Sering meyakinkan diri sendiri, suatu hari nanti Tuhan akan mempertemukannya dengan orang yang disayangi, walaupun tidak semestinya menyatu lagi.
-CeriGala-
Kedua mata Gala terbuka dari tidur lelapnya. Sinar matahari dari timur menembus jendela, menyilaukan mata indahnya. Pria tampan itu meraih kacamata di atas nakas, lalu mengenakannya. Bibirnya menguap sejenak, berdiri dari tempat dan membuka gorden apartemennya.
Warna kuning keemasan telah menghiasi langit. Nyanyian merdu dari burung-burung yang bertengger di ranting pohon semakin menghias pagi. Tetesan embun pagi dari ujung dedaunan telah membasahi tanah, menciptakan bau tanah alami yang harum ditumbuhi rerumput ilalang yang panjang. Suasana seperti ini lah yang Gala suka. Ketika pagi tiba, ia merasa bahwa sesuatu yang sudah dilewati sebelumnya adalah momen yang telah berlalu dan diganti oleh hari baru.
Semalaman, Gala sulit untuk tidur karena pikirannya belum begitu tenang mengenai masalah Ceri. Gala merasakan gadis yang tinggal bersamanya itu berada di ujung tanduk. Di mana berita Ceri sedang marak di berbagai media. Meski begitu, Gala akan berusaha mencari cara agar gadis itu bisa terbebas dari kejahatan yang terus mengorek dalam. Gala memang tak biasa menyelesaikan masalah seberat ini, tapi dia tidak ingin berdiam diri.
Pria itu beranjak ke kamar mandi, membersihkan tubuhnya selama beberapa menit. Tak membutuhkan waktu lama, Gala bersiap-siap untuk pergi ke kantor. Sesekali, ia melirik ke pintu kamarnya yang digunakan Ceri. Masih tertutup rapat, artinya Ceri belum bangun juga.
Gala pergi ke dapur. Tangan handalnya sudah bersedia untuk memasak makanan pagi ini. Makanan yang sering ia masak di pagi hari, yaitu nasi pecel. Ketika semua bahan telah disiapkan, Gala mulai sibuk mengotak-atik barang-barang dapur. Fokus memasak agar memberikan rasa yang tidak mengecewakan.
Ia tersenyum tipis. Beberapa tahun lalu, Gala ingat betul resep pertama nasi pecel favorit didapatkan dari sosok wanita yang dicintai, orang itu adalah mamanya sendiri. Sudah cukup lama, Gala belum bertemu lagi. Terkadang perasaan rindu terus menghantui, tetapi Gala berusaha mengerti kalau mamanya sudah memiliki keluarga baru lagi.
Memori kecil terputar kembali di otaknya. Jika ada mamanya yang sibuk memasak, ada juga orang yang sibuk mengganggu, yaitu papanya. Papa Gala dulunya memang gemar mengganggu mamanya saat memasak. Sampai-sampai saling melempar adonan tepung satu sama lain. Kalau teringat hal itu, bibir Gala berkedut menahan tawa. Begitu lucunya perilaku kedua orang tuanya dulu. Di mana hanya ada Gala, papa, mama dan satu adik kecilnya.
Pertemuan belum ia dapatkan setelah sekian lama. Namun, perpisahan tak membuat Gala menyerah begitu saja dengan kehidupan. Karena pria itu yakin kalau semuanya pasti ada jalan. Gala juga sering meyakinkan diri sendiri, suatu hari nanti Tuhan akan mempertemukannya dengan orang yang disayangi, walaupun tidak semestinya menyatu lagi.
Selama beberapa menit memasak, akhirnya Gala telah menyiapkan nasi pecel itu di atas piring saji. Bau wangi dari makanan buatannya berhasil menggugah selera makan Gala sendiri. Sambal khas nasi pecel buatannya memang tidak perlu diragukan. Ditambah lagi sayur-sayurran hijau-kacang panjang, kangkung dan bayam-beserta tauge yang terlihat segar menjadikan makanan itu terlihat sangat lezat.
"Gala?"
Sapaan pelan dari sosok gadis yang mendatangi ke ruang dapur membuat perhatian Gala teralih.
"Gala masak apa pagi-pagi buta gini?" tanya Ceri dalam kondisi rambut masih acak-acakkan.
Sang lawan bicara meletakkan dua piring di atas meja makan. "Nasi pecel," jawabnya.
Mata Ceri berbinar. Tapi, beberapa saat kemudian dia menaikkan satu alis. "Nasi pecel itu apa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
CeriGala [END]
RomanceTerpaksa mengubur mimpinya dalam-dalam adalah hal yang menyakitkan bagi Gala Akihiko. Gala melepas pekerjaannya sebagai seorang pelukis dikarenakan tidak bisa membedakan warna alias buta warna. Namun, takdir mempertemukannya dengan gadis bernama Cer...