10 Sakit

6 4 0
                                    

Dalam posisi masih terduduk, Naka menendang perut Aerlang agar dia menjauh.

“Apa maksud lo?” tanya Naka dan langsung berdiri.

Aerlang mundur beberapa langkah dan memegang perutnya nyeri, “Lo ngga akan pernah tau maksud gue, dan gue ngga akan membiarkan itu. Gue tau, maksud lo bantuin Mella kemarin baik, dan kalo ngga ada lo mungkin dia akan dalam bahaya,” ucap Aerlang dan Naka yang terus mendengarkannya dengan wajah yang penuh tanda tanya.

“Tapi, sebaiknya lo jauhin Mella. Entah kenapa gue ngga suka keberadaan lo di deketnya,” lanjutnya.

Aerlang menepuk bahu Naka beberapa kali sebelum melangkah pergi, meninggalkan Naka yang masih terpaku setelah mendengarkan perkataan Aerlang. Dia masih mencoba mencerna arti dan maksud perkataannya.

“Apa gadis ini mengonsumsi banyak obat?”

“Kasihan Amella, dia harus menerima siksaan itu terus.”

“Iya, dia harus nerima kekerasan yang Pak Noval berikan kepada anaknya itu. Padahal kan Amella ngga salah. Saya khawatir dia akan sakit dan tidak ada yang membantunya.”

“Gara-gara Lo, Amella lagi-lagi ngerasain sakit sendirian.”

“Lo ngga akan pernah tau maksud gue, dan gue ngga akan membiarkan itu.”

“Tapi, sebaiknya lo jauhin Mella. Entah kenapa gue ngga suka keberadaan lo di deketnya.”

Perkataan mereka terus berputar di otaknya, dia tidak mengerti apa yang terjadi saat ini. Apakah keberadaannya adalah kabar baik atau malah buruk untuk Amella. Apakah benar Amella terluka karenanya? Dia juga tidak mengerti, kenapa Aerlang selalu tahu semua tentang Amella, apa hubungan mereka sebenarnya? Dia benar-benar sangat tidak mengerti.

Naka memegang kepalanya ketika rasa sakit kembali muncul menghantam kepalanya. Kepalanya benar-benar rasa ingin pecah. Dia menjatuhkan tubuhnya di atas lantai saat merasa rasa sakit itu semakin menjadi-jadi. Tangannya meremas rambutnya.  Dia hanya bisa menutup matanya dan menahan rasa sakit itu, berharap rasa sakit itu cepat pergi.

Dengan sadar, dia merasakan cairan kental berwarna merah keluar dan menetes dari hidungnya. Setelah merasa rasa sakit itu telah pergi, dia mengatur nafasnya, lalu membuang nafas panjang. Tangannya bergerak mengusap darah yang keluar dari hidungnya.

Tanpa pikir panjang lagi, dia melangkah pergi dari sana. Naka menuruni tangga dengan wajah yang pucat juga bercak merah di ujung bibirnya juga di hidungnya. Tidak jauh darinya, dia bisa melihat Amella di sana.

Amella menatap Naka. Dia pikir dia harus berterima kasih karena telah menyelamatkannya kemarin. Tapi tunggu, ada apa dengan wajahnya, dia seperti tidak terlihat sehat. Amella mengambil langkah untuk mendekat ke Naka. Namun, langkahnya terhenti ketika Naka malah pergi begitu saja. Tidak mungkin cowok itu tidak melihatnya tadi, dia yakin mereka saling bertukar pandangan barusan, lalu kenapa Naka tiba-tiba pergi begitu saja, seolah tidak terjadi apa-apa.

Mungkin dia ada urusan?

Naka bisa melihat tangan Amella diperban, dia yakin kemarin tangannya baik-baik saja. Apa mungkin.. tidak. Naka menyadari Amella semakin dekat ke arahnya. Secepat mungkin dia bergegas pergi dari sana, meninggalkan Amella yang sudah memasang wajah bingung.

“Hai Erlang!” seru Vanesa kepada Aerlang yang sedang melihat Amella yang berada tidak jauh dari mereka, “Keringetan banget kamu, kamu dari luar? Atau habis olahraga? Kebetulan banget, nih! Buat kamu,” Ucap Vanesa menyodorkan minuman kaleng ke Aerlang.

Melihat Aerlang yang sama sekali tidak meliriknya. Dia mengikuti arah pandang Aerlang, dan mendapati Amella. Jadi sejak tadi dia sedang memandang Amella, bahkan sampai sekarang pandangan Aerlang tetap ke Amella, tanpa bergerak sedikit pun.

Jiwa yang Terluka {On Going}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang