiri menghalang pintu depan.

"Tungguin Ceri. Pokoknya Ceri mau ikut, titik!" kekehnya.

Gala mengusap wajahnya kasar. Waktu terus berjalan, sedangkan dirinya masih belum berangkat ke tempat kerja. Meskipun Gala seorang CEO, kedislipinan adalah nomor satu. Ia tidak bisa memggunakan alasan itu untuk berlindung sebuah kesalahan dengan dalih karena memiliki jabatan.

CeriGala [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang