🪐51 - Mencegah Aksa, Melody Adalah Rumahku, Tuan Ben

432 27 4
                                    

Masih di malam yang sama, suasana kamar inap VVIP Bougenville 1 mendadak menjadi tegang ketika Kahzi menceritakan semua yang sudah terjadi dari awal hingga dirinya bersimpah darah di atas aspal sore tadi. Tidak ada yang bersuara sama sekali di antara mereka, semuanya terdiam larut dalam rasa trauma mereka masing-masing.

Di ruangan ini hanya ada kelima inti Xelanor dan Kahzi yang sudah terbaring lemah dengan perban mengelilingi perutnya, laki-laki itu baru saja selesai melakukan operasi, selanjutnya ada Gavin yang duduk di samping brankar Kahzi terus mempertahankan kesadaran seniornya yang satu itu. Di samping pintu ada Zidan berdiri bersandar pada dinding kamar serba putih ini, di sofa abu-abu yang memang disediakan untuk bersantai keluarga pasien sudah dipenuhi oleh Aksa, Pian dan Aldi dengan Pian yang duduk ditengah-tengah. Sean dan Keanu sedang keluar untuk mengantar Jane, istri Kahzi, dan kedua anak laki-lakinya pulang ke rumah. Kahzi yang menyuruh mereka bertiga pulang karena besok Raja dan Pangeran masih harus masuk sekolah walaupun Pangeran menangis sampai menjerit tidak mau meninggalkan ayahnya disini.

Benar-benar sepi, kamar inap bahkan rumah sakit ini seakan menjadi tempat mati bagi mereka yang ada di dalam kamar inap Kahzi, keributan yang terjadi di luar antara pasien dan perawat hanya terdengar samar-samar di telinga mereka.

"Jadi tragedi itu akan terulang lagi?" tanya Pian dengan nada yang parau, tidak seperti Pian yang ceria seperti biasanya.

Satu menit tidak ada yang menjawab sampai Gavin beranjak dari kursinya memilih berjalan menikmati jendela kamar ini, "gak ada yang tau, gak ada yang bisa menduga kapan mereka akan datang lagi."

Pian menatap Gavin, ingin protes karena apa yang wakil ketuanya itu katakan sedikit tidak benar tetapi banyaknya Pian membenarkan apa perkataan Gavin.

Aksa menghela napasnya kasar untuk yang kesekian kalinya, otaknya penuh dengan ribuan masalah yang menghujani pikirannya. Kahzi melihat raut wajah Aksa, pesan yang disampaikan Stevan tadi sore itu masih teringat jelas di otaknya, bagaimana laki-laki itu berpesan kepada mereka untuk bersiap terutama Aksa.

Aldi terdiam, sejak tadi ia hanya menyimak tidak bisa mengatakan apa-apa lagi. Walaupun dirinya belum termasuk anggota lama di geng ini, Aldi sedikit tahu tentang tragedi yang waktu itu terjadi sebab dirinya memang suka melihat berita terbaru yang dialami oleh Xelanor, tetapi setelah semua yang terjadi sampai sekarang benar-benar membuatnya ikut merasakan ketakutan para kakak seniornya.

"Gue gak tau kenapa Antariksa obsesi banget buat nyerang lo, Sa," ujar Kahzi yang sedang duduk bersandar pada bantal yang ada di punggungnya.

Pian melirik ketuanya itu, "kalian udah terpisah sejak lama tapi kenapa iblis itu bener-bener gencar buat terus kasih lo serangan sih, Sa?"

"Sialan!" umpat Aksa tiba-tiba ketika ia mengingat wajah musuh bebuyutannya.

Aksa meraih jaket kulit hitam bertuliskan dengan logo Xelanor dibagian punggung dengan kesar menyibaknya dari gantungan pintu, "bajingan itu harus mati!"

Aura Aksa langsung berubah ketika laki-laki itu langsung pergi tanpa memberikan pamit apa-apa kepada para sahabatnya. Suasana kembali menjadi tegang, pikiran dan firasat mereka benar-benar jelek tentang ketuanya itu. Setelah bergulat dengan badfeelingnya, Zidan langsung merogoh kunci motornya di saku celana lalu berlari ke luar ruangan.

"Zid, gue ikut!" pinta Pian.

Zidan menelusuri pandangannya mencari keberadaan ketuanya itu. Sial, laki-laki itu sudah berbelok ke arah parkiran, cepat sekali. Langsung saja Zidan bersama Pian berlari di lorong rumah sakit ini untuk menyusul ketuanya.

"JANGAN HALANGIN JALAN GUE, BANGSAT! LO MAU MATI JUGA?!"

Zidan dan Pian mengenal suara galak itu, benar-benar menakutkan, kejam dan penuh tekanan. Benar saja, motor Aksa melaju setelah ia harus berhadapan dengan tukang parkir yang sepertinya sedang meminta uang parkirannya. Zidan mengambil uang seadanya di saku seragam dan jaketnya untuk diberikannya kepada tukang parkir itu. Dapatlah selembar uang berwarna merah, tanpa pikir panjang Zidan langsung memberikannya kepada tukang parkir itu.

XELANOR [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang