07 Bahu untuk bersandar

9 6 0
                                    

“Lo, cewek waktu itu kan?” tanya Debrio baru membuka suara, “Kebetulan yang luar biasa.”

Debrio melirik cewek yang masih fokus melihat sekitar itu. Ya, mereka masih dalam posisi yang sama.

Amella hanya berdehem pelan sebagai jawaban. Dia masih tak mengalihkan pandangan dari pemandangan taman di malam hari, dengan banyak hiasan lampu yang membuatnya nyaman.

Jujur dia sedikit tertekan saat berada di dalam restoran dengan memakai baju yang gerah itu, dan akhirnya dia bisa bernafas lega dan bergerak dengan bebas sekarang.

“Lo setuju?” Debrio menghadap Amella menantikan jawaban. Namun, yang ia terima hanya wajah bingung cewek itu.

Debrio menghentikan langkahnya, “Jangan bilang lo ngga tau maksud pertemuan malam ini?”

Amella membalikkan tubuhnya semakin bingung dan mendapati Debrio yang sudah menantikan jawaban darinya, “Emang maksudnya apa?”

Debrio menampilkan wajah tak percaya, bisa-bisanya dia tidak mengerti maksud dari pertemuan antara keluarga mereka, Dan malah menanya balik. Dasar aneh.

“Apalagi kalo bukan perjodohan? Mereka mempertemukan kita berdua berharap kita lebih mengenal satu sama lain. Itu juga sebagai tanda awal, kerja sama antara perusahaan bokap lo sama perusahaan bokap nyokap gue,” jelas Debrio.

“Mana ada kerja sama yang ngorbanin anaknya?”

“Menurut gue sih, itu udah biasa. Apalagi di dunia bisnis. Gimana menurut lo?”

Ini alasannya dia baik sama gue? batin Amella.

Dia termenung beberapa saat, lalu menjawab pertanyaan dari Debrio, “Ngga jelas sih. Inspirasi dari mana lagi coba? Kalau jadi gue sih, gue ngga bakal mau,” cibirnya.

“Jadi, lo nolak?”

Pertanyaan Debrio lagi-lagi membuat Amella termenung. Bagaimana jika dia benar menolak perjodohan konyol ini? Apakah Amella akan terus tersiksa? Jujur saja, dia bahagia saat melihat kasih sayang Noval kembali dia berikan kepadanya. Jika dia menolak, apakah Noval akan kembali membencinya?

Merasa tak ada jawaban, Debrio berdehem pelan, yang membuat Amella langsung tersadar.

“Ngga tau. Lagi pula, ini belum tentu perjodohan kan? Lihat, mereka tadi aja sibuk membicarakan pekerjaan. Bukan perjodohan. Kalau pun ini perjodohan, gue bakal nolak kok, lo ngga perlu khawatir,” jawab Amella.

Ting!

Ting!

Drrtt drrtt.

Amella memeriksa ponselnya saat benda itu terus mengeluarkan suara. Dia melirik Debrio.

“Angkat aja,” ujar Debrio mengerti.

Mendengar itu, dia langsung mengangkat telefon dari abangnya itu. Amella menarik nafas dalam-dalam dan mengeluarkannya, sebelum mengangkat telepon itu.

“Dimana lo?! Lo sengaja ngga bales chat gue? Gue,  kan udah bilang, tinggal di apartemen gue terus! Gue di depan rumah lo. Tapi lo ngga ada? Di mana lo sekarang?!” marah seseorang dari telefon.

Amella sedikit menjauhkan ponselnya dari telinganya. Seperti yang dia duga. Aerlang akan sangat marah.

“Gue lagi di luar sama Ayah. Lo pulang aja, gue bakal jelasin besok,” Ucapnya cepat, kepada Aerlang yang di telefon. Lalu mematikan telefonnya sepihak.

“Balik aja yuk,” ajaknya yang langsung dituruti Debrio.

“Mereka cocok banget kan, gimana kalau kita percepat pertunangannya? Takutnya Amella ada yang lamar duluan, soalnya dia kan cantik,” celetuk Mentari membuat mereka semua terkekeh.

Jiwa yang Terluka {On Going}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang