Lampung, 12 Juli 2021
Bulan ini saya benar-benar dihadapkan keputusan berat. Karena ada yang benar-benar baru saya sadari akhir-akhir ini. Sebelumnya saya beri tahu, bahwa tujuan awal saya ke Turki itu menuju Ankara University. Ya hampir semua orang tahu Ankara karena itu ibu kota, walaupun gak setenar Istanbul, tapi namanya ibu kota pasti dikenal khalayak luas. Selain karena sudah dikenal luas, Ankara juga masuk ke top 10 universitas terbaik Turki, yang saya liat bahkan peringkatnya diatas UGM. Apalagi Ankara kan tempat Kedubes ya disitu, saya bercita-cita jadi Dubes RI, utamanya untuk Turki. Jadi saya pikir, bisalah didapat relasi disitu. Alhamdulillah juga, Ankara menerima jalur berkas nilai. Yang mana berbeda dari Istanbul yang harus ujian. Nah, kalau liat sebagus itu, mungkin kita juga gak akan keberatan kalau biayanya cukup mahal. Waktu itu biaya pertahunnya berkisar 8000 tl (sekitar 14-16 juta kurs bulan Juli). Per semester 7 jutaan standar univ top sih seharusnya gak masalah. Hal ini sudah saya rundingkan sama teman-teman beberapa kali, terutama ketika di Mumtaza kemarin. Uniknya, waktu itu ya saya yang meyakinkan mereka. Pasti ada jalan kok, entah dari part time dan lain-lain, yakin aja.
Pikiran saya mulai goyah karena nampaknya efek covid sangat berpengaruh terhadap ekonomi keluarga saya. Semua orang terpapar dampaknya, bukan hanya Kesehatan tapi juga ekonomi, tak terkecuali saya. Ditambah saya juga punya adik yang jaraknya hanya berbeda dua tahun dengan saya. Otomatis, ya lebih besar lagi biaya yang akan dikeluarkan. Sampai disinilah saya bimbang. Di satu sisi, saya ingin ke Ankara. Di sisi lain, saya juga gak mau membebani orang tua. Apalagi akhir-akhir ini banyak opini, umur 20 tahun tapi masih full jadi beban orang tua itu gimana gitu. Mmemang wajar, tapi kalau terlalu membebani di umur segitu tuh agak gimana gitu.
Saya mulai mencari opsi lain, yang sejajar levelnya, tapi biayanya dibawah Ankara. Waktu itu saya temukan ada universitas yang bagus, terutama prodi Hubungan Internasionalnya: Dokuz Eylül Üniversitesi. Universitas ini masuk ke top 20 universitas terbaik Turki secara keseluruhan. Tapi HI nya hanya dua tingkat dibawah Ankara. Kualitas yang gak jauh beda, tapi biayanya beda hampir dua kali lipat. DEÜ setahunnya hanya 5000 tl saja. Inilah yang jadi pertimbangan saya untuk pindah ke DEÜ. Memang orang tua bilangnya terserah saya, tapi gestur gak bisa berbohong. Saya bisa membaca keadaan ekonomi agak memberatkan tujuan saya ini.
Saya beristikharah, minta saran teman-teman yang lain. Saya juga diskusikan dengan kakak saya, bagaimana baiknya keputusan ini. Sampai saat saya berdiskusi itu, hati saya sudah agak condong ke Dokuz, tapi belum benar-benar yakin. Saya berdoa terus supaya dapat petunjuk pilihan terbaik. Hingga akhirnya, saya benar-benar yakin setelah mendengar saran dan jawaban dari teman saya. Voice note kurang dari dua menit yang benar-benar membuka cara pandang saya jauh kedepan lagi.
Isinya kurang lebih seperti ini, ".......Perlu diingat memang kualitas dosen, kualitas sarana dan prasarana kampus itu menunjang kecerdasan kita untuk belajar kita. Nah, tapi perlu diingat juga percuma punya dosen pintar, percuma punya sarana bagus tapi kalau kitanya malas belajar. Jadi semuanya tergantung pada diri kita sendiri......,". Hingga saat ini isi pesannya masih seperti pada umumnya teman-teman yang lain bicarakan dengan kita. Sampai pesan poin kedua yang bikin saya benar-benar yakin untuk pindah, "Bagus kalau lo menyadari biaya di Turki mahal, lo mikirin orang tua. Soalnya gini, Lo di Turki gak sebulan, setahun gitu. Lo di Turki bakalan perkiraan lima tahun. Nah, Naudzubillah min dzalik ya Allah jangan sampe. Kita kan gak tau umur sampai kapan. Kalau lu di Ankara, lu kan gak tau umur orang tua lu sampai kapan. Mendingan gini, lu pilih yang sederhana-sederhana aja, kampus yang bagus, tapi biayanya gak mahal. Karena takutnya, Naudzubillah min dzalik orang tua lu ntar dipanggil sama Allah terus lu nya gak sanggup. Sekalipun lu kerja, yang menyebabkan lu gak fokus kuliahnya. Karena gua udah ngerasain kuliah sambil kerja itu capek banget. Part time gak papa, bagus. Cuman itu pasti akan mengganggu belajar lu. Itu saran gw, kemanapun lu bakal pergi, jangan menyusahkan orang tua lu, apalagi umur kan gak tau. Dan lebih baik lagi uangnya untuk ditabung. Kalau kayak ada praktikum kayak gitu yang biayanya besar, lu bisa meringankan beban orang tua lu itu dengan tabungan lu tadi. Kecuali, kalau orang tua lu kaya mah mau di Istanbul, Oxford gitu ya bodo amat . Tergantung diri lu gimana juga sih...."
Jleb, pesan ini yang mengantarkan saya untuk pindah ke DEÜ. Kalau dipikir-pikir sih sebenarnya ekonomi keluarga saya masih menunjang, tapi ya itu saya gak mau membebani orang tua dengan biaya yang besar. Ya masa semuanya dilimpahkan untuk memenuhi kebutuhan kulaih saya, kan gak enak. Mending buat adik saya yang katanya mau jadi Dokter. Kita mah sebagi laki-laki harus benar-benar berusaha mandiri secepat mungkin, minimal gak terlalu beban lah, kalau bisa jadi kebanggaan ortu kan lebih bagus. Sebenarnya saya masih coba peluang, bertanya adakah beasiswa On-Going gitu di Ankara, saya nanya sama kating gitu. Eh, ternyata emang agak susah dicapai sih, karena subsidi pendidikan juga sudah lumayan besar disini. Sedengar saya dari Hoca sih, IPK 3 itu udah bisa ngajuin beasiswa. Jangan pikir gampang, karena rata-rata IPK yang bisa diraih sana berkisar 2-2,8 saja. IPK 3 itu jarang dan susah banget, walaupun ada sih mahasiswa Indonesia yang dapat IPK 4. Saya memang merasa yakin bisa dapat, tapi kita kan gak pernah tau kedepannya apa yang terjadi, benar banget dan saya setuju 100% dengan teman saya tadi. It's time to take a decide!

KAMU SEDANG MEMBACA
Notes from Turkiye
AdventureCatatan keseharian selama kuliah di turki. Sebelum, ketika, dan setelah berangkat ke turki. İnformasi apa saja tentang turki secara santai. Setiap perjalanan menarik, termasuk destinasi keren yang saya kunjungi selalu saya catat dengan bahasa yang a...