🪐10 - Jemputan, Handphone, Hipnotis

702 48 3
                                    

"Mel, kalo misal lo ikut gue dulu gimana? Nanti pulangnya gue anter." Tanya Ghina kepada Melody yang sedang membereskan buku-bukunya. Kini hanya tersisa mereka berdua di dalam kelas, Tia mengantar Dera pulang duluan karena sahabatnya itu masih sering melamun sampai pelajaran selesai.

Melody tersenyum menatap sahabatnya itu, "Ghina kamu pulang duluan aja gapapa, kasihan adik kamu kelamaan sendiri nanti."

Memang setelah bel pulang sekolah tadi, Ghina ditelpon orang tuanya mengabari gadis itu kalau adiknya Ghana berada di rumah seorang diri karena kedua orang tua mereka berdua mendadak ada urusan ke luar negeri.

"Please, Mel. Lo juga gak bawa sepeda kan hari ini? Terus lo nunggu angkutan di halte?" Ghina sangat mengkhawatirkan sahabatnya itu.

"Cuma di halte kok, gapapa lagian nanti kalo ada angkutan lewat aku langsung pulang." Melody memegang pundak Ghina, meyakinkan sahabatnya bahwa ia akan baik-baik saja.

Ghina menghela napasnya, ia sendiri membenci memori buruknya itu, berkali-kali ia membuang rasa trauma itu tetapi sama saja, terkadang beberapa trauma itu sangat sulit untuk dihilangkan.

Handphone Ghina berdering menampilkan nomer Ghana yang sudah puluhan kali menghubunginya.

"Tuh, dah ditelpon mulu daritadi, yaudah ayok pulang." Melody menarik tangan Ghina untuk segera beranjak dari bangkunya.

Tidak ada pembicaraan di antara mereka berdua sampai berada di lapangan yang menghubungkan gerbang utama menuju gerbang kelas. Ghina menghela napasnya lega ketika ia belum melihat sang supir yang menjemputnya.

"Gue minta tolong Gavin aja ya buat anterin lo." Ucap Ghina ketika mereka sudah sampai di sekolah.

Melody membelalakan matanya lalu menggeleng cepat menolak perkataan Ghina, "gak mau, Ghina. Ngerepotin Kak Gavin nanti."

"Gapapa dia mau Mel—"

"Udah, Ghina aku aman kok. Trust me okey?" Melody benar-benar tidak mau merepotkan siapa pun, prinsipnya selagi ia bisa kenapa tidak. Ghina hanya menghela napasnya pelan.

Raut wajah Ghina berubah ketika dari jauh ia melihat mobil yang biasa supirnya gunakan. Ia melamun sampai mobil itu membunyikan klakson dan berhenti di depan mereka berdua.

"Ghina itu jemputan kamu?" Bisik Melody.

Dengan malas Ghina mengangguk, "tuh udah sampe, sana pulang Ghina." Ucap Melody.

"Kok lo ngusir gue sih, Mel." Mendengar perkataan Ghina yang melas itu membuat Melody terkekeh.

"Kasihan adik kamu nunggunya kelamaan." Ucap Melody, "nih pak, Ghinanya gak mau pulang." Lanjutnya ketika melihat sang supir menghampiri Ghina.

"Mel." Ghina menatap gadis itu dengan pasrah, "hati-hati ya sahabat aku!" Balas Melody.

Lagi dan lagi Ghina menghela napasnya, "lo kalo dah sampe rumah harus langsung ke rumah pak RT terus chat gue. Kalo nggak gue gedor rumah lo, Mel."

Melody tertawa mendengar perkataan Ghina, "iya, Ghina!"

Dengan malas Ghina memasuki mobil itu, sebelum pergi ia membuka kaca mobil dan melambaikan tangannya kepada Melody. Sang supir membunyikan klakson sambil melajukan mobil itu pergi meninggalkan sekolah.

Kini hanya tertinggal Melody sendiri di halte, pandangannya tak henti mencari angkutan yang searah dengan rumahnya. Melody tersenyum ketika melihat Hendro berjalan menghampirinya, "loh kok belum pulang, neng?"

Melody menggeleng, "lagi nunggu angkutan lewat, pak."

"Saya anter ya? Jam segini susah angkutan lewat sini." Mendengar perkataan Hendro mampu membuat Melody terdiam sebentar, semenjak dirinya bersekolah disini ia memang belum pernah menaiki angkutan umum.

XELANOR [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang